Jakarta, CSW – Kadang- kadang media nih bikin judul suka nggak akurat, dan itu kan bisa merugikan pihak yang diberitakan. Contohnya ni terjadi di kasus pemberitaan tentang Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pada 22 Agustus lalu, nama PSI diberitakan banyak media. Saya kutip ya sejumlah judul media online. Judul di Tribun Pekanbaru bunyinya: “PSI Batalkan Dukungan ke Ganjar, Bakal Dukung Capres Lain, Tapi Serap Dulu Aspirasi Masyarakat”
Judul Republika bunyinya: “PSI Batalkan Dukungan untuk Ganjar, Grace: Ojo Kesusu Dukung Capres” Terus ada lagi, Kompas menulis judul: “PSI Resmi Batal Dukung Ganjar Capres, Akan Serap Ulang Aspirasi Rakyat”
Sementara KataData menulis: “PSI Batal Dukung Ganjar di Pilpres, Singgung Deklarasi Tak Dianggap”. Sebenernya sih nggak sepenuhnya salah, judul-judul itu nggak akurat, dan sangat mungkin menimbulkan penafsiran keliru.
Kata ‘batal’ di sana mengesankan PSI tidak jadi mendukung Ganjar Pranowo. Padahal yang sebenarnya terjadi nih. PSI untuk sementara menahan diri dalam hal dukung-mendukung Capres.
PSI sedang meninjau ulang, tapi itu kan tidak berarti ‘batal’. Apalagi kalau ditambahkan kalimat seperti: “Bakal Dukung Capres Lain”. Atau “Resmi Batal Dukung Ganjar Capres”. Ini tu kesannya kayak PSI sudah mengambil keputusan final.
Kita analogikan seperti ini misalnya, kalau saya mau membeli mobil, sebenarnya sudah fix berniat membelinya, dan sudah menyatakan akan membelinya. Tapi si penjual ternyata terlihat enggan menjual mobilnya dengan harga yang semula ditentukan.
Kalau itu terjadi, tentu saya juga menyatakan akan meninjau ulang pembelian itu. Ini yang sebenarnya terjadi dalam hubungan antara PSI dengan Ganjar Pranowo. PSI sebenarnya adalah partai pertama yang mendeklarasikan dukungan terhadap Ganjar.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan PSI selama sekitar delapan bulan, PSI di akhir tahun lalu menyatakan dukungan pada Ganjar. Tapi PDIP, yang saat itu belum mencalonkan Ganjar sebagai Presiden, nggak berkenan.
PDIP bahkan meminta PSI menurunkan spanduk-spanduk berisi pencalonan Ganjar. Pada April tahun ini ketika PDIP akhirnya mendeklarasikan nama Ganjar sebagai Capres, PDIP tidak menyertakan PSI dalam koalisi pendukung Ganjar.
PDIP bahkan menyebut PSI tidak mengenal tata krama politik. Keadaan menjadi semakin runyam ketika di Depok, PSI mengkampanyekan Kaesang Pangarep sebagai calon walikota. PDIP pun menolak gagasan itu dan menyatakan pencalonan Kaesang harus diajukan melalui PDIP.
Singkat kata, inisiatif PSI mendukung Ganjar nampaknya tidak diterima oleh PDIP. Karena itulah soal pencalonan Ganjar ini dimasukkan menjadi salah satu topic utama dalam Kopi Darat Nasional (Kopdarnas) PSI 22 Agustus ini.
Dewan Pimpinan Pusat PSI meminta 38 Dewan Pimpinan Wilayah PSI berembuk untuk menentukan pilihan. Pilihan pertama, mendukung Ganjar sebagai Capres. Pilihan kedua, mendukung Prabowo sebagai Capres.
Pilihan ketiga, menjomblo alias nggak memilih siapa-siapa. Ternyata, hasil musyawarah 38 DPW itu tidak mengerucut pada satu suara. Sis Grace Natalie, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, pada acara Kopdarnas itu membacakan sejumlah poin rekomendasi.
Pertama, DPP PSI diminta untuk kembali menyerap aspirasi terkait capres. PSI diminta tidak buru-buru menentukan pilihan. Kedua, PSI diminta untuk memutuskan capres dengan mempertimbangkan faktor siapa cawapres yang akan mendampinginya.
Misalnya saja, PSI ini kan memang mendukung Gibran untuk menjadi Cawapres. Karena itu, kalau Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaan untuk menurunkan batas usia seorang capres dan cawapres, dan Gibran ternyata memang bersedia menjadi cawapres, PSI diharapkan mendukung capres yang didampingi Gibran.
Ketiga, terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang layak didukung sebagai bakal capres 2024. Dalam musyawarah, ada yang menginginkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto hingga tetap menjomblo saja.
Keempat, kriteria utama dalam memilih capres adalah figur yang benar-benar bisa melanjutkan semua yang sudah dibangun dan dikerjakan oleh Presiden Jokowi. Itulah empat hasil musyawarah DPW-DPW PSI.
Anda bisa lihat tidak ada satupun pernyataan PSI batal mendukung Ganjar. Yang ada adalah kesepakatan bahwa PSI harus menyerap kembali aspirasi dari bawah dengan menggunakan sejumlah pertimbangan, dan tidak perlu dilakukan secara terburu-buru.
Logisnya, keputusan PSI baru bisa ditetapkan setelah cawapres ditentukan. Jadi, karena berbagai perkembangan yang terjadi, PSI saat ini belum mengambil keputusan final. Masalahnya, banyak media menggunakan pilihan kata yang salah yang ujung-ujungnya menimbulkan mispersepsi.
Respons terhadap sikap PSI itu jadinya ke mana-mana. Kompas misalnya mengutip pendapat Akhmad Khoirul Umam yang adalah Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs yang menyatakan PSI akan merapat ke Prabowo.
Menurut Umam, PSI hanya berdalih akan menyerap aspirasi dari bawah, tapi sebetulnya kaum elit PSI sudah memutuskan untuk mendukung Prabowo. Ia juga menganggap pembatalan dukungan PSI akan menjadi pukulan tersendiri bagi mesin politik Ganjar Pranowo.
“Pencabutan dukungan PSI bisa menciptakan tekanan psikologis bagi para pendukung Ganjar, yang semula optimistis bisa mengkonsolidasi basis dukungan,” ujarnya. Analisis semacam ini nampak didasari asumsi bahwa PSI memang sudah membatalkan dukungan kepada Ganjar, padahal sebenarnya PSI belum mengambil keputusan.
Media harus lebih berhati-hati dan adil dalam menulis liputan. Media massa sangat diandalkan untuk memberi informasi terkini kepada masyarakat. Tapi kalau pemberitaan tidak akurat, ini bisa merugikan pihak yang diberitakan.