“Bahaya” Penerapan Teknologi AI Dalam Penulisan Akademik di Universitas

1236
foto dok. Kemendikbud

Jakarta, CSW – Dunia akademik dengan berbagai lembaga pendidikan merupakan bagian dari civil society. Kemajuan teknologi informasi berpengaruh penting di lembaga ini.  Salah satunya adalah penggunaan kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence), yang sudah meluas dalam penulisan naskah akademik. Tetapi ada “bahaya” dari penerapan AI ini.

Para dosen dan mahasiswa menggunakan alat berbasis AI untuk mendukung pekerjaan penulisan yang mereka lakukan. Namun, ketika AI menjadi semakin maju, institusi pendidikan perlu merumuskan dengan tepat, apa yang dapat didefinisikan sebagai “bantuan AI” dan apa itu plagiarisme atau kecurangan.

Sebagai contoh, jika sebuah makalah akademik 49% ditulis oleh AI, dengan 51% sisanya ditulis oleh manusia, apakah ini bisa dianggap karya asli?

Seperti dilaporkan weforum.org, peningkatan dramatis pembelajaran online selama pandemi COVID-19 telah menyoroti kekhawatiran tentang peran teknologi dalam pengawasan ujian — dan juga dalam kecurangan siswa.

Beberapa universitas telah melaporkan lebih banyak kecurangan selama pandemi. Sedangkan, kekhawatiran seperti itu terjadi dalam kondisi di mana teknologi informasi –yang memungkinkan otomatisasi penulisan– terus meningkat.

Melonjak Secara Signifikan

Selama dua tahun terakhir, kemampuan kecerdasan buatan untuk menghasilkan tulisan telah melonjak secara signifikan. Hal ini terutama dimungkinkan dengan pengembangan apa yang dikenal sebagai generator bahasa GPT-3. Dengan perangkat ini, perusahaan seperti Google, Microsoft dan NVIDIA sekarang dapat menghasilkan teks “seperti manusia.”

Tulisan yang dihasilkan AI telah meningkatkan taruhannya, tentang bagaimana berbagai universitas dan sekolah akan mengukur atau menetapkan, apa yang dianggap sebagai pelanggaran akademik, seperti plagiarisme.

Jika kita merasa berkepentingan pada integritas akademik, maka masyarakat, tenaga pendidik, dan orang tua harus memperhatikan perkembangan signifikan ini.

Penggunaan teknologi AI dalam penulisan akademik kini sudah meluas. Misalnya, banyak universitas sudah menggunakan pendeteksi plagiarisme berbasis teks, seperti Turnitin. Sementara, mahasiswa mungkin menggunakan Grammarly, alat bantu penulisan berbasis cloud.

Contoh teknologi bantuan penulisan, termasuk: pembuatan teks otomatis, ekstraksi, prediksi, penggalian (mining), pengisian formulir, pembuatan parafrasa, terjemahan, dan transkripsi.

Meningkatkan Konten dan Efisiensi

Kemajuan dalam teknologi AI telah menghasilkan alat, produk, dan layanan baru yang ditawarkan kepada penulis untuk meningkatkan konten dan efisiensi. Saat kemampuan alat bantu ini meningkat, maka segera seluruh artikel atau esai dapat dibuat dan ditulis seluruhnya oleh teknologi kecerdasan buatan.

Di sekolah-sekolah, implikasi dari perkembangan teknologi tersebut tidak diragukan lagi akan membentuk masa depan pembelajaran, penulisan, dan pengajaran.

Penelitian mengungkapkan, kekhawatiran atas pelanggaran akademik –akibat teknologi AI ini– sudah tersebar luas di seluruh institusi pendidikan tinggi di Kanada dan internasional.

Di Kanada, hanya ada sedikit data mengenai tingkat pelanggaran akibat teknologi AI. Sebuah penelitian diterbitkan pada 2006, berdasarkan data dari sebagian besar mahasiswa tingkat sarjana di 11 institusi pendidikan tinggi.

Penelitian ini menemukan, 53 persen mahasiswa melaporkan telah terlibat dalam satu atau lebih kasus kecurangan serius pada pekerjaan tertulis.

