Jakarta, CSW – Kita tuh harusnya bersyukur di Indonesia kita punya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Dua organisasi Islam ini berperan besar dalam menyebarkan ajaran islam yang penuh kedamaian, kesejukan, dan mempersatukan Indonesia.
Tapi ternyata pandangan ini beda banget dengan pandangan Faizal Assegaf, Pendiri Persatuan Alumni PA 212 . Dia berpendapat sebaliknya. Di akun twitternya, dia nyebut NU dan Muhammadiyah bakul sampah demokrasi, kumpulan orang bodoh, dan budak rezim.
Kata-katanya kasar tapi tulang semua alias nggak ada isinya. Logika yang digunakan pun aneh banget. Dia menganggap NU dan Muhammadiyah bakul sampah demokrasi karena kedua organisasi ini kalah dibandingkan dua orang tokoh besar di Indonesia saat ini.
Dua orang itu adalah Low Tuck Kwong dan Luhut Binsar Pandjaitan. Low Tuck Kwong masuk dalam daftar 54 orang terkaya dunia yang berasal dari Indonesia tahun 2023. Dia sebenarnya kelahiran Singapura tapi sekarang sudah menjadi warga RI.
Kekayaannya meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Kekayaannya mencapai 25,5 miliar Dollar AS atau setara Rp 394,4 triliun. Nah, sementara Luhut Binsar Pandjaitan adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi.
Menurut Faizal, Luhut gonta-ganti jabatan dan bebas bertindak apapun yang dia mau. Faizal menganggap pengaruh Luhut jauh lebih besar dari partai politik manapun di republik ini. Faizal menggambarkan kedua tokoh itu adalah orang-orang berpengaruh di lingkaran kekuasaan negara yang mendulang berbagai faedah.
Kedua tokoh itu menjadi kaya, katanya, dari sumber potensi alam dan menguasai sentra-sentra strategis negara. Kekuasaan mereka kemudian dibandingkan Faizal dengan jutaan rakyat yang menatap janji palsu Pancasila tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah mengomentari dua tokoh raksasa itu, Faizal mengecam NU dan Muhammadiyah. Menurutnya, kedua ormas itu hanya bisa bertengkar, bahkan untuk hal yang sepele seperti keputusan lebaran.
NU dan Muhammadiyah hanya sibuk saling adu pengaruh dan nggak bekerja untuk mensejahterakan rakyat. Ia bahkan menyebut, kedua ormas itu sebagai sekumpulan orang bodoh.
Menurut Faizal, NU dan Muhammadiyah gagal melahirkan orang sehebat Low Tuck Kwong dan Luhut Binsar Panjaitan. Faizal juga meminta NU dan Muhammadiyah harus bangkit dan nggak lagi menjadi sekadar penonton apalagi budak rezim yang culas.
Faizal selama ini memang senang menjadi tokoh yang kontroversial. Dia itu sudah beberapa kali dipanggil polisi karena pengaduan dari berbagai pihak, termasuk dari NU, Gerindra, PKS, dan Erick Thohir, karena cuitan-cuitannya.
Ia juga pernah mengeritik pedas pemerintahan Jokowi, tapi diabaikan begitu saja. Ia misalnya pernah dilaporkan oleh pengurus NU atas dugaan penyebaran berita bohong, kebencian dan SARA ke Bareskrim Polri tahun 2021 lalu.
Nah, tahun lalu dia juga menuduh Erick Thohir mengelola dana Capres Rp 300 Triliun dan memiliki banyak istri. Jadi dia memang dikenal sebagai tokoh yang suka membuat pernyataan yang sensasional.
Masalahnya, kecamannya terasa mengada-ada. Pernyataannya tentang NU dan Muhammadiyah jelas nggak berdasar dan terkesan mengadudomba. Jelas dong, NU dan Muhammadiyah bukan bakul sampah demokrasi.
Bisa dibilang NU dan Muhammadiyah justru adalah dua kekuatan yang menyelamatkan demokrasi Indonesia. Kedua organisasi ini menyebarkan ajaran Islam yang menghargai keberagaman dan kesetaraan.
NU dan Muhammadiyah mencegah Islam di Indonesia menjadi korban serbuan ajaran radikal Wahabi yang merusak dan menghancurkan. Dan keduanya bukan cuma mengajarkan umat islam menjadi inividu yang soleh dan berahlaq.
Mereka juga menyebarkan ajaran-ajaran keagamaan yang mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Dan yang aneh juga kenapa ya, Faizal menyebut nama Low Tuck Kwong dan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai indikator kegagalan NU dan Muhammadiyah?
NU dan Muhammadiyah memang bukan organisasi yang bertujuan melahirkan konglomerat dan politisi besar. NU dan Muhammadiyah berorientasi pada umat, pada rakyat. Karena itu program-program mereka terkait ekonomi yang dikembangkan adalah yang menyentuh akar rumput.
Pusat perhatiannya NU dan Muhammadiyah adalah kesejahteraan masyarakat. Karena itu mereka mengembangkan bukan saja pendidikan agama, tapi juga lembaga-lembaga ekonomi, sosial, dan juga kesehatan.
Jadi jangan lagi dikatakan bahwa NU dan Muhammadiyah hanya sibuk bertengkar soal penentuan hari raya. Perbedaan itu memang ada, tapi itu datang dari penafsiran agama yang berbeda.
Yang penting keduanya nggak ingin saling meniadakan. Tapi yang terjadi adalah saling menghormati. Keduanya berlomba dalam kebaikan, bukan dalam perpecahan. Jadi bagaimana mungkin keduanya disebut sebagai bakul sampah demokrasi atau budak rezim yang culas.
Jadi sayang sekali ya pernyataan Faizal Assegaf ini yang nggak ada dagingnya. Kita harus bersyukur sekali di Indonesia ada organisasi masyarakat sehebat NU dan Muhammadiyah.