Jakarta, CSW – LaporCovid memberikan contoh yang buruk. Program bersama sejumlah aktivis LSM dan media terkemuka ini nyinyir terhadap keterlibatan TNI dalam penanggulangan Covid-19.
Dan ini mereka lakukan di saat Indonesia sedang bergembira dengan peningkatan keberhasilan penanganan Covid-19, yang antara lain dibantu oleh keterlibatan TNI dan POLRI dalam percepatan vaksinasi.
Pada 5 Oktober lalu, di Twitternya LaporCovid menampilkan cuitan berbunyi:
“76 tahun TNI harusnya bisa lebih matang urus pertahanan, bukan justru cawe-cawe urus krisis kesehatan.”
LaporCovid nampaknya sengaja mengangkat soal TNI, mengingat 5 Oktober adalah hari lahirnya TNI.
LaporCovid mungkin saja ingin terlihat kritis, tetapi respons yang muncul di kolom komentar tweet mereka hampir semua negatif. Ini agak mengherankan mengingat ada nama-nama tokoh dan LSM besar di dalam program ini.
Ada Budi Setyarso (jurnalis senior Tempo), ada Asfinawati (dari YLBHI), Haris Azhar (Lokataru), Zen R.S (anak buah Najwa Shihab di Narasi TV), Elisa Sutanudjaja (Rujak Center for Urban Studies), dan Adnan T. Husodo (Indonesia Corruption Watch).
Di dalamnya juga ada sejumlah nama ilmuwan terpandang, di antaranya: Dr. Iqbal Elyazar, Dr. Dicky Budiman, dan Dr. Sulfikar Amir (alias Joel Picard). Mereka seharusnya tidak gegabah.
Mereka bisa saja adalah kumpulan aktivis LSM yang kritis terhadap negara, tapi nyinyir terhadap keterlibatan TNI dalam aksi kemanusiaan yang bisa mneyelamatkan jutaan nyawa ini memang kelewatan.
Sebagian netizen masih mempertanyakan dengan nada sopan, tapi banyak yang bersuara dengan nada sangat keras.
Salah satu blunder LaporCovid dalam tweet itu adalah menampilkan foto polisi yang sedang mengawal program penanganan Covid-19, sementara yang jadi sasaran seharusnya adalah TNI.
Ini tentu jadi bulan-bulanan netizen karena seolah LaporCovid tidak bisa membedakan mana yang polisi mana yang militer.
Selain itu, banyak yang kecewa karena koalisi aktivis LSM ini tidak menghargai kerja positif TNI. Banyak juga yang mengingatkan bahwa di negara-negara maju, militer diperbantukan penanganan Covid-19. Termasuk misalnya Inggris, Australia, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Sebagian netizen lain menunjukkan bahwa isi LaporCovid didominasi oleh mereka yang sering disebut sebagai Social Justice Warriors (SJW).
Istilah ini dikenal sebagai julukan terhadap para aktivis sosial politik yang berposisi berseberangan dengan pemerintah Jokowi, dan terkesan akan menyalahkan apapun yang dilakukan pemerintah, TNI, dan POLRI.
Karena itu, menurut netizen, kenyinyiran LaporCovid sebenarnya hanya bentuk antipati berlebihan terhadap pemerintah.
LaporCovid memang memberi citra negatif terhadap LSM di Indonesia. Padahal kalau dibaca websitenya, LaporCovid sebenarnya bisa berperan besar.
Dikatakan di situ, LaporCovid-19 adalah sebuah kanal laporan warga (citizen reporting platform) yang digunakan sebagai tempat berbagi informasi mengenai kejadian terkait Covid-19 yang ditemukan oleh warga, namun selama ini luput dari jangkauan pemerintah.
LaporCovid mendorong partisipasi warga untuk turut terlibat dalam pencatatan angka Covid-19
Data yang terkumpul di kanal LaporCovid-19 diharapkan menjadi masukkan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dan langkah penanganan Covid-19 yang berdasarkan data di lapangan.
