Jakarta, PIS – NU kayaknya sedang all out melawan kekuatan-kekuatan yang mengancam NKRI. Kita mendengar bagaimana NU berada di garis terdepan melawan kaum radikal. Beberapa hari yang lalu, NU meminta pemerintah melarang penyebaran paham Wahabi dalam hasil Rakernas Lembaga Dakwah Pengurus Besar NU,
NU meminta pemerintah menetapkan regulasi yang menetapkan bahwa paham Wahabi terlarang karena bertentangan dengan NKRI Ini penting karena ajaran para penganut Wahabi selama ini memang sering mengkafir-kafirkan orang lain.
Paham Wahabi juga menganggap Indonesia harus berlandaskan syariah, bukan Pancasila Sebelumnya Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyatakan akan melawan siapapun yang menggunakan politik identitas dalam Pemilu 2024.
Menurut Yahya, gaya politik bernuansa SARA harus hilang dalam Pemilu 2024. Dari Surabaya, kita juga mendengar NU menolak acara Festival Hijrah. Acara ini dibuat oleh para artis hijrah seperti Arie Untung dkk. Sementara itu di Lubuklinggau, Sumatra Selatan, NU menolak ustadz Khalid Basalamah untuk berceramah.
NU menganggap kedatangan Khalid lebih banyak membawa mudharat daripada manfaat. Ini semua menunjukkan PBNU adalah bagian dari civil society sejati. Yaitu, civil society yang mendukung tumbuhnya demokrasi yang sehat.
NU mendukung demokrasi yang lebih rasional dan mendukung nilai-nilai kebangsaan. NU mendukung demokrasi yang akan memperkuat persatuan, bukan yang malah memecah belah warga.
Tampaknya, NU melihat ada indikasi perilaku negatif dari kalangan tertentu. Misalnya saja penggunaan politik identitas. Politik identitas mengeksploitasi perbedaan SARA semata untuk kepentingan politik.
Ini ditolak NU. Apalagi tren politik nasional sedang menghangat. Ini adalah tahun-tahun politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Politik identitas rawan dimainkan oleh pihak-pihak tertentu.
Gus Yahya mengatakan, PBNU akan melawan politik identitas. Hal itu ditegaskan Gus Yahya setelah apel nasional Hari Santri 2022. Ia bicara di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 22 Oktober.
Dia juga sangat tidak setuju dengan mereka yang terlihat berupaya memperalat agama sebagai senjata politik yang bisa memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Permintaan NU agar Wahabi dilarang juga memiliki semangat melindungi Indonesia.
Ketua PBNU Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrurrozi, menyebut Wahabi yang dimaksud adalah Wahabi Salafi garis keras yang takfiri. Wahabi Salafi garis keras suka mengkafirkan kelompok-kelompok lain.
Padahal kelompok lain itu seagama, sama-sama Islam. Pengkafiran itu juga terjadi hanya karena perbedaan pandangan atau perbedaan penafsiran terhadap dalil. Rekomendasi ini bertujuan agar masyarakat bisa hidup berdampingan satu sama lain.
Menurut Fahrurrozi, Wahabi Takfiri, menjadi awal gerakan radikal ISIS. Mereka menganut paham kawan atau lawan terhadap kelompok lain. Mereka nggak mau menerima perbedaan pandangan.
Mereka nggak mau mengakui kebenaran di pihak lain di luar kelompoknya. NU sedari dulu sadar, paham Wahabi Takfiri bisa memecah belah umat Islam. PBNU memegang teguh prinsip dakwah Islam yang ramah.
Yaitu, mengedepankan sikap moderat dan toleransi. Sikap kasar, arogan, keras kepala, dan buruk sangka terhadap sesama umat Islam mesti dihindari. Apalagi melakukan pengkafiran kepada saudara seiman.
Terakhir, Menteri Agama Yaqut Cholil Choumas diserang di media sosial. karena, Gus Yaqut menyebut Islam sebagai agama pendatang di Indonesia. Dan dituding sebagian netizen sebagai menista agama.
Padahal Gus Yaqut cuma bicara dalam konteks sosiologis dan historis. Menurut Rizieq Shihab, Islam datang dari langit, dari Allah. Islam tentu saja berasal dari Allah. Tapi secara historis, Islam memang datang dari Arab.
Islam memang bukan agama asli Nusantara. Sebelum datangnya Islam, di Nusantara sudah ada agama-agama lokal. Gus Yaqut jelas tidak sedang melecehkan Islam sebagai agama orang Arab.
Berbicara jujur semacam itu memang punya risiko. Namun NU sebagai civil society yang besar dan berakar tidak boleh mundur. Yuk kita dukung NU dalam menegakkan demokrasi yang sehat di Indonesia.