Jakarta, CSW – Erick Thohir lagi diroasting nih sama Tempo. Emang sih nggak lewat stand up comedy, tapi lewat program podcast tempo.co yang baru meluncur sekitar satu bulan ini.
Nama acaranya Bocor Alus. Disitu , Erick Thohir betul-betul diroasting. Erick kan disebut-sebut sebagai salah seorang calon wakil presiden, Nah, di acara Bocor Alus ini jelas akan mempersulit jalan Erick ke posisi itu.
Sebelum masuk ke Erick, saya gambarkan dulu ya, gaya Bocor Alus. Acara ini menampilkan obrolan santai para jurnalis Tempo. Kadang ada juga mereka mengundang tamu, tapi yang lebih sering mengisi para wartawan Temponya sendiri.
Acaranya menarik karena yang disajikan adalah informasi-informasi yang beredar di belakang layar. Para wartawan ini kan memang sering dapat cerita konfidensial dari para narasumber.
Cerita-ceritanya itu banyak yang akhirnya nggak ditampilkan di media karena sejumlah alasan. Misalnya aja, informasi itu baru sebatas kayanya, atau tanpa bisa diklarifikasi lebih lanjut.
Nah di acara ini, informasi-informasi yang tidak dimuat itu diangkat. Karena gayanya ngobrol, tentu saja, apa yang mereka sampaikan cenderung subjektif. Artinya yang tampil bukan cuma fakta, tapi sebagian adalah pendapat pribadi si jurnalis.
Tapi justru itulah yang membuat acara Bocor Alus ini yang menarik. Dan kelihatan kok respons penonton cukup tinggi. Jumlah viewersnya hampir selalu di atas seratus ribu, ya artinya sangat lumayan buat sebuah acara baru yang diisi obrolan politik.
Nah kali ini narsumnya, Erick Thohir. Setengah jam lebih, cerita-cerita negatif Erick dikupas. Yang ngobrol ada tiga jurnalis, Stefanus Pramono, Francisca Cristy Rosana, dan Raymundus Rikang
Judul obrolan mereka adalah “Manuver Erick Thohir Lewat PSSI dan BUMN yang Tak Disukai PDIP.” Paling tidak ada tiga topik nih yang ditonjolkan. Yang pertama, tentang bagaimana Erick menggerakkan karyawan-karyawan BUMN untuk mendukung pencalonan dirinya.
Yang kedua, tentang bagaimana Erick membuat drama sehingga seolah-olah acara Piala Dunia U-17 adalah berkat jasa dia. Yang terakhir, yang ketiga, tentang mengapa PDIP tidak akan mendukung pencalonan Erick.
Yang soal BUMN itu, diperoleh jurnalis Tempo dari keluhan para karyawan BUMN. Tempo juga membaca langsung WA Group berisi tim karyawannya. Nama WA Group itu adalah Tim Ranger Medsos.
Anggotanya adalah staf dan karyawan BUMN yang datang dari generasi milenial. Tugasnya mereka memberikan komentar positif dan like postingan Erick Thohir. Mereka juga membangun image bahwa di bawah Erick Thohir, BUMN-BUMN berprestasi cemerlang.
Misalnya selama era Erick, dividennya dan keuntungannya naik. Jurnalis Tempo juga menyebut ada perintah pada anggota Ranger kalau sudah komen dan like, itu harus dicapture untuk dikirim ke atasan.
Menurut Tempo, Erick dan timnya juga mendorong BUMN untuk mendukung dan membiayai event-event besar yang melibatkan Erick. Misalnya di acara Hari lahir NU, acara Imlek di semarang, atau juga revitalisasi Pura Mangkunegaran di Solo.
Untuk itu Erick menggerakkkan 13 BUMN terbesar. BUMN-BUMN itu diminta mendukung miliaran rupiah. Dukungan itu bisa dalam dua bentuk, sebagai sponsor atau menyediakan dana Corporate Social Repsonsibility. Jurnalis Tempo bilang, tapi ini bukannya tanpa masalah.
Ada BUMN-BUMN yang mengeluh karena baru saja pulih dari hantaman Covid. Nah, kalo soal yang kedua adalah batalnya Piala Dunia U-20 yang sekarang diganti Piala Dunia U-17. Menurut Tempo, batalnya Piala Dunia U-20 terjadi karena ketidaksiapan infrastruktur.
Karena nggak siap, Erick sebagai Ketua PSSI menerima tawaran FIFA untuk mengadakan Piala Dunia U-17. Untuk itu dibangunlah cerita bahwa pembatalan Piala Dunia U 20 terjadi karena penolakan Ganjar terhadap Israel.
Padahal keputusan untuk mengadakan Piala Dunia U17 sudah disepakati sejak Maret 2023, dan baru diumumkan di akhir Juni. Jadi, berbagai cerita tentang Upaya Erick ke markas pusat FIFA untuk melakukan lobby sebenarnya cuma sandiwara.
Bahkan Erick berangkat ke sana dengan menggunakan ransel dan membawa map. Menurut Tempo, itu semua pencitraan yang didukung istana. Full pencitraan dan sedikit tipu-tipu, kata mereka.
Nah kalo yang terakhir nih, soal yang ketiga adalah pencalonan Erick sebagai wacapres Jokowi. Menurut cerita yang diperoleh Tempo, sebenarnya Jokowi pernah mencalonkan nama Erick sebagai cawapres Ganjar.
Tapi Megawati nggak happy. Mega sebel dengan Erick karena dia dianggap mengganggu pencalonan Ganjar. Ganjar juga kesal karena buzzer Erick juga menyerang Ganjar. Gara-gara itulah, hubungan PDIP dengan Erick merenggang.
Menurut Tempo, Erick hampir pasti diajukan sebagai cawapres kalau Jokowi mendukung Prabowo. Itu adalah informasi-informasi yang diangkat Bocor Alus ya. Terus terang, diskusinya memang menarik.
Dan ini memang menyangkut hal-hal penting yang menyangkut kepentingan publik. Tapi masalah utamanya adalah berapa validkah apa yang disampaikan Tempo ini? Di sepanjang diskusi, ketiga jurnalis Tempo itu menggunakan istilah-istilah ‘katanya’, ‘menurut yang gue denger’, ‘kabarnya, dan semacam itu.
Memang kadang si jurnalis memberi penekanan, ‘ini info valid’. Tapi kan memang tidak ada verifikasinya ya. Ya misalnya saja soal bahwa sejak Maret sudah ada pembatalan Piala Dunia U-20 untuk diganti Piala Dunia U-17.
Dalam obrolan itu, tidak ada sumber yang dijadikan rujukan. Semua cuma ‘katanya’. Begitu juga soal bahwa Erick memobilisasi BUMN-BUMN untuk mengucurkan dana miliaran rupiah untuk membantu acara-acara di mana Erick hadir.
Atau juga soal sewotnya Mega pada Erick. Semua cuma mengandalkan kabar yang tak disertai bukti. Apa yang dilakukan Tempo ini mungkin penting untuk membongkar rahasia-rahasia di belakang layar.
Tapi rasanya, para jurnalis ini harus lebih tegas mengatakan bahwa apa yang mereka sampaikan itu memang baru sebatas ‘katanya’, baru sebatas omongan, dan belum dicek kebenarannya.
Tempo dan media lainnya harus cukup jujur. Acara Bocor Alus ini memang keren sih. Dan akan jauh lebih keren kalau prinsip-prinsip dasar jurnalime yang baik diterapkan.