Kabar dugaan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi kembali terdengar. Seorang mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dikabarkan menjadi korban pemerkosaan oleh mahasiswa UMY berinisial MKA alias OCD.
Dugaan kasus kekerasan seksual ini terungkap karena postingan akun instagram @umycallcaller pada 2 Januari lalu. Dalam postingan itu dibeberkan kronologi kejadian, mulai dari awal perkenalan dengan terduga pelaku hingga terjadi tindak pemerkosaan.
Akun @umycallcaller dikatakan akun yang mengkampanyekan isu-isu gender dan kekerasan seksual. Lebih dari itu, pengelola akun juga melakukan advokasi jika menerima laporan.
Terduga pelaku dikatakan adalah aktivis gerakan mahasiswa terbesar di UMY dan bekas pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Perkenalan terduga pelaku dengan korban berlangsung pada 3,5 bulan yang lalu. Ketika itu korban dikenalkan dengan terduga pelaku oleh teman korban dari fakultas lain.
Keduanya mulai saling chatting. Setelah 3 hari kenal, terduga pelaku meminta korban menemaninya rapat. Namun terduga pelaku meminta korban untuk menjemput dengan dalih ia tidak ada motor. Saat di perjalanan korban merasa aneh karena jalan yang dilewati sepi, seperti bukan jalan menuju ke lokasi rapat. Di tengah perjalanan, terduga pelaku berhenti di sebuah toko untuk membeli minuman keras. Setelah itu lanjut perjalanan dan sampai ke kost terduga pelaku.
Korban bingung kenapa justru berhenti di kos. Korban merasa dibohongi.
Sekitar jam 22, setelah terduga pelaku minum miras, ia meminta korban melakukan persetubuhan. Korban sendiri dalam keadaan sadar dan tidak minum miras. Pada waktu itu, korban menolak dan mengaku sedang menstruasi. Namun terduga pelaku tidak peduli yang berujung pada tindak persetubuhan.
Dua hari setelah postingan itu, akun @umycallcaller memposting konten yang berisi korban pemerkosaan lainnya yang dilakukan terduga pelaku yang sama. Dan sehari setelah itu diposting konten dengan isi yang relatif sama. Dengan demikian, menurut akun @umycallcaller terduga pelaku sudah memperkosa 3 mahasiswi.
Manajemen UMY merespons informasi yang dibeberkan itu. “Kami langsung mengambil langkah melalui Komite Etik dan Disiplin Mahasiswa, mencoba menelusuri baik pelaku maupun korban untuk bisa memberikan pernyataan,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokol UMY, Hijriyah Oktaviani. Terduga pelaku maupun penyintas sudah memenuhi panggilan untuk dilakukan penyelidikan.
Bagi kami di CSW, terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, menunjukkan semakin pentingnya penerapan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Melalui permen yang ditetapkan pada Agustus lalu itu, pemerintah memaksa setiap perguruan tinggi menjalankan langkah-langkah pencegahan kekerasan seksual. Kampus yang mengabaikan peraturan ini akan diberi sanksi.
Memang dalam kasus dugaan kekerasan seksual di UMY, pihak kampus responsif. Rektor UMY, Gunawan Budiyanto, sudah menjatuhkan sanksi pemberhentian secara tidak hormat alias Drop Out (DO) kepada mahasiswa terduga pelaku saat konferensi pers di Kampus UMY, kemarin.
Keputusan mengeluarkan terduga pelaku diambil berdasarkan hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Komite Disiplin dan Etik Mahasiswa. Hasil pemeriksaan itu menyatakan bahwa perbuatan pelaku digolongkan sebagai pelanggaran disiplin dan etik mahasiswa kategori berat.
Dalam Permen PPKS, setiap kampus diwajibkan membentuk satuan tugas (satgas) penanganan kekerasan seksual. Satgas ini tidak bekerja ad hoc, tapi bekerja selama 2 tahun (1 periode). Anggotanya terdiri dari pendidik dan mahasiswa yang memiliki perhatian pada isu kekerasan seksual dan punya pengalaman mendampingi korban.
Bila ada laporan, satgas harus mempelajarinya dan bertindak sangat tegas. Mereka yang melakukan kekerasan seksual akan menghadapi ancaman bertingkat. Yang paling ringan, diskors. Yang paling berat, dipecat. Ini berlaku setara pada pelaku dari kalangan mahasiswa maupun dosen.
Dan yang tidak kalah penting, korban mendapat perhatian lebih dalam Permen PPKS. Korban akan mendapat pendampingan, perlindungan dan pemulihan.