Jakarta, CSW – Ada banyak manfaat, jika seseorang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, orang dewasa lanjut usia, yang berbicara lebih dari satu bahasa, memiliki kemungkinan lebih kecil terkena demensia.
Selain itu, otak dwibahasa menjadi lebih baik dalam menyaring gangguan (distraksi). Mempelajari berbagai bahasa juga meningkatkan kreativitas. Bukti juga menunjukkan, belajar bahasa berikutnya akan lebih mudah daripada belajar bahasa asing pertama.
Hal itu diungkapkan Amy Thompson, Associate Professor Linguistik Terapan, di University of South Florida, Amerika.
Sayangnya, tidak semua universitas menganggap belajar bahasa asing sebagai investasi yang berharga.
Mengapa studi bahasa asing penting di tingkat universitas?
Sebagai ahli bahasa terapan, Amy Thompson melihat, bagaimana mempelajari banyak bahasa dapat memberi manfaat kognitif dan emosional. Salah satu manfaat yang tidak banyak disadari adalah bahwa pembelajaran bahasa akan meningkatkan toleransi.
Ini terjadi lewat dua cara penting. Yang pertama, adalah membuka mata seseorang terhadap cara melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dari cara mereka sendiri, yang disebut “kompetensi budaya”.
Yang kedua, terkait dengan tingkat kenyamanan seseorang ketika berhadapan dengan situasi asing, atau “toleransi ambiguitas.”
Pemahaman Lintas Budaya
Kompetensi budaya adalah kunci untuk berkembang di dunia kita yang semakin mengglobal. Bagaimana secara spesifik pembelajaran bahasa meningkatkan kompetensi budaya? Jawabannya dapat dijelaskan dengan mencermati berbagai jenis kecerdasan.
Hasil penelitian psikolog Robert Sternberg tentang kecerdasan mengungkapkan, ada berbagai jenis kecerdasan dan bagaimana kecerdasan-kecerdasan itu terkait dengan pembelajaran bahasa orang dewasa.
Apa yang disebut Sternberg sebagai “kecerdasan praktis” mirip dengan kecerdasan sosial, karena membantu individu mempelajari informasi noneksplisit dari lingkungan mereka. Ini termasuk gerakan-gerakan yang bermakna atau isyarat sosial lainnya.
Belajar bahasa pasti melibatkan belajar tentang budaya yang berbeda. Siswa mengambil petunjuk tentang budaya, baik di kelas-kelas bahasa maupun melalui pengalaman mendalam yang bermakna.
Peneliti Hanh Thi Nguyen dan Guy Kellogg telah menunjukkan, ketika siswa belajar bahasa lain, mereka mengembangkan cara baru untuk memahami budaya melalui analisis terhadap stereotip-stereotip budaya.
Kedua peneliti ini menjelaskan, “Belajar bahasa kedua melibatkan perolehan, tidak hanya dalam bentuk-bentuk linguistik tetapi juga cara-cara berpikir dan berperilaku.”
Dengan bantuan seorang instruktur, siswa dapat berpikir kritis tentang stereotip-stereotip dari budaya yang berbeda, terkait dengan makanan, penampilan dan gaya percakapan.
Berurusan Dengan yang Tidak Diketahui
Cara kedua pembelajaran bahasa oleh orang dewasa meningkatkan toleransi, terkait dengan tingkat kenyamanan seseorang, ketika berhadapan dengan “toleransi terhadap ambiguitas.”
Seseorang dengan toleransi ambiguitas yang tinggi menemukan bahwa situasi yang tidak biasa itu “menarik,” bukan menakutkan. Penelitian Thompson tentang motivasi, kecemasan, dan keyakinan menunjukkan, pembelajaran bahasa meningkatkan toleransi seseorang terhadap ambiguitas, terutama ketika lebih dari satu bahasa asing terlibat.
Tidak sulit untuk melihat mengapa hal ini bisa terjadi. Percakapan dalam bahasa asing pasti akan melibatkan kata-kata yang tidak dikenal.
Percakapan tidak akan berhasil, jika salah satu pembicara terus-menerus berhenti untuk mengatakan, “Tunggu – saya tidak tahu kata itu. Coba saya cari di kamus.” Mereka yang memiliki toleransi ambiguitas yang tinggi akan merasa nyaman mempertahankan percakapan, meskipun ada kata-kata asing yang terlibat.
Ahli bahasa terapan Jean-Marc Dewaele dan Li Wei juga mempelajari toleransi ambiguitas. Keduanya telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki pengalaman belajar lebih dari satu bahasa asing, dalam pengaturan yang diinstruksikan, memiliki toleransi yang lebih besar terhadap ambiguitas.
Apa yang Berubah Dengan Pemahaman Ini?
Toleransi ambiguitas yang tinggi membawa banyak keuntungan. Ini membantu siswa menjadi kurang cemas dalam interaksi sosial dan dalam pengalaman belajar bahasa berikutnya.
Tidak mengherankan, semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang dengan pembelajaran bahasa, semakin nyaman orang tersebut dengan ambiguitas ini. Dan itu belum semuanya.
Individu dengan tingkat toleransi ambiguitas yang lebih tinggi juga tampak lebih memiliki sifat kewirausahaan (yaitu: lebih optimistis, inovatif, dan tidak keberatan mengambil risiko).
Dalam iklim saat ini, universitas-universitas sering dinilai dari gaji para lulusannya. Mengambil satu langkah lebih jauh, berdasarkan hubungan toleransi ambiguitas dan niat kewirausahaan, peningkatan toleransi ambiguitas dapat menyebabkan gaji yang lebih tinggi bagi para lulusan.
Pembelajaran Bahasa di Perguruan Tinggi
Sebagian besar universitas di Amerika memiliki persyaratan bahasa minimal, yang seringkali bervariasi tergantung pada jurusan si mahasiswa. Namun, mahasiswa biasanya dapat memilih keluar dari persyaratan itu dengan mengikuti tes penempatan, atau memberikan beberapa bukti kompetensi lainnya.
Berbeda dengan tren ini, Princeton belum lama ini mengumumkan bahwa semua mahasiswa, terlepas dari kompetensi mereka saat memasuki universitas, akan diminta untuk mempelajari bahasa tambahan.
Thompson berpendapat, lebih banyak universitas harus mengikuti jejak Princeton, karena studi bahasa di tingkat universitas dapat mengarah pada peningkatan toleransi terhadap norma-norma budaya yang berbeda, yang diwakili dalam masyarakat Amerika.
Hal itu sangat dibutuhkan dalam iklim politik saat ini, dengan gelombang kejahatan kebencian, yang menyapu kampus-kampus universitas di Amerika secara nasional.
Pengetahuan tentang berbagai bahasa juga sangat penting untuk menjadi warga dunia.
Seperti yang dicatat oleh mantan Menteri Pendidikan Arne Duncan, “Negara kita perlu menciptakan masa depan, di mana semua orang Amerika memahami bahwa dengan berbicara lebih dari satu bahasa, mereka memungkinkan negara kita untuk bersaing dengan sukses dan bekerja sama dengan mitra di seluruh dunia.”