Jakarta, CSW – Tanggal 7 Februari tahun ini, Nahdlatul Ulama atau NU genap berusia 100 tahun. Satu abad! Selamat ulangtahun ya untuk semua warga NU. Sebagai warga Indonesia, kami sangat bahagia dan bangga dengan NU.
Kalau nggak ada NU, mungkin Indonesia sudah bernasib sama dengan banyak negara Islam di dunia yang penuh konflik dan peperangan. NU adalah LSM, sebuah NGO terbesar di Indonesia.
NU menjadi pemersatu bangsa. NU mengajarkan nilai-nilai persaudaraan dalam bangsa yang membuat kita tidak bermusuhan. Ini menjadi penting dalam kondisi Indonesia saat ini.
Di negara kita, selalu saja ada kelompok-kelompok yang ingin menyebarkan kecurigaan dan kebencian dengan menggunakan nama Islam. Mereka ini ingin menguasai Indonesia . Untunglah ada NU.
NU mengajarkan cara pandang yang bisa mementahkan usaha adu domba itu. Saya ingin menyebut tiga kampanye NU yang sangat relevan untuk keselamatan Indonesia. Pertama-tama, sikap NU untuk tidak menggunakan sebutan kafir kepada nonmuslim.
Ini bukan sekadar pernyataan seorang ulama atau kyai. Ini adalah keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU tahun 2019. Jadi ini adalah sebuah sikap resmi NU.
Ini penting karena saat ini kita mudah sekali mendengar orang yang mengkafir-kafirkan nonmuslim, bahkan juga mengkafirkan muslim. Mereka yang suka mengkafirkan nonmuslim ini memang seperti membuat garis pemisah yang tegas antara muslim dan nonmuslim.
Mereka bilang, yang menyebut nonmuslim kafir adalah Al Quran sendiri. Inilah yang dibantah NU. NU menganggap yang disebut kaum kafir adalah orang jahat yang memusuhi Islam.
Seorang pemeluk Kristen yang tidak memusuhi Islam tidak bisa disebut kafir. Menurut NU, menyebut nonmuslim sebagai kafir akan menyakiti umat nonIslam. Sikap NU ini penting karena di dalam NU berkumpul para ulama dengan pengetahuan keislaman yang mendalam.
Jadi bukan sekadar kumpulan ustad kaleng-kaleng. Pendapat NU ini juga akan diikuti oleh jutaan warga NU di seluruh Indonesia. Karena itu sikap NU ini sangat penting bagi Indonesia.
Hal kedua yang penting dari NU adalah konsepsinya tentang Islam Nusantara. Di luar NU, banyak ulama yang percaya Islam itu seharusnya satu, tunggal. Mereka percaya bahwa seharusnya Islam tidak beragam.
Yang dijadikan model ideal biasanya adalah Islam seperti yang dijalankan di tanah Arab. Sebagian bahkan percaya bahwa muslim dunia harus mengikuti perilaku orang Islam di masa Nabi Muhammad dan para sahabat.
Mereka percaya bahwa hal-hal yang tidak dilakukan di masa Nabi hidup adalah bid’ah yang harus dihindari. Dalam cara pandang itu, Islam menjadi sangat kaku. Inilah yang diubah oleh konsep Islam Nusantara.
Menurut NU, Islam justru harus berpijak pada bumi nusantara. Dan ini ada kaitannya dengan bagaimana Islam masuk ke Indonesia. Islam menyebar di Indonesia melalui jalur kebudayaan.
Islam diterima masyarakat di Nusantara karena Islam disesuaikan dengan budaya setempat. Islam masuk ke Indonesia bukan dengan menghancurkan budaya yang ada.v Islam justru melebur dengan budaya tradisional yang sudah hidup di Indonesia.
Dengan cara itulah Islam masuk, diterima, bertahan, dan berkembang di Indonesia. Karena itulah Islam di Indonesia mengakui tahlilan, berziarah ke kubur, sekatenan, halal bi halal atau Mauludan.
Hal-hal semacam itu tidak dikenal atau ditolak di tanah Arab. Cara berpakaian Islam Nusantara juga berbeda dengan kaum muslim di negara lain. Lagu-lagu, tarian, cara melafal Quran di Indonesia pun berbeda dengan dunia Islam lain.
Begitu juga dengan fiqih atau hukum Islam. Hukum Islam di Indonesia tidak sekadar hitam-putih, boleh-tidak boleh. Islam Nusantara sangat mentoleransi keberagaman.
Karena itulah untuk dunia Islam saat ini yang diancam oleh kelompok-kelompok ekstrem dan eksklusif, Islam Nusantara jauh lebih relevan untuk berkembang. Banyak tokoh yang menyatakan Islam Nusantara bisa menjadi teladan bagi negara-negara lain.
Bahkan ada yang mengatakan, Islam Nusantara akan menjadi daerah paling cerah dalam dunia Islam. Saya rasa ini tidak berlebihan. Islam Nusantara ala NU akan membawa pesan-pesan perdamaian, bukan permusuhan.
Yang terakhir adalah soal penolakan NU terhadap Wahabi. Wahabi adalah sebuah gerakan yang diimpor dari Arab Saudi. Pada intinya gerakan ini berusaha melakukan pemurnian Islam.
Mereka berusaha menghabisi paham-paham islam yang menurut mereka tidak sesuai dengan Al Quran dan Sunnah. Tapi cara pandang mereka sangat sempit. Mereka merujuk pada ajaran ulama besar-besar mereka Muhammad bin Abdul Wahab.
Ajaran yang tidak sesuai akan mereka hancurkan. Mereka bahkan menghalalkan cara-cara kekerasan. Karena itulah banyak pihak melihat terorisme atas nama Islam yang dilakukan di abad terakhir, seperti ISIS dan Al Qaeda, terinspirasi oleh Wahabi.
Di Indonesia, kelompok yang berdiri paling depan melawan Wahabi adalah NU. Akhir tahun lalu, Lembaga Dakwah PBNU, meminta pemerintah melarang penyebaran Wahabisme. Belakangan PB NU mengoreksi sikap LDNU itu.
Menurut pimpinan NU, yang harus dilarang bukanlah semua paham wahabi, melainkan Wahabi yang gemar mengkafir-kafirkan mereka yang tidak sejalan. Sikap PBNU itu mungkin sekali dilakukan agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan dengan sejumlah organisasi yang menganut paham Wahabi.
Tapi itu lagi-lagi menunjukkan betapa NU selalu berusaha bersikap moderat. Mereka memperjuangkan jalan perdamaian, bukan permusuhan. Jadi, rasanya tidak berlebihan kalau dikatakan NU adalah salah satu kekuatan yang menyelamatkan Indonesia.
Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun ke 100, NU. Kami doakan yang terbaik buat saudara-saudaraku.