20 MEI, DEADLINE CABUT BAIAT BAGI PENDUKUNG NII

321

Jakarta, CSW – Tanggal 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional, kita semua tahu itu. Tetapi tanggal 20 Mei itu juga punya makna istimewa lain. Ini terkait dengan gerakan radikal NII atau Negara Islam Indonesia. Jaringan para pendukung NII yang meluas belum lama ini telah terbongkar di daerah Sumatra Barat. Salah satu rencana NII adalah melengserkan pemerintah Indonesia, yang saat ini dipimpin Presiden Joko Widodo, sebelum Pemilu 2024. Rencana itu diketahui berdasar keterangan dari tersangka, serta barang bukti yang ditemukan di lokasi penangkapan.

Merespons seriusnya ancaman NII, pihak kepolisian tidak mau bertindak setengah-setengah. Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa, telah menetapkan tanggal 20 Mei sebagai deadline atau batas waktu terakhir pertobatan anggota NII. Anggota NII harus mencabut baiat atau sumpah setia mereka pada NII, dan kembali ke pangkuan NKRI. Tindakan tegas secara hukum akan diberlakukan pada mereka yang ngotot tetap mendukung NII.

Seruan Kapolda Sumbar yang tegas itu ternyata berbuah positif. Sebelum 20 Mei, berbondong-bondong anggota NII telah mencabut baiatnya. Kapolda Sumbar pada 12 Mei lalu mengumumkan, jumlah warga Sumbar yang mencabut baiat NII sudah mencapai 1.157 orang. Sebelumnya ada 1.125 orang yang cabut baiat. Jadi, ada penambahan sebanyak 32 orang. Sebelum 12 Mei, ada 391 anggota NII di Kabupaten Dharmasraya dan 518 anggota di Kabupaten Tanah Datar yang mencabut baiat. Teddy mengatakan, dari 1.157 orang itu, 16 di antaranya telah dilakukan penangkapan oleh Densus 88 Antiteror.

Teddy menghadiri langsung prosesi pencabutan baiat massal, serta pengucapan sumpah setia jilid III kepada NKRI. Prosesi itu dilakukan di Aula Kantor Bupati Lima puluh Kota, Kamis, 12 Mei 2022. Teddy juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk seluruh anggota NII yang telah bertobat. Yakni, mereka yang telah sadar dan tanpa dipaksa menyatakan kesetiaannya kembali kepada NKRI.

Teddy berharap, sebelum batas waktu 20 Mei, seluruh anggota NII di Sumbar telah mencabut baiat. Kepada mereka yang telah kembali ke NKRI, nantinya akan dilakukan pembinaan dan pengawasan secara bersama-sama dengan pihak terkait. Menurut Teddy, tugas para pemangku kepentingan tidak selesai sampai di sini. Mereka tetap memiliki tanggung jawab moral. Mereka harus menjadi garda terdepan dalam mencegah dan menangkal segala bentuk paham radikal. Yaitu, paham-paham yang merongrong Pancasila dan mengganggu keutuhan NKRI.

Langkah Kapolda Sumbar itu mendapat dukungan dari sejumlah advokat. Para advokat ini tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara atau Perekat Nusantara. Dukungan disuarakan oleh Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, di Jakarta. Mereka mengapresiasi langkah Densus 88 Antiteror Mabes Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT. Perekat Nusantara juga memuji langkah pemerintah daerah dalam menangani jaringan NII di Sumatra Barat. Langkah persuasif dan tegas Densus 88, BNPT, dan pemda setempat terbukti efektif.

Langkah ini telah meyakinkan ratusan anggota NII, untuk mencabut baiat dan berikrar kembali ke NKRI. Petrus mengatakan, Densus 88, BNPT dan pemerintah perlu melakukan berbagai langkah, untuk memberantas terorisme dan radikalisme di Indonesia. Langkah ini beragam, mulai dari soft approach hingga hard approach. Yang terpenting, kata Petrus, radikalisme dan terorisme tidak boleh ada dan tidak boleh diberi ruang di NKRI. Menurut Petrus, radikalisme dan terorisme itu ancaman nyata, yang bisa menghancurkan NKRI.

Oleh karena itu, semua pihak harus bersatu untuk memberantasnya. Caranya, dengan mendukung upaya-upaya yang dilakukan Densus 88, BNPT dan jajaran pemerintahan. Dukungan para advokat dan pihak-pihak lain sangat penting. Hal ini karena kelompok NII bukan cuma di Sumbar, tetapi telah tersebar di Indonesia. Pendukung NII juga terdapat, antara lain di Jakarta, Tangerang, Jawa Barat, Bali, Sulawesi, dan Maluku. Hal itu diungkap Kepala Bagian Bantuan Operasi, Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar.

Pada Kamis, 12 Mei lalu, di Garut, Jawa Barat juga dilangsungkan pengadilan terhadap tiga pentolan NII. Tiga Jenderal NII, yaitu Jajang Koswara, Sodikin, dan Ujar, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Garut. Jaksa membacakan tuntutan dengan ancaman hukuman berbeda-beda kepada trio Jenderal NII tersebut. Mereka diadili terkait penyebaran konten propaganda di YouTube. Jajang Koswara dan Sodikin dituntut dengan hukuman tertinggi, yakni lima tahun penjara.

Sedangkan Ujar, karena hanya dipakai rumahnya saja untuk penyebaran konten, dituntut dua tahun. Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan, saat ini strategi dan pola gerakan jaringan NII telah berubah. Dulu, pola gerakan NII menggunakan kontak senjata dan berusaha menguasai wilayah. Tetapi saat ini jaringan NII lebih menggunakan pendekatan hati dan pemikiran. Justru karena perubahan strategi itulah, NII menjadi lebih berbahaya dan lebih sulit ditumpas. Maka kewaspadaan tidak boleh dikendorkan. Mari kita jaga NKRI dari ancaman gerakan radikal dan terorisme.