Jakarta, CSW – Ketergantungan LSM pada satu sumber pendanaan masih menjadi isu penting secara global, termasuk untuk LSM Indonesia. Temuan kualitatif menunjukkan, sebagian besar pendapatan LSM Indonesia berasal dari lembaga donor internasional. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan, pendanaan donor mencapai 85-90% dari total pendanaan untuk LSM.
Sebuah survei yang dilakukan Ben Davis dari NSSC (NGO Service and Study Centre), Australia tentang “LSM advokasi, transnasionalisme, dan ruang politik di Indonesia” menunjukkan, LSM Indonesia di tingkat nasional biasanya bergantung pada lembaga donor internasional. Sedangkan LSM tingkat lokal mengandalkan dana swadaya (dana usaha yang dihasilkan oleh LSM tersebut).
Hanya sedikit pendapatan yang diterima dari hibah pemerintah, baik bagi LSM di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Dalam temuan Ben Davis, ada beberapa alasan LSM Indonesia tidak menerima pendapatan dari pemerintah. Rumitnya birokrasi dalam mengakses dana pemerintah, LSM tidak mau dikaitkan dengan pemerintah, dan adanya ketidakcocokan antara alokasi dana antara program pemerintah dengan program LSM.
Sumber Pendanaan dari Negara
Di Indonesia, ada tiga potensi sumber pendanaan pemerintah. Pertama, dana hibah yang diakses dari APBD. Kedua, dana belanja tidak terduga yang dapat diakses untuk kegiatan tak terduga, seperti respon bencana alam. Ketiga, dana swakelola, yakni proyek yang dibiayai oleh badan pemerintah dan diimplementasikan oleh LSM.
Dana Hibah APBD
Ketentuan penerima dana hibah APBD ini telah diatur dalam Permendagri Nomor 123 Tahun 2018. Dalam peraturan tersebut, pihak-pihak yang bisa mendapatkan dana hibah merupakan lembaga yang bersifat sukarela.
Lembaga ini telah memiliki surat Surat Keterangan Terdaftar (SKT), yang diterbitkan oleh Kemendagri. Atau, ia telah memiliki SK Kementerian Hukum dan HAM tentang keabsahan organisasi, baik sebagai binaan dari satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja perangkat daerah.
Jika sudah terdaftar, ormas dapat mengajukan proposal kegiatan, sekaligus Rencana Anggaran Biaya (RAB) dalam setahun, kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Kesbangpol ini merupakan Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Dalam Negeri, yang memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Ormas dan partai politik merupakan contoh sektor yang ditangani oleh Kesbangpol.
Ada juga persyaratan yang cukup spesifik lainnya. Seperti: harus berkedudukan di wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan, memiliki NPWP, beserta memiliki kantor sekretariat resmi di wilayah tersebut, dan lain sebagainya. Jadi, apabila ada LSM yang ingin mengajukan dana hibah dari APBD DKI Jakarta, LSM tersebut harus berkedudukan dan memiliki kantor resmi di DKI Jakarta.
Cara pengajuannya, LSM bisa memberikan proposal yang ditujukan kepada Kepala Daerah, yang diajukan pada bulan April setiap tahunnya. Agar diterima, program-program yang diajukan harus yang bertujuan untuk pemberdayaan dan pelayanan masyarakat. Contoh: program pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, program sanitasi.
Program internal ormas juga boleh saja diajukan, selama kegiatannya untuk mengembangkan organisasi tersebut dan juga para anggotanya. Contohnya, kegiatan raker dan pemberian materi-materi untuk pengembangan SDM.
Setelah mendapatkan hibah tahunan, ormas harus membuat laporan kegiatan secara berkala, yang dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Biasanya, pengajuan dana yang ditolak Kesbangpol dikarenakan permasalahan kegiatan, yang tidak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.
Dana Swakelola
Pada beberapa negara, tak jarang lembaga pemerintah bekerjasama dengan LSM untuk memberikan layanan publik, khususnya dalam mengadvokasi permasalahan masyarakat sehari-hari. Contohnya, pemberian layanan kesehatan dan pendidikan, dan pemberian hibah kepada LSM.
Sebenarnya hal ini juga terjadi di Indonesia. Pemerintah memberikan dana untuk beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat, dana swakelola namanya. Namun pendanaan seperti ini tak cocok untuk LSM. Pendanaannya hanya bersifat satu kali, sehingga tidak cocok bagi LSM yang ingin melakukan program yang berkelanjutan.
Pada dasarnya, LSM merupakan sekumpulan orang yang tergabung dalam satu organisasi yang berbasis kepercayaan, yang memiliki kemampuan untuk membantu dan memenuhi kebutuhan orang-orang pada kelompok tertentu. Biasanya pada kelompok yang secara sosial terpinggirkan.
Namun, sebelum Peraturan Presiden No. 16 tahun 2018 (tentang peraturan pengadaan jasa dan barang publik) disahkan, pengajuan penawaran kontrak dengan pemerintah hanya bisa dilakukan oleh usaha komersial. Itu berarti LSM, yang ingin bekerjasama dengan pemerintah, harus mendirikan PT terlebih dahulu.
Tapi peraturan ini telah direvisi atas masukan dan penelitian dari lembaga dan organisasi penelitian di Indonesia. Sekarang organisasi masyarakat/LSM dapat mengajukan penawaran kontrak dengan pemerintah, yang dikategorikan sebagai proyek swakelola.
Peraturan ini telah mempermudah pemerintah, untuk menggunakan jasa organisasi masyarakat dan keterlibatan ormas, dalam menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan pemerintah. Swakelola yang diberikan kepada ormas merupakan Swakelola tipe III, yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (K/L/PD).
Swakelola tipe III pada akhirnya dilakukan demi memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan kompetensi yang dimiliki ormas. Misalnya, program sosial seperti program pendampingan masyarakat kecil, pelaku usaha mikro, penelitian, dan lain sebagainya.
Syarat ormas yang bisa melakukan pengajuan dana Swakelola tipe III tidak jauh berbeda dengan pengajuan dana hibah APBD. Ormas/yayasan telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Kementerian yang membidangi urusan hukum dan HAM, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Juga, memiliki NPWP, AD-ART, kantor sekretariat, bidang kegiatan yang berhubungan dengan Barang/Jasa yang diadakan, dan lain sebagainya.
Namun, prosedur pengajuannya lebih rumit dibandingkan pengajuan hibah. Ada tim khusus “Penyelenggara Swakelola” yang terdiri dari tim persiapan, tim pelaksana, dan tim pengawas.
Tim persiapan menyusun rencana kegiatan dan rencana biaya. Tim ini terdiri dari pegawai Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran, dan dapat merangkap sebagai Tim Pengawas.
Tim pelaksana mencatat, mengevaluasi, melaporkan hasil kegiatan, serta penyerapan anggaran. Tim ini berasal dari ormas yang berkaitan. Sedangkan tim pengawas melakukan pengawasan persiapan dan pelaksanaan kegiatan, baik secara fisik maupun administrasi.
Peraturan Swakelola tipe III ini telah memberikan peluang yang baik terhadap kolaborasi antara pemerintah dan LSM, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat melalui program-program berkelanjutan. Melalui Swakelola tipe III, ormas telah dilibatkan dalam proses pembangunan sekaligus meningkatkan kapasitas dan eksistensi mereka. ***