Salah satu problem yang dihadapi dunia jurnalisme Indonesia adalah kehadiran banyak media daring (online) yang tidak berkualitas dan dikelola secara tidak profesional . Hal itu mudah terlihat dari cara pemberitaannya. Media daring itu tak jarang menyiarkan berita hoaks, berita “plintiran,” berita yang mencampurkan fakta dengan opini, dan sebagainya.
Bahkan, tak jarang kelemahannya bersifat elementer. Seperti, berita yang tak jelas struktur penulisan dan tata bahasanya. Banyak salah ketik, pemilihan kata yang tidak tepat, salah menaruh titik dan koma, dan sebagainya.
Seolah-olah berita itu diunggah tanpa melalui proses penyuntingan yang memadai oleh redaktur. Atau mungkin, naskah berita itu memang dimuat begitu saja apa adanya, alias tidak diedit sama sekali!
Banyaknya media daring berkualitas buruk ini adalah sesuatu yang memprihatinkan. Lebih parah lagi, hal ini sudah berlangsung cukup lama, dan tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
Media massa, khususnya media daring, adalah bagian dari civil society. Itulah sebabnya CSW memberi perhatian khusus pada perkembangan media kita. Kehadiran media yang bebas, independen, kritis, dan bertanggung jawab diharapkan bisa mendukung tumbuhnya demokrasi yang berkualitas.
Peran media diakui begitu penting, sehingga sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Namun, bagaimana mungkin media bisa mendukung demokrasi yang berkualitas, jika medianya sendiri tidak berkualitas?
Ada prinsip-prinsip dasar dan standar dalam penulisan jurnalistik. Hal ini diajarkan di setiap jurusan jurnalistik atau ilmu komunikasi di universitas. Namun, banyak wartawan tampaknya tidak memahami prinsip cover both sides, pemberitaan yang berimbang, pemisahan antara fakta dan opini, dan sebagainya.
CSW Menyambut Baik
Menimbang hal-hal tersebut, maka CSW menyambut baik ketika Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar orientasi Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) berbasis digital selama tiga hari, mulai 30 Juni hingga 3 Juli 2021.
Acara yang didukung Kedutaan Besar Australia ini berlangsung secara daring dan diikuti oleh 20 penguji UKJ. Mereka merupakan jurnalis senior dari berbagai daerah di Indonesia.
Mengutip berita dari AJI, kegiatan orientasi UKJ ini merupakan langkah awal untuk menggelar UKJ di tengah wabah Covid-19 yang sedang mengganas. Seperti dilansir oleh Kementerian Kesehatan, total kasus Covid-19 di Indonesia sudah melampaui 2 juta kasus dan pertambahannya mencapai lebih dari 20 ribu kasus per hari per Selasa, 29 Juni 2021.
Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim, pada 30 Juni 2021 menyatakan, UKJ berbasis digital ini diharapkan menjadi terobosan untuk meminimalisir risiko terpapar Covid-19 bagi para jurnalis. Hal ini dilakukan karena tidak jelas, kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Sasmito menambahkan, penyelenggaraan UKJ amat dibutuhkan demi meningkatkan kapasitas jurnalis, agar mereka mampu bekerja secara profesional, serta untuk penguatan kode etik dan kode perilaku jurnalis. Dia berharap, kualitas pelaksanaan UKJ tidak menurun, meski dilakukan secara daring.
Sejauh ini, AJI Indonesia telah mengadakan UKJ sejak 2012. Sebelumnya, UKJ dilakukan secara tatap muka selama dua hari berturut-turut. Namun, ketika pandemi Covid-19 terjadi sejak 2020, AJI Indonesia menghentikan pelaksanaan UKJ secara tatap muka, untuk meminimalisir peluang para jurnalis terpapar Covid-19.
Penggunaan LMS untuk UKJ
Orientasi UKJ kali ini dilaksanakan secara daring dan menggunakan Learning Management System (LMS). Penggunaan LMS secara prinsip menyerupai metode pembelajaran online yang diterapkan di beberapa lembaga pendidikan, seperti universitas. Berkat platform digital ini, diharapkan UKJ dapat menjangkau dan memberi peluang yang lebih besar bagi lebih banyak jurnalis di seluruh Indonesia.
Orientasi UKJ berbasis digital juga bertujuan memberikan pengalaman bagi penguji, dalam menggunakan LMS yang telah dikembangkan AJI Indonesia. LMS ini sebelumnya pernah digunakan dalam berbagai pelatihan dan kursus yang dilakukan AJI Indonesia. Dari orientasi UKJ ini diharapkan ada evaluasi dan masukan dari para jurnalis senior.
Menyimak perkembangan ini, CSW memberi apresiasi bagi langkah-langkah yang dilakukan AJI Indonesia, dalam upaya meningkatkan profesionalisme jurnalis. UKJ adalah salah satu sarana untuk meningkatkan profesionalisme itu. Salah satu materi yang ditekankan dalam UKJ AJI adalah pemahaman dan penerapan kode etik jurnalistik, sebagai salah satu ciri profesionalisme jurnalis.
Diharapkan, dengan semakin banyaknya jurnalis yang kompeten, memahami dan taat pada kode etik jurnalistik, hal-hal negatif yang terkait pemberitaan yang tidak berkualitas bisa diminimalisir. Selamat bertugas untuk AJI! (rio)