Jakarta, CSW – Kasus dr. Lois menarik untuk kita bicarakan. Nama dr. Lois jadi terkenal karena dia tidak percaya dengan Covid-19. Menurut dia, apa yang kita lihat sebagai Covid-19 itu sebenarnya bukan karena virus Corona.
Menurut dia, banyak pasien yang sebenarnya hanya seolah-olah sakit atau bahkan meninggal karena Corona, padahal itu diakibatkan interaksi obat. Jadi, korban meninggal karena keracunan obat, bukan karena Covid-19.
Dia bahkan berteori bahwa vaksin sebenarnya menurunkan imunitas tubuh. Menurutnya lagi, wabah Covid-19 adalah hoax yang sengaja disebarkan.
Apa yang disampaikan oleh dr. Lois ini menyebar dengan viral. Memang kemudian Ikatan Dokter Indonesia sudah menyatakan bahwa dr. Lois bukan anggota organisasi IDI.
Dikatakan pula dr. Lois bukan dokter yang boleh berpraktek di Indonesia. Bahkan juga ada kabar bahwa dia sebenarnya adalah orang dengan gangguan kejiwaan.
Tapi semua serangan pada dr. Lois tidak membuat popularitas dia menurun. Dia bahkan diwawancara di televisi oleh Hotman Paris. Dia juga muncul di channel-channel YouTube. Dia bahkan sudah sempat dipanggil dan ditahan polisi selama 1 hari. Dia dilepaskan setelah berjanji tidak akan menghapus barang bukti dan tidak akan melarikan diri.
Buat masyarakat sipil, apa yang terjadi adalah sebuah pelajaran penting. Apa yang terjadi adalah sebuah dilema kebebasan berekspresi.
Kita semua menghormati kebebasan berekspresi. Tapi kini yang jadi pertanyaan: apakah orang seperti dr. Lois seharusnya dilindungi kebebasannya untuk berbicara?
Apa yang dilakukan dr. Lois bisa berakibat serius. Bagaimana kalau masyarakat percaya bahwa Covid-19 memang tidak ada? Bagaimana kalau masyarakat menolak divaksinasi? Apakah dr. Lois bisa diperkarakan kalau memang apa yang disampaikannya salah atau hoax?
Kami di CSW menganggap, sulit untuk memperkarakan dr. Lois. Masalahnya tidak ada pasal hukum yang bisa digunakan untuk menjeratnya.
Memang ada perbedaan antara media. Kalau di lembaga penyiaran televisi atau radio, Komisi Penyiaran Indonesia bisa meminta lembaga penyiaran tidak memberikan tempat bagi penyebaran kebohongan semacam ini.
Komisi Penyiaran Indonesia bisa turun tangan. Orang seperti dr. Lois ini memang adalah narasumber yang bisa menaikkan jumlah penonton, tapi apa yang diucapkannya memang bisa menyesatkan. Apalagi kalau penontonnya adalah mereka yang tidak kritis. Kita bisa gunakan contoh wawancara dr. Lois dengan Hotman.
Di acara itu terlihat sekali betapa Hotman dan Melani berusaha membantah teori yang dikatakan dr. Lois. Tapi tetap saja dr. Lois dengan kalem menyampaikan pandangannya.
Dan kalau kita lihat komentar-komentar di YouTube, yang mendukung dr. Lois ternyata jauh lebih banyak dibandingkan yang menolaknya. Bahkan banyak yang justru menyerang Hotman dan Melani
Jadi, kalau medianya adalah televisi dan radio, KPI bisa meminta agar lembaga penyiaran berhati-hati. Misalnya dengan turut menghadirkan seorang ahli yang bisa menjawab teori dr. Lois. Ini yang tidak bisa di lakukan di channel YouTube atau podcast.
Di YouTube, video tentang dr. Lois lebih banyak lagi ditemukan. Tapi di dunia internet tidak ada lembaga yang bisa mengatur konten yang disajikan.
Sehingga pertanyannya adalah, apakah memang tidak ada yang bisa dilakukan?
Polisi sudah memanggil dr. Lois. Tapi nampaknya tidak ada pasal hukum yang cukup kuat untuk bisa memperkarakan dia.
CSW sudah mempelajari isi UU ITE, UU Peraturan Pidana, dan UU Wabah Penyakit Menular. DI UU ITE, yang dilarang adalah menyiarkan kabar bohong yang dapat merugikan konsumen dalam transaksi elektronik.
Jadi menyebarkan kabar bohong memang dilarang. Tapi kalau dr. Lois dianggap menyebarkan kabar bohong, tetap saja dia tidak bisa diancam hukuman. Soalnya, kebohongan yang dia sampaikan bukanlah yang MERUGIKAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK.
Kemudian, kalau dilihat dari UU Peraturan Pidana, memang ada juga pasal yang melarang penyebaran kebohongan. Tapi yang dilarang adalah kabar bohong yang DENGAN SENGAJA DILAKUKAN UNTUK MENERBITKAN KEONARAN di kalangan masyarakat.
Dalam hal ini, harus dibuktikan apakah niat dr. Lois adalah menerbitkan keonaran, atau sekadar bicara tentang teori yang dia yakini.
Begitu juga dengan UU Wabah Penyakit Menular. Yang dilarang adalah tindakan yang DENGAN SENGAJA DILAKUKAN UNTUK MENGHALANGI PELAKSANAAN PENANGGULANGAN WABAH.
Jadi juga harus dibuktikan apakah dr. Lois berusaha menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, atau sekadar menyatakan pandangannya.
Kami di CSW tidak setuju dengan pandangan-pandangan dr. Lois. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, tidak mudah begitu saja melarang atau menghukum dr. Lois karena pendapat yang disampaikannya.
Pandangan dr. Lois mungkin berbeda dengan umumnya pendapat dokter atau ahli kesehatan. Namun, dia tetap berhak untuk menyampaikannya kepada publik.
Kami di CSW percaya pada prinsip kebebasan berpendapat di Indonesia. Hanya saja, kadang-kadang dalam negara demokratis, kita terpaksa harus bersedia mendengarkan pendapat yang tidak sejalan dengan apa yang kita yakini.
Kalau tidak setuju dengan dr. Lois, ya bantah saja. Kalau tidak setuju dengan dr. Lois, ya tidak usah disaksikan wawancara dengannya. Kita terus dukung demokrasi.