Jakarta, CSW – Terus terang saya merasa heran dengan pemberitaan tentang Anies Baswedan. Anies ini kan berakhir masa jabatannya tanggal 16 Oktober kemairn. Jadi sebenarnya wajar kalau ada pemberitaan besar-besaran tentang dia.
Tapi yang aneh, ada sejumlah media besar yang isi pemberitaannya berisi hanya puji-pujian. Bahkan di media-media itu, bisa dibilang tidak ada berita bernada negatif terhadap Anies. Apalagi berita yang kritis soal kinerja Anies selama 5 tahun di kursi Gubernur.
contohnya berita di Detik dan RCTI. Saya mulai dari Detik,com ya. Akun twitter Detik menulis begini: “Lima tahun sudah Anies Baswedan memimpin DKI Jakarta. Berikut sederet karya pencapaian Anies selama lima tahun menjabat. Mana yang paling berdampak buat kamu, detikers?”
Padahal yang disebut sederet program oleh Detik itu sebetulnya cuma 3 program, yaitu Formula E, Jalur Sepeda, dan JakLingko. Di tiga program itu, Detik memuji program-program itu, tanpa nada kritis sedikit pun.
Soal Jalur Sepeda, misalnya. Detik menyebutkan target Anies untuk membangun jalur sepeda sepanjang 535 km. Tetapi target itu disebut akan tercapai tahun 2026. Lho, tahun 2026 itu kan jauh melampai masa jabatan Anies?
Jabatan Anies sebagai Gubernur DKI sudah berakhir pada 2022. Lalu siapa yang akan memastikan target itu tercapai 4 tahun kemudian? Detik juga tidak menjelaskan, berapa kilometer persisnya jalur sepeda yang sudah selesai dibangun Anies.
Datanya tidak jelas, dan target pencapaian pun masih 4 tahun lagi. Lalu, bagaimana itu bisa diklaim sebagai karya prestasi Anies? Soal JakLingko, integrasi tranportasi dalam kota, juga disebut Detik.
Detik menyatakan, ada penghargaan buat Anies atas prestasi di JakLingko. Anies dinobatkan sebagai Bapak Integrasi Transportasi Jakarta. Yang menobatkan adalah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ini kan lucu..
Masalahnya, yang memberi penghargaan adalah dinas yang secara struktural posisinya berada di bawah Gubernur sendiri. Apakah Anies masih kekurangan penghargaan, sehingga harus membanggakan penghargaan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta?
Ada klaim lain dari Anies, soal Formula E yang berlangsung pada 3-4 Juni 2022. Anis mengklaim, gelaran Formula E adalah yang tersukses selama gelaran balapan itu sewindu terakhir.
Tersukses dari mana? Dan di mana letak kesuksesannya? Apalagi, Detik tidak menyebut-nyebut soal ketertutupan pengelolaan keuangan Formula E. Padahal komitmen anggaran untuk program ini sangat besar.
Potensi korupsi dalam program Formula E juga tak diulas. Padahal Anies sudah dipanggil sebagai saksi oleh KPK terkait keuangan Formula E. Anies juga selalu menghindar jika dipanggil DPRD DKI, untuk ditanyai soal keuangan Formula E.
Itu yang saya sebut pemberitaan yang penuh puja puji oleh Detik. Selain Detik, RCTI juga membuat laporan cukup panjang soal berakhirnya masa jabatan Anies. Liputan hampir 10 menit berjudul: Wajah Jakarta 5 Tahun Anies Baswedan
Dalam laporan itu, stasiun TV milik Hary Tanoesoedibjo mengapresiasi program-program yang dilakukan Anies. Seperti Detik, RCTI pun menggambarkan Anies dengan penuh puja puji.
Reporter RCTI mengakui ada berbagai prestasi Anies. RCTI memuji revitalisasi halte dan pembangunan transportasi publik dan integrasi berbagai moda transportasi kota. Serta pembangunan trotoar bagi para pejalan kaki.
RCTI memang juga berkomentar tentang banjir yang masih terjadi. Tapi nadanya penuh permakluman, RCTI menyebut banjir seperti kutukan bagi setiap pemenang Pilgub DKI, tak terkecuali Anies.
Tapi Anies, menurut RCTI, sudah berupaya menanganinya. Untuk mengatasi banjir, kata RCTI, Pemprov DKI mengeruk lumpur. Yakni, lumpur di danau, sungai, dan waduk di lima wilayah kota. Pemprov mengerahkan alat berat tiga kali lipat dari kapasitas biasanya.
Untuk menampung limpahan air hujan, Anies membangun kolam penampung di lintasan jalan raya. Pemprov DKI juga membangun sumur-sumur resapan. Menurut RCTI, naturalisasi aliran sungai yang diperkenalkan Anies tidak tercapai karena kendala pembebasan lahan.
Menurut RCTI, kendala pembebasan lahan diperparah oleh polemik. Yang dimaksud RCTI sebagai polemic adalah perbedaan pandangan antara naturalisasi yang merupakan ide Anies dengan normalisasi yang merupakan ide Pemerintah Pusat.
Anies menginginkan naturlaisasi alur sungai tanpa beton, sementara Pemerintah Pusat berkeras dengan normalisasi berwujud betonisasi alur sungai. Kata RCTI, akibat polemik itu banjir tetap melanda sampai berakhirnya masa jabatan Anies.
Penyimpulan RCTI ini bermasalah. Pemerintah Pusat tentu tidak melarang Anies melakukan naturalisasi sungai sesuai ide dia. Anies berhak menentukan strategi mana yang mau ia terapkan,
Yang menjadi masalah adalah tidak adanya tindakan konkret di lapangan. Normalisasi sungai mandeg karena Pemprov DKI sangat lambat atau gagal membebaskan lahan. Padahal Pemerintah Pusat, melalui Kementerian PUPR, sudah sangat siap untuk mengerjakan.
Namun di sisi lain, naturalisasi sungai juga tidak terjadi. Naturalisasi itu tidak dijalankan secara serius. Tanpa kerja konkret, tidak akan ada hasil konkret yang tercapai. Itu yang menyebabkan setiap hujan besar tiba, penduduk Jakarta harus siap-siap menghadapi banjir. Kepemimpinan Anies punya segudang masalah
Tentu saja media boleh mengangkat keberhasilan sang gubernur. Tapi media juga wajib mengeritik kekurangan dan kelemahan Anies. Anies diuntungkan oleh pemberitaan berbagai media yang tidak kritis.
Ini membahayakan, karena masyarakat berhak tahu apa keunggulan dan kelemahan seorang Calon Presiden. Ayo kita dukung pemberitaan media yang bebas, independen, proporsional dan kritis.