Jakarta, CSW – Saat ini POLRI rupanya sedang jadi sasaran tembak Mungkin karena kasus Ferdi Sambo mencoreng wajah polisi, tiba-tiba saja banyak pihak yang merasa nyaman menyudutkan polisi.
Ini misalnya yang terasa terkait peretasan akun 24 karyawan dan mantan karyawan Narasi TV Narasi TV sendiri adalah kanal Youtube yang didirikan oleh Najwa Shihab. Dari 23 sampai 26 September lalu, terjadi peretasan terhadap akun-akun para kru Narasi TV.
Sampai sekarang, belum jelas siapa pelaku peretasan. Namun, sayangnya ada saja pihak-pihak yang langsung menuduh bahwa pelakunya adalah pihak kepolisian. Ini misalnya dilakukan Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia.
Usman menilai, tidak mungkin peretasan dilakukan sekelompok hacker swasta. Usman meminta Polri mengusut dugaan, bahwa pejabat atau anggota polisi meretas data Najwa Shihab dan karyawan Narasi TV.
Menurut Usman, peretasan itu harus menjadi perhatian khusus Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kalau kepolisian tidak proaktif dalam kasus ini, kecurigaan publik kepada polisi akan semakin tinggi, kata Usman.
Dari mana Usman bisa mengambil kesimpulan itu? Tak ada penjelasan. Najwa Shihab baru-baru ini memang membuat pernyataan di media sosial, terkait kasus Ferdi Sambo dan penembakan Brigadir J yang heboh di media.
Najwa bilang, jika yakin di pihak yang benar, publik jangan mau ditakut-takuti polisi. Ucapan Najwa ini dianggap bukan cuma menyerang oknum polisi tetapi sudah menyerang lembaga kepolisian.
Tapi fakta ini tentu saja tidak bisa danggap sebagai bukti bahwa penyerang kru Narasi TV adalah kepolisian. Lagipula, apa sih alasan yang bisa mendorong polisi sampai harus meretas akun Narasi TV?
Masak sih polisi ngambek dengan serangan Najwa terus membalas dengan meretas akun narasi tim Najwa? Jadi tuduhan Usman Hamid ini tentu saja tidak berdasar. Saat ini pelaku peretasan bisa siapapun.
Bisa pesaing bisnis Narasi TV, bisa saja hacker professional seperti Bjorka, atau bisa siapapun. Kepala Newsroom Narasi TV sendiri, Laban Laisila, tidak berani buru-buru menuduh.
Kata Laban, yang diserang bukan cuma akun awak redaksi, tetapi juga akun karyawan bagian keuangan dan Human Capital. Aplikasi yang paling banyak diretas ialah akun Telegram.
Lalu Instagram, Facebook, dan Twitter. Narasi TV kini mencoba mengamankan atau menguasai kembali sejumlah alat komunikasi yang diretas. Laban mengungkapkan, penyebab serangan peretas terhadap Narasi TV belum jelas.
Karena itu, ia tidak berani menyimpulkan apakah serangan peretasan ini berkaitan dengan pernyataan Najwa, atau karena karya jurnalistik lain yang Narasi siarkan. Terlepas dari motif pihak peretas yang tidak diketahui, Laban meyakini, peretasan itu dilakukan secara sistematis.
Tim Narasi menemukan, alat peretasan teridentifikasi sebagai perangkat yang sama. Si peretas itu menggunakan Android, Xiaomi Redmi 8, dan ada yang pakai Windows, Chrome. Bagaimanapun, Laban menganggap peretasan ini merupakan upaya pembungkaman terhadap kerja jurnalistik.
Kecaman juga datang dari Aliansi Jurnalis Independen atau AJI. AJI mencatat, serangan ke Narasi TV ini adalah peretasan massal terbesar pertama, yang pernah dialami jurnalis Indonesia.
AJI menilai ini sebagai serangan terhadap kebebasan pers dan publik. Jadi ini serangan yang berlapis, ujar Ketua Umum AJI Sasmito Madrim. Karena, ketika jurnalis perusahaan media diserang, informasi yang seharusnya didistribusikan ke publik jadi terhambat.
Sasmito menegaskan, kepolisian mesti segera mengusut tuntas kasus ini, meski tanpa laporan sekalipun. Menurut Sasmito, teknologi dan kapasitas aparat penegak hukum, untuk mengungkap kasus semacam ini mestinya tak perlu diragukan lagi.
Pandangan Laban dan AJI ini tentu lebih bijaksana daripada yang dikatakan Usman Hamid. Kita memang patut prihatin atas kasus peretasan ke akun kru Narasi TV. Namun sebaiknya kita menghindari spekulasi liar tentang pelaku.
Apalagi langsung menuding polisi sebagai pelaku. Tidak ada indikasi sedikit pun yang menunjukkan bahwa di belakang serangan ini ada polisi. Lagipula, saat ini, ada banyak pihak yang memiliki kemampuan teknologi informasi yang bisa melakukan peretasan ini.
Belum lama ini, akun Cokro TV juga diretas sehingga tak bisa diaktifkan. Cokro TV tak menuduh siapa-siapa karena tak punya bukti. Cokro Tv tak menuduh musuh Cokro sebagai dalang serangan. Ayo kita dukung kebebasan pers Indonesia, dari ancaman peretasan atau gangguan apapun.