Jakarta, CSW – Saya baru saja menyaksikan sebuah video pendek dari LSM terkenal Green Peace. Di Greenpeace Indonesia ya, bukan yang internasional. Videonya disebar melalui Instagram, Tiktok, dan WA. Judulnya menarik, “Selamat Datang di Negeri Konoha.” Isinya ya, seperti biasa adalah kritik yang dibungkus dengan cara sindiran.
Sebenarnya mengeritik pemerintah Indonesia tentu bukan hal yang tabu. Pemerintah yang bersih memang nggak boleh anti kritik. Tapi yang disayangkan bentuk kritik Greenpeacenya. Mereka ini adalah organisasi pejuang lingkungan yang terkenal di dunia. Reputasinya tinggi. Tapi kesannya, video yang mereka buat ini receh dan nggak menjelaskan persoalan.
Bahkan terkesan menyesatkan. Greenpeace seharusnya bisa mengajak masyarakat bicara tentang persoalan-persoalan lingkungan secara mendalam. Tapi ketika mereka memaksakan begitu banyak isu dipadatkan dalam satu video pendek, kesannya jadi nggak bertanggungjawab. Lama videonya cuma 1 menit 40 detik.
Dalam video itu muncul seorang anak muda ganteng dengan pakaian rapih yang seolah-olah sedang mengundang para investor untuk datang berinvestasi Konoha. Konoha itu tentu saja adalah plesetan dari Indonesia. Kenapa ya. yang dipilih nama Konoha? Yaa nggak jelas.
Mungkin karena mirip-mirip dengan nama Wakanda yang terkenal itu. Anyway, pada intinya, di teks awal IGnya, ada tulisan berupa undangan dengan bunyi seperti ini: “Kamu mau mengeksplorasi bumi besar-besaran tanpa khawatir aturan perlindungan alam? Yuk kami ajak ke Konoha. Di sana, melalui aturan “Cipta Kerja”, semua bebas berinvestasi sembari merusak bumi.”
Kemudian di sepanjang video, si pemuda keren bercerita tentang betapa mudahnya berinvestasi di Konoha. Dia bilang, di Konoha, melalui Undang Undang Cipta Kerja, pemerintah memberikan kemudahan bagi siapapun untuk membuka usaha meski merusak bumi. Di Konoha, pemerintah sudah menghapus aturan lingkungan untuk membuka usaha.
Dalam aturan Cipta Kerja, investor diizinkan merambah hutan dan membuka usaha tanpa perlu perizinan. Mengurus perizinan, kata si host, bisa dilakukan nanti sesudah memulai usaha, dan itu pun hanya perlu membayar denda administratif tanpa takut dipidana. Pemerintah di Konoha juga membantu pemodal yang mau buka investasi tambang tapi risih dengan masyarakat yang selalu menolak izin tambang.
Pemerintah sudah mengeluarkan aturan yang bisa mengkriminalisasi masyarakat yang menolak perizinan tambang. Pemerintah juga memberikan royalty 0% kepada mereka yang punya izin usaha pertambangan dan pertambangan khusus batu bara yang mau melakukan hilirisasi.
Pemerintah di Konoha juga mempermudah dikeluarkannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),dengan menyingkirkan peran pemerhati lingkungan yang suka ribet dan koar-koar. Terus si pemuda itu dengan tegas bilang “Semua aturan itu dikemas sebagai jawaban atas kegentingan krisis iklim, agar terlihat keren di depan publik.”
Di akhir video, pemuda itu mengatakan, “Jadi, berinvestasilah di Konoha dan perkaya dirimu dan keluargamu tanpa perlu mengkhawatirkan tentang keselamatan bumi. Penutupnya berbunyi, “Iklan Layanan Masyarakat ini dipersembahkan otoritas investasi Konoha”.
Seperti dikatakan tadi, Konoha adalah plesetan dari Indonesia. Dan video ini jelas dengan sinis menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia sama sekali tidak peduli pada kondisi lingkungan hidup. Pemerintah seolah hanya berpihak pada para pemodal yang hanya akan memperkaya diri dengan cara merusak bumi.
Dan pemerintah akan membungkam kelompok-kelompok masyarakat yang kritis. Penggambaran semacam ini sama sekali nggak adil. Persoalan lingkungan hidup sangatlah kompleks. Kebijakan pemerintah sendiri juga tidak sederhana. Greenpeace kesannya mengabaikan kompleksitas itu semua hanya demi menjelek-jelekkan pemerintah Indonesia.
Misalnya saja soal pemberian insentif royalty 0% bagi perusahaan tambang yang melakukan hilirisasi di Indonesia. Greenpeace seharusnya menjelaskan bahwa itu bukan soal keberpihakan pada pemodal. Indonesia memang butuh perusahaan-perusahaan yang bersedia membangun smelter di Indonesia dalam rangka hilirisasi produk tambang kita.
Hilirisasi itu diperlukan agar Indonesia nggak menjadi hanya daerah yang bahan mentahnya dihisap ke luar negeri dengan harga murah, padahal kita bisa memperoleh keuntungan berlipat-lipat kalau kita bisa mengolah bahan mentah itu di dalam negeri. Jadi kebijakan royalty 0% itu diterapkan pemerintah untuk mengundang investor mau terlibat dalam hilirisasi.
Konteks itu seharusnya dijelaskan oleh Greenpeace ketika mengomentari royalty bagi perusahaan tambang dalam hilirisasi. Begitu juga dengan soal bahwa sekarang ini sudah nggak ada lagi aturan lingkungan dalam proses membuka usaha. Atau juga dikatakan, dalam aturan Cipta Kerja, investor diizinkan merambah hutan dan membuka usaha tanpa perlu perizinan.
Greenpeace memberikan informasi sepotong-sepotong. Aturan lingkungan jelas tetap diberlakukan. Dan izin tetap diperlakukan jika ada perusahaan yang hendak merambah hutan. Bahkan perusahaan yang sudah terlanjur berada dalam kawasan hutan tanpa izin, akan dikenakan sanksi denda atas keterlanjuran ‘kebijakan masa lalu’. Dan sanksi denda itu akan menjadi penerimaan negara.
Jika kalau ke depan masih ada yang ‘bermain-main’ lagi di dalam kawasan, maka akan diterapkan sanksi pidana yang tegas. Demikian juga soal Analis is Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL. UU Cipta Kerja tetap mewajibkan AMDAL untuk usaha berisiko tinggi, dan tetap melibatkan keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan AMDAL.
Tapi memang peran LSM-LSM yang hanya sekadar mengganggu kelancaran proses AMDAL akan dihilangkan. Video Greenpeace ini mungkin menarik ditonton karena keringkasannya. Tapi justru karena ringkas, Greenpeace menjadi bersikap tidak adil dan tidak objektif terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang digambarkan sebagai pemerintah Konoha.
Kita tunggu ya, analisis-analisis Greenpace berikutnya. Tapi jangan yang receh dan menyesatkan seperti ini.