Jakarta, CSW – Hoaks bukanlah sekadar informasi bohong atau berita palsu, yang berpotensi menyebarkan kebencian, disinformasi, dan fitnah. Namun, di luar dampaknya yang jelas-jelas merusak masyarakat, ternyata hoaks juga bisa dijadikan “lahan bisnis” yang menguntungkan. Nilainya bisa miliaran rupiah.
Hal itu terungkap baru-baru ini, ketika polisi menangkap Direktur BSTV Bondowoso, Arief Zainurrohman (AZ), dan dua anak buahnya –Ahmad Fandi (AF) dan Muzzamil (M)– terkait postingan hoaks di kanal Youtube “Aktual TV.” Mereka ditangkap di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada Agustus 2021.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Hengki Haryadi, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (15/10) menyatakan, penyebaran hoaks yang dilakukan AZ, AF dan M adalah modus operandi baru dan fenomena baru.
Hengki mengungkapkan, tersangka AZ membuat akun, yang dibeli dari seseorang. Akun itu kemudian dia perbarui dengan nama “Aktual TV” untuk menyulitkan deteksi polisi. Meski begitu, polisi tetap bisa mendeteksi pemilik akun tersebut.
Polisi lalu menyelidiki dan menangkap AZ, AF dan M. Belakangan diketahui, AZ adalah pemilik kanal Youtube “Aktual TV.”
Aktual TV ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan media online Aktual.com dan Majalah Aktual yang pernah terbit. Aktual TV ini juga tidak terdaftar di Dewan Pers karena dari kontennya jelas-jelas bukan produk jurnalistik.
Disebar ke Banyak Platform Medsos
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan, tersangka AZ dkk memproduksi berita hoaks melalui akun Youtube Aktual TV. Postingan itu lalu disebarluaskan ke beberapa platform media sosial lainnya, seperti ke Instagram, Facebook, Twitter.
Ini kemudian disebarluaskan ke akun-akun lainnya. Sehingga, menurut Yusri, postingan tersebut menyebabkan kegaduhan yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Juga bernuansa SARA karena menggunakan atribut agama.
Bahkan, pihak polisi menganggap, konten Aktual TV itu juga berisi fitnah, adu domba antara TNI dan Polri, dan provokasi. Hal ini dapat mengganggu sinergitas TNI-Polri.
Ada postingan Aktual TV yang menyinggung Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, ketika Dudung masih menjabat Pangdam Jaya. Judul postingannya: “BERITA TERBARU HARI INI~DUDUNG ABDURAHMAN KENAK KARMA , TAK BISA MENGELAK LAGI BUKTI DI DEPAN MATA.”
Ada juga postingan tentang TNI/Polri. Judulnya: “B.I.A.D.A.B!!! OWWW TERNYARA SI KEMBAR INI YG DI DALAM MOBIL LAND CRUISE.” Postingan itu menyertakan foto Dudung dan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.
Ada juga postingan terkait mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. Video itu diberi judul: “PURN.TNI TURUN GUNUNG. KERAHKAN PRAJURIT KEPUNG KEPUNG MABES POLRI.”
Postingan Ngawur dan Nekat
Menurut wartawan senior Dahlan Iskan di laman Disway, sesudah mencermati beberapa postingan di akun Aktual TV, kontennya sangat “berani” (untuk tidak mengatakan nekat, karena isinya begitu ngawur, main tuding seenaknya, dan tidak berdasarkan fakta).
Ada konten video di Aktual TV yang menyebutkan bahwa Pangkostrad Dudung Abdurachman adalah “tentara dari China yang diselundupkan ke Indonesia.”
Lalu ada video bahwa pemimpin China Xi Jinping memutuskan menarik kembali Letjen Dudung ke China. Judulnya: “KEDOK TERBONGKAR XI JINPING TARIK KEMBALI SI DUDUNG KE CHINA.” Ada gambar Xi Jinping dan Letjen TNI Dudung di situ.
Postingan itu juga mencuplik gambar Xi Jinping sedang berpidato dalam bahasa Mandarin, yang rupanya itu pidato lama. Padahal isi pidato itu adalah saat Xi Jinping menyambut Presiden SBY. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan Dudung. Ditambah lagi narasi tentang kedatangan tenaga kerja China. Sampai artikel ini ditulis (Minggu dinihari, 17 Oktober), video itu masih bisa diakses di Youtube.
Dari pengamatan sekilas, terlihat bahwa akun Youtube Aktual TV merupakan gado-gado dari berbagai cuplikan berita dan video yang pernah beredar di media online. Konten yang sebetulnya tidak ada hubungannya dan tidak jelas relevansinya, dipaksakan untuk jadi satu, dan dicampur dengan opini sesukanya.
Campuran itu diramu dengan berbagai tuduhan, tudingan, plintiran berita, dan narasi-narasi berbau kebencian. Narasi anti-China, dan narasi yang mengangkat-angkat sentimen SARA sangat terasa. Ini memang jelas dan tegas penuh berisi opini, bukan karya jurnalistik.
Sama sekali tidak ada upaya Aktual TV untuk melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang dituduh. Tidak ada verifikasi data, tak ada cover both sides, dan tidak ada penerapan asas proporsionalitas. Kontennya bukan sekadar bernilai “sampah,” tetapi juga sampah yang sangat merusak kesehatan (jiwa) masyarakat.
Keuntungan Miliaran Rupiah
Ironinya, rendahnya kualitas konten Aktual TV justru berbanding terbalik dengan tingginya keuntungan ekonomi yang diraih. Kapolres Hengki menyebutkan, penyebaran hoaks dari Aktual TV itu ternyata memberi keuntungan yang besar buat pelaku.
Keuntungan itu berasal dari iklan adsense akun YouTube Aktual TV, yang digunakan untuk menyebar berita bohong. “Dalam kurun waktu delapan bulan, mereka mendapatkan adsense Youtube dari Rp 1,8 miliar hingga Rp 2 miliar,” kata Hengki.
Hal ini karena AZ, M, dan AF mengunggah ratusan konten di Aktual TV, yang lalu diteruskan ke berbagai platform media lain, seperti Facebook, WhatsApp, dan Twitter.
Polisi telah mengantongi sejumlah konten Aktual TV, yang akan digunakan sebagai barang bukti. “Ada 765 konten yang sebagian besar isinya provokatif dan bisa memecah belah persatuan bangsa,” tutur Hengki.
Menurut polisi, ada pembagian peran dari ketiga tersangka. AZ adalah pemilik Aktual TV yang membuat ide, menulis naskah, mengarahkan, dan menyortir hasil editing konten. AF yang adalah penyiar radio di salah satu stasiun radio di Bondowoso, Jawa Timur, berperan di kanal Aktual TV sebagai pengisi suara (narator). Terakhir, M adalah pengelola channel yang melakukan editing dan mengunggah konten Aktual TV.
Polisi masih terus mendalami kasus penyebaran hoaks ini. Yakni, apakah motivasinya sekadar untuk mencari keuntungan ekonomi, atau apakah ada motivasi lain, seperti untuk “perjuangan politik.”
Atas perbuatannya itu, AZ, AF dan M dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang hukum pidana dan atau Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 tahun 2016 atas Perubahan UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. (Satrio)