Denny Darko, Denny Sumargo, Deddy Corbuzier Dan Tragedi SPI

567

Jakarta, CSW – Kali ini saya akan mengangkat pertarungan yang berlangsung di dua medan: di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Ini menyangkut Julianto Eka Putra. Anda mungkin tahu, dia adalah pengusaha dan motivator sekaligus pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Malang.

Dia telah ditetapkan dan ditahan sebagai terdakwa pelaku pelecehan seksual terhadap sejumlah siswi di SPI selama lebih dari sepuluh tahun. Proses hukum Julianto dimulai dua tahun yang lalu. Pada 29 Mei 2021, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait melaporkan Julianto ke Polda Jatim.

Laporan Arist didasarkan pada pengaduan seorang lulusan SPI, dengan inisial SDS. Selama setahun terakhir ini, rangkaian persidangan dengan menghadirkan puluhan saksi sudah terjadi. Jaksa sudah menuntut 15 tahun penjara. Hakim diperkirakan akan menjatuhkan vonis pada pada 24 Agustus nanti.

Tapi di luar pengadilan, pertarungan opini juga terjadi. Dan ini melibatkan banyak tokoh terkemuka. Ada youtuber-youtuber terkenal terlibat. Ada Denny Sumargo, Denny Darko, Dahlan Iskan, Deddy Corbuzier, Rudi Kamri, Hotma Sitompul, dan tentu saja para saksi, istri Julianto, kepala sekolah, alumni, pengurus yayasan dan sebagainya.

Wajar sih kalo menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang harus lebih dipercaya? Kasus Julianto dan SPI memang memiliki banyak elemen yang menyebabkannya mudah menarik perhatian. Bila tuduhan terhadap Julianto benar, ini menyangkut pelecehan terhadap belasan atau bahkan puluhan murid selama lebih dari sepuluh tahun.

Itu saja sudah merupakan tragedy luar biasa. Namun yang juga penting, pelakunya adalah seorang tokoh motivator terkemuka. SPI sendiri adalah sebuah sekolah yang memberikan pendidikan gratis bagi siswa-siswi yatim piatu. Sekolah ini dibangun dengan menggunakan dana sumbangan para pengusaha yang dermawan.

Bangunannya berdiri di atas lahan seluas 3,5 hektar. Julianto hanya salah satu di antara para founder SPI, tapi memang yang paling terkenal. Konsep pendidikan SPI pun menarik: sekolah kerja. Jadi murid bukan hanya sekolah, tapi juga sudah masuk ke dunia kerja sejak di masa pendidikan.

Kasus ini mencuat ke publik setelah diangkat di Cokro TV. Pada 3 Juli lalu, program Suara Karen menghadirkan dua terduga korban kejahatan seksual Julianto. Setelah itu, bola terus bergulir. Korban diundang ke sejumlah wawancara yang disiarkan berbagai kanal Youtube lain, misalnya Close the Doornya Deddy Corbuzier dan Curhat Bang Denny Sumargo.

Di kanal-kanal tersebut, para korban bercerita secara cukup terperinci tentang kekerasan yang mereka alami. Yang dibicarakan bukan cuma kekerasan seksual, tapi juga tuduhan eksploitasi anak dan kerja. Topik panas ini segera diangkat oleh berbagai media massa.

Namun perlahan, serangan balik pun terjadi. Mula-mula ada tulisan jurnalis senior Dahlan Iskan yang mempertanyakan kebenaran tuduhan terhadap Julianto. Ini kemudian diikuti oleh pembahasan dan wawancara di kanal Denny Darko dan Rudi Kamri.

Bila sebelumnya yang muncul adalah para korban, kini yang muncul adalah istri Julianto, kepala sekolah, Ketua Yayasan dan alumni SPI. Serta juga Hotma Sitompul, kuasa hukum Julianto. Tim Hotma Sitompul menuduh bahwa tuduhan pelecehan seksual itu hasil rekayasa.

Bahkan dinyatakan bahwa Julianto dijadikan sasaran tembak oleh sebuah konspirasi yang melibatkan Aries Merdeka Sirait yang ingin mengambilalih Selamat pagi Indonesia dari tangan Julianto.

Dalam serangan balik ini, tiba-tiba muncul seorang pria bernama Vincent Bintoro Yusuf yang membantah berbagai tuduhan terhadap Julianto. Vincent muncul di sejumlah podcast youtuber terkenal dan menuduh tuduhan terhadap Julianto sebagai hasil settingan.

Menurut ceritanya, Vincent pernah menjadi pegawai SPI sejak 2018 sampai 2021. Dia bilang, dia pernah ikut memproduksi konten-konten yang direkayasa untuk menyudutkan Julianto dan menyebarkannya melalui media sosial.

Dia mengaku ia kini berbalik membela Julianto, karena hatinya memberontak. Ia merasa yakin bahwa Julianto tak melakukan aksi keji itu. Video yang beredar selama ini, termasuk yang dijadikan barang bukti, adalah hasil rekayasa.

Rumah produksi yang melahirkan video rekayasa itu didanai seorang pengusaha dan suaminya yang disebut Mami dan Papi. Yang jadi operator rekayasa itu adalah SDS dan kekasihnya RB.

Dalam wawancara dengan Rudi, Vincent bersumpah atas nama Tuhan bahwa kesaksian itu dilakukan bukan karena dia dibayar SPI. Dalam cerita Vincent, pasangan RB dan SDS memang sudah menyiapkan rencana kampanye hitam terhadap Julianto sejak mereka masih bekerja di SPI.

Mereka juga mengajak sejumlah alumni SPI untuk menyerang Julianto. Alumni yang terkumpul dan mengikuti SDS mencapai 19 orang. Di antara gelombang serangan balik itu, yang paling aktif adalah Denny Darko.

Dia sampai menurunkan 11 kali episode video di kanal youtubenya menyangkut Julianto. Hampir semua menampilkan pembelaan terhadap Julianto. Denny berulangkali menegaskan bahwa dia sama sekali tak dibayar.

Kalau dia terkesan membela Julianto, katanya, itu karena dia ingin menegakkan prinsip ‘dugaan tak bersalah’ Dalam serangan balik itu ada beberapa narasi yang diangkat. Pertama tuduhan itu merupakan fitnah untuk menjatuhkan nama baik Julianto dan SPI.

Tujuannya, persaingan bisnis. Kedua, tuduhan itu tidak masuk akal. Kalau sampai lebih dari sepuluh tahun terjadi kekerasan seksual, kenapa kejahatan itu bisa terus berlangsung. Kenapa para korban diam saja?

Ketiga, kenapa hanya SDS yang mengadukan Julianto? Apalagi SDS dikenal sebagai seorang pemain teater di sekolah yang sangat pintar beracting. Dan keempat, tuduhan itu tidak mendasarkan diri pada bukti.

Kita tentu tidak berhak mengambil kesimpulan saat ini. Hakim yang memutuskan. Namun segenap narasi para pembela Julianto sebenarnya hal yang biasa diangkat. Kejahatan seksual adalah tipe kejahatan yang memang sulit dibuktikan.

Para korban lazim tidak berani bicara. Dan sangat biasa korban justru disudutkan. Yang jelas dalam kasus Julianto, ini ada banyak korban yang bersaksi bahwa mereka mengalami atau paling tidak melihat kekerasan itu terjadi. Kita harapkan pengadilan mengambil keputusan sebenar dan seadil mungkin.