Jakarta, CSW – Nama Mirna Salihin kembali lagi nih, ke ingatan masyarakat. Mirna ini yang dulu seorang sosialita cantik yang tujuh tahun lalu tewas terbunuh. Pengadilan memutuskan kalau Mirna terbukti dibunuh oleh kawannya bernama Jessica Wongso.
Sekarang keputusan pengadilan dipertanyakan. Ada anggapan bahwa Jessica sebenarnya hanyalah korban. Dia dianggap bukan pembunuh kalaupun sekarang harus mendekam di penjara selama 20 tahun.
Keraguan itu muncul gara-gara kisah Mirna dan Jessica ini diangkat menjadi film dokumenter oleh seorang sutradara terkemuka Rob Sixsmith Film berjudul ‘Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso’ ini tayang di Netflix sejak 28 September lalu.
Sixsmith berusaha menggambarkan ulang apa yang terjadi. Untuk itu ia melakukan wawancara dengan Jessica, pengacara Jessica, ayah Mirna, saudara kembar Mirna, dan jurnalis yang mendalami kasus itu.
Ada pula wawancara dengan Otto Hasibuan, pengacara yang membela Jessica. Kalau dilihat isi filmnya, memang sangat mungkin penonton akan mempertanyakan, apakah hakim sudah adil menghakimi Jessica. Di sinilah kekuatan media.
Kita sebagai masyarakat sangat bergantung pada media massa. Kita tidak mengalami atau melihat langsung apa yang sesungguhnya terjadi. Pada 2016 lalu, masyarakat memang bisa menyaksikan siaran langsung persidangan Jessica.
Rangkaian persidangan kasus ini berjalan begitu lama, sampai 10 bulan lamanya, dengan total 32x sesi persidangan. Pada saat itu pun sudah ada talkshow-talkshow di berbagai stasiun televisi yang membahas skandal ini.
Tapi sebetulnya informasi yang kita peroleh, hanya bersifat sepotong-sepotong. Ketika akhirnya, hakim memutuskan bahwa Jessica bersalah, sebagian dari kita mungkin juga sudah bertanya-tanya.
Kini Sixsmith berusaha menata ulang penggalan-penggalan itu dalam sebuah film dokumenter. Dia memang dikenal sebagai sutradara handal untuk film dokumenter. Ada sejumlah filmnya yang juga tayang di Netflix.
Antara lain film dokumenter tentang pelacakan pembunuh bersiri di Korea Selatan. Sixmisth rupanya melihat kisah Jessica ini sangat dramatis. Dan dia seperti ingin mengingatkan kalau banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab.
Salah satunya adalah soal bagaimana Mirna dibunuh sama Jessica. Selama ini publik hanya tahu bahwa Mirna meningggal setelah diracun dengan sianida yang diletakkan ke dalam kopinya, dalam pertemuan denga kawan-kawannya.
Jessica dianggap sebagai orang yang membubuhkan sianida yang mematikan itu. Film ini mempertanyakan, apa bukti bahwa Mirna dibunuh dengan sianida? Misalnya saja, diungkapkan bahwa dalam otopsi awal tidak ditemukan sianida dalam tubuh Mirna.
Hasil pemeriksaan pada hari ketiga sesudah kematian menunjukkan memang ada sianida di lambung Mirna , tapi dosisnya sangat kecil sehingga nggak mungkin mematikan. Wajah Mirna pun berubah menjadi biru setelah meninggal, padahal korban sianida seharusnya memerah
Pengadilan juga tidak pernah bisa membuktikan kalau Jessica memasukkan sianida Ada pula kejanggalan waktu wawancara dengan Sixsmith dengan Jessica dihentikan oleh petugas lapas,
Begitu juga dimunculkan ahli psikologi forensik, Reza Indragiri, yang juga menunjukkan kejanggalan lain. Dia bilang, dia meragukan tuduhan bahwa Jessice bersalah. Menurutnya jarang sekali ada kasus pembunuhan dengan menggunakan racun sianida semacam itu di mana pelaku berada di tempat pembunuhan.