Namun dalam perkembangannya saat ini, terlihat bahwa yang tersaji bukan lagi data lapangan yang datang dari warga, melainkan lebih pada sentimen negatif dan penyebaran kecemasan tentang upaya penanggulangan Covid-19.
Dalam websitenya, yang tersaji adalah rangkaian komentar negatif terhadap penanganan Covid-19
Misalnya dalam rubrik temuan, LaporCovid-19 menunjukkan Indonesia adalah negara dengan jumlah kematian dan kasus baru Covid-19 terbesar di Asia Tenggara pada pertengahan 2021.
Ini tentu mengherankan mengingat saat ini pencapaian Indonesia justru banyak dipuji bahkan oleh negara tetangga.
Mereka juga masih menyebut karena tidak adanya pembatasan yang ketat, Indonesia secara konsisten mengalami kenaikan kasus positif harian. Padahal sebetulnya kenaikan kasus positif ini saat ini sudah semakin terkendali.
Khusus mengenai militer, LaporCovid juga menyebut bahwa di Indonesia berlangsung peran berlebihan militer dalam penanganan pandemi. Menurut LaporCovid, tidak ada bukti efektivitas keterlibatan militer dalam proses penanganan Covid-19 ini.
Bahkan LaporCovid menyatakan bahwa polisi saat ini dianggap sebagai institusi menakutkan, memiliki kewenangan melakukan pemaksaan, tindakan kasar dan menyebabkan banyak orang menghindari kontak dengan mereka.
LaporCovid juga menekankan bagaimana polisi dan militer menerapkan sanksi yang keras bagi pelanggar protokol kesehatan meliputi sanksi fisik, pemukulan, penggunaan meriam air untuk membubarkan massa, dan penganiayaan.
Menurut LaporCovid, selama pandemi, militer dan polisi sering menangkap demonstran dengan dalih pembatasan sosial dan protokol kesehatan.
Lebih jauh dari itu, menurut LaporCovid, mereka yang ditangkap ditelanjangi di kantor polisi dan berkumpul di ruangan tertutup tanpa menerapkan protokol jaga jarak.
Apa yang ditulis LaporCovid ini memang nampak tidak dilandasi pada fakta ataupun temuan di lapangan. Sebagian data itu mungkin memang memiliki dasar di saat-saat awal pandemi, namun sekarang jelas sudah berubah dan sudah jauh membaik.
Sebagai contoh, pelibatan polisi dan militer saat ini tentu saja tidaklah terkait dengan langkah menghadapi masyarakat. Yang dilakukan justru adalah melibatkan POLRI dan TNI dalam rangka mempercepat vaksinasi ke sebagian besar masyarakat.
Dan itu adalah langkah yang sangat normal dan dilakukan, misalnya oleh militer AS.
Tapi memang kesannya bagi LaporCovid apapun yang dilakukan pemerintah akan dipandang secara negatif. Mereka menganggap sikap pemerintah yang tidak memberlakukan lockdown adalah kesalahan.
Kebijakan pemerintah yang hanya menerapkan PPKM dianggap sebagai bukti bahwa pemerintah hanya memandang penting ekonomi dengan mengabaikan kesehatan masyarakat.
Kenyinyiran semacam ini dengan mudah dibaca dalam pernyataan dan laporan LaporCovid-19. Tapi nampaknya yang soal militer ini memang menjadi blunder terbesar LaporCovid. Bahkan para aktivis yang kritis pun tentu heran dengan sikap antipati LaporCovid ini.
TNI mungkin memang pantas dikritik di sejumlah hal lain, namun yang jelas keterlibatan mereka dalam membantu percepatan vaksinasi sangat layak dipuji.
Kita butuh masyarakat sipil yang kritis. Tapi kritis jelas beda dengan nyinyir. Mudah-mudahan teman-teman LSM bersedia introspeksi.