“Kecurangan” ini didefinisikan sebagai: menyalin materi tulisan tanpa catatan kaki, menyalin materi hampir kata demi kata, mengirimkan karya yang dibuat oleh orang lain, mengarang atau memalsukan daftar pustaka, serta mengirimkan makalah yang mereka beli atau dapatkan dari orang lain secara cuma-cuma.

Pelanggaran akademik itu kemungkinan besar tidak dilaporkan di seluruh institusi pendidikan tinggi Kanada.

Soal Integritas Akademik

Ada berbagai jenis pelanggaran integritas akademik. Antara lain, termasuk: plagiarisme, kecurangan kontrak (di mana siswa mempekerjakan orang lain untuk menuliskan makalah mereka) dan kecurangan ujian.

Sayangnya, dengan teknologi yang ada, mahasiswa dapat menggunakan kecerdikan dan kewirausahaan mereka untuk menyontek. Kekhawatiran terjadinya pelanggaran ini bukan cuma untuk mahasiswa, tetapi juga berlaku untuk anggota fakultas, akademisi, dan penulis di bidang lain.

Hal-hal ini menimbulkan kekhawatiran baru seputar integritas akademik dan penerapan AI yang menyimpang. Seperti:

  • Bagaimana jika sebuah esai 100 persen ditulis oleh AI, tetapi seorang mahasiswa melakukan beberapa pengkodean sendiri?
  • Apa yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai “bantuan AI,” sebagai lawan dari “kecurangan akademik”?
  • Apakah aturan yang sama berlaku untuk mahasiswa, seperti yang berlaku untuk para akademisi dan peneliti?

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dalam penelitian. Dalam menghadapi semua masalah ini, para pendidik diminta mempertimbangkan: bagaimana menulis dapat dinilai atau dievaluasi secara efektif, seiring dengan peningkatan teknologi kecerdasan buatan ini.

Saat ini, hanya ada sedikit panduan, kebijakan, atau pengawasan yang tersedia terkait teknologi, AI, dan integritas akademik untuk para guru dan tokoh-tokoh pemimpin dunia pendidikan.

Sistem Penilaian Otomatis

Selama setahun terakhir, COVID-19 telah mendorong lebih banyak mahasiswa ke pembelajaran online. Ini adalah sebuah lingkungan, di mana para dosen mungkin menjadi kurang akrab dengan mahasiswa mereka sendiri. Dengan demikian, mereka juga berpotensi kurang mengenali gaya tulisan para mahasiswanya.

Meskipun tetap tidak mungkin memprediksi masa depan teknologi ini dan implikasinya dalam pendidikan, kita dapat mencoba melihat beberapa tren dan proyeksi yang lebih besar, yang akan berdampak pada pengajaran, pembelajaran, dan penelitian.

Perhatian utama adalah gerakan nyata menuju peningkatan otomatisasi pendidikan, di mana perusahaan-perusahaan teknologi pendidikan akan menawarkan komoditas, seperti alat-alat penulisan (writing tools), sebagai solusi yang diusulkan untuk berbagai “masalah” dalam pendidikan.

Contohnya, adalah penilaian otomatis pekerjaan mahasiswa, seperti penilaian otomatis terhadap tulisan mahasiswa. Banyak produk komersial sudah ada untuk penilaian otomatis, meskipun etika teknologi ini belum sepenuhnya dieksplorasi oleh para akademisi dan pendidik.

Secara keseluruhan, lanskap tradisional seputar integritas akademik dan kepenulisan sedang dengan cepat dibentuk kembali oleh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut juga memicu kekhawatiran tentang pergeseran kontrol profesional dari pendidik, dan harapan-harapan baru yang terus meningkat tentang literasi digital di berbagai lingkungan kerja yang genting.

Berbagai kompleksitas, kekhawatiran, dan pertanyaan ini akan membutuhkan pemikiran dan diskusi lebih lanjut. Pemangku kepentingan pendidikan di semua tingkatan akan diminta untuk menanggapi dan memikirkan kembali definisi serta nilai-nilai seputar plagiarisme, orisinalitas, etika akademik, dan kerja akademik dalam waktu dekat.