Dia mengaku sempat diberi uang oleh pihak yang mungkin tidak senang dengan pandangan-pendangannya soal Jessica. Uang itu langsung diserahkannya ke KPK. Tapi Reza menduga uang itu diberikan agar dia tutup mulut.
Film ini memang dengan segera meledak, dan dibicarakan di mana-mana. Viral banget lah! Keraguan tentang keputusan pengadilan ramai dilontarkan. Dan salah satu bagian dari film ini yang membuat banyak penonton bersimpati pada Jessica adalah tampilan ayah Mirna, Edi Darmawan.
Gaya Edi memang terkesan sombong. Dia membawa pistol ke mana-mana. Dan dengan sangat yakin dia mengatakan dia percaya sejuta persen bahwa Jessica memang bersalah. Dia juga yang mengatakan, Jessica itu setan.
Karena itulah mungkin banyak penonton yang meragukan keadilan vonis terhadap Jessica. Seperti saya katakan, ini menunjukkan kekuatan media. Penonton menjadi percaya bahwa banyak kejanggalan dalam pengadilan, karena apa yang disampaikan Sixsmith.
Sixsmith memang menyajikan kisah Jessica dan Mirna ini dalam format film dockmenter. Bukan film fiksi. Karena itu penonton akan lebih percaya bahwa apa yang ditampilkan benar-benar apa yang terjadi,
Padahal dalam ilmu komunikasi, ada yang namanya framing. Sixmsith dalam hal ini membuat framing, yaitu membingkai peristiwa dalam cara tertentu seperti yang dia inginkan. Dia tidak menampilkan fakta apa adanya.
Dia memilah-milah, menseleksi, menonjolkan apa yang dia anggap penting, dan membuang apa yang dianggapnya tidak penting. Nampaknya, sang sutradara sudah bersikap meragukan keputusan pengadilan.
Dia berpihak sama Jessica. Karena itulah dia berusaha membuat penonton tiba-tiba punya kesimpulan yang sama. Yang menarik setelah film ini ramai dibicarakan, muncullah Deddy Corbuzier yang menentang teori bahwa Jessica tidak bersalah.
Dia mengangkatnya melalui postingan di Instagramnya dan juga di podcastnya, melalui wawancara dengan sejumlah narasumber penting. Di Instagramnya, dia menyebut kemungkinan bahwa Jessica adalah psikopat.
Dia juga menampilkan mewawancara dengan narasumber yang meneguhkan pendangannya. Deddy misalnya mengundang Prof Eddy Hiariej yang pernah menjadi saksi ahli hukum pidana dalam kasus Mirna.
Dia mengatakan dia sangat berhati-hati mempelajari berbagai bukti yang tersedia. Dan setelah mempelajari secara seksama, Eddy sepenuhnya percaya Jessica bersalah. Dia membantah apa yang disebut sebagai rangkaian kejanggalan yang disebut dalam film Netflix itu.
Dia misalnya menunjukkan ada kok sianida ditemukan dalam lambung Mirna. Menurutnya wajah Mirna juga ditemukan dalam keadaan memerah, bukan membiru. Dia juga mengatakan bahwa pembuktian bahwa Jessica bersalah nggak harus ditentukan oleh ada tidaknya rekaman video yang menunjukkan dia memang menuang sianida ke cangkir kopi Mirna.
Bahkan dalam wawancara itu, diungkapkan fakta-fakta bahwa Jessica sebenarnya memiliki penyakit mental dan sudah mempelajari cara membunuh lewat sianida ketika dia masih di Australia.
Dia bahkan pernah mengancam akan membunuh atasannya. Jadi kini pun ada dua versi yang berseberangan: versi Netflix atau versi Deddy? Kita sebagai masyarakat tentu bisa menilai sendiri.
Tapi yang terpenting masyarakat itu perlu sadar, kalau apa yang disajikan di Netflix dan juga di podcast Deddy bukanlah kebenaran apa adanya. Di situ ada framing. Kita juga harus secara kritis menseleksinya.