Jakarta, CSW – Di Australia Lebih dari 80 mahasiswa penerima beasiswa Kementerian Agama RI sekarang terlantar. Mereka adalah penerima program Beasiswa MORA 5000 Doktor-LPDP.
Sedihnya berita ini keluar pada waktu peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober lalu..
malu yaa. dan Puluhan mahasiswa, sekarang mengalami kesulitan biaya hidup. Mereka juga nggak bisa fokus belajar.
Karena mereka belum terima-terima dana beasiswa. Merasa nggak diperhatiin nasibnya, mahasiswa pun bikin aksi protes. Mereka serentak dateng ke konsulat Indonesia di seluruh negara bagian Australia.
Mereka ke kota Canberra, Sydney, Melbourne, dan Perth. Tujuannya, untuk mengadukan nasibnya. Sudah hampir sembilan bulan mereka nggak nerima hak-haknya. Imam Malik Riduan, perwakilan mahasiswa, menemui Konsulat Jenderal RI di Sydney.
Imam bilang, mahasiswa dalam kondisi sulit dua tahun terakhir ini. Pada 2021, agenda riset mereka berantakan karena pandemi Covid. Tahun 2022, mereka terpaksa harus kuliah dengan cara part-time, kuliah sambil bekerja.
Ini terpaksa karena pemerintah RI belum mentransfer uang biaya hidup. Padahal biaya hidup dan akomodasi di Australia sudah melangit, biaya meningkat karena krisis global Dan, Kemenag belum mentransfer komponen beasiswa.
Seperti, tunjangan hidup bulanan. yang terutama adalah biaya kuliah. Belum lagi, komponen-komponen lainnya. Seperti, bantuan biaya untuk melakukan riset. biaya keikutsertaan konferensi.
Ditambah lagi, biaya tunjangan keluarga. Terakhir, tunjangan pembelian buku. Madzkur, salah satu penerima beasiswa, mengaku sulit berkonsentrasi belajar. Madzkur adalah Kandidat Doktor di Deakin University.
Kurang lebih 10 bulan ia berjuang dan bekerja. Tujuannya, supaya ia dan keluarga tetap bisa bertahan. Padahal, seharusnya dia fokus belajar untuk mencapai target studi. Kata Madzkur, sebagian mahasiswa di Melbourne dapat peringatan keras dari kampus.
karena mereka menunggak uang kuliah. Tunggakan uang kuliah ini sudah lebih dari satu semester.Karena itu , sebagian mahasiswa harus mengundurkan jadwal ujian kandidasi. Bahkan, ada yang mendapat ancaman pencabutan visa.
Mahasiswa juga sudah berusaha komunikasi ke pengelola beasiswa. Mereka ke Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama atau Diktis. Diktis merespon dengan mengirimkan surat penjelasan.
Surat ditanda tangani secara elektronik oleh Dirjen Pendidikan Islam, Ali Ramdhani. Surat dikirim ke pihak kampus di Australia. Isinya menjelaskan penyebab keterlambatan pembayaran uang kuliah.
Alasannya, ada perubahan manajemen pengelola beasiswa. Tapi itu kan urusan internal Kementerian Agama bukan kesalahan mahasiswa penerima beasiswa. bukan kesalahan kampus-kampus di Australia juga
Mahasiswa ngrasa, keterlambatan proses pencairan udah nggak wajar. Padahal, komunikasi mahasiswa dengan para pihak uda dilakuin berpuluh-puluh kali sejak bulan Maret 2022. Jadi Mahasiswa ngirim surat permintaan klarifikasi ke Direktur Diktis.
Isinya tentang ketegasan kelanjutan beasiswa. Bahkan, mahasiswa sudah beberapa kali melakukan zoom meeting dengan Kementerian Agama dan LPDP. Tapi progres pencairan uang kuliah yaaa belum ada juga
Bahkan, tunjangan untuk biaya hidup sama sekali belum ada transfer. Terus , gimana mahasiswa bisa bertahan hidup di Australia? Seenggaknya, sekarang ada tiga lembaga Diaspora Indonesia di Australia.
Mereka gotong royong menggalang dana. Dananya untuk santunan ke para mahasiswa. yang menjadi korban buruknya tata kelola beasiswa. Sebenernya situasi yang kayak gini kan malu-maluin.
Masa penerima beasiswa pemerintah Indonesia harus disantuni oleh masyarakat? Padahal, problemnya ada di birokrasi pemerintah. Yuk kita desak Kementerian Agama, untuk segera menyelesaikan masalah ini. Supaya para mahasiswa kita nggak terlantar di negeri orang. Dan, posisi pemerintah Indonesia tidak makin runyam di Australia!