Hubungan Pemerintah G20 dengan Organisasi Civil Society

445
foto dok. SAG infotech

Jakarta, CSW – Hubungan antara banyak pemerintah G20 dan organisasi-organisasi masyarakat sipil atau CSO (civil society organizations) menjadi lebih kompleks dan sering dikontestasikan. Ulasan ini akan berfokus pada tiga masalah utama yang menunjukkan hubungan yang tegang ini: menyusutnya ruang domestik dan internasional untuk kegiatan civil society; pengabaian kebijakan yang meluas tentang civil society; dan munculnya kekosongan peraturan baru.

Hal itu terungkap dalam arahan kebijakan, berjudul “Civil Society and the G20: Towards a Review of Regulatory Models and Approaches.” Arahan ini ditulis oleh Helmut Anheier (Hertie School) dan Stefanie Schmidt dari Institute for Advanced Sustainability Studies (IASS Potsdam), yang di-update pada Desember 2020.

Untuk menilai keadaan civil society di negara-negara G20, dan, khususnya, untuk menyelidiki seberapa luas penyusutan ruang civil society, pengabaian kebijakan, dan dilema peraturan, dilakukan analisis awal. Analisis ini menggunakan data yang tersedia dan konsultasi ahli sebagai basis bukti.

Ruang yang Menyusut

Untuk analisis tentang seberapa akut dan umum ruang yang menyusut bagi civil society telah mewujud, digunakan data dari proyek ilmu sosial internasional Varieties of Democracy (V-Dem). Hasilnya menunjukkan erosi umum, tetapi sebagian besar bersifat bertahap, terhadap ruang civil society.

Hal yang sama berlaku untuk represi pemerintah, dan juga pengorganisasian diri dan partisipasi. Sementara nilai-nilai ini lebih rendah, ia tidak lebih rendah dalam arti akan turun secara tiba-tiba atau banyak.

Meski demikian, dengan sedikit pengecualian, tren keseluruhan menunjukkan beberapa erosi bertahap pada keseimbangan, ketimbang penurunan yang dramatis. Hanya kurang dari segelintir negara G20 yang menunjukkan peningkatan keseluruhan dalam ruang sipil mereka. Sebagian besar menunjukkan pola stabilitas relatif atau penurunan bertahap, di seluruh dimensi ruang civil society.

Perdebatan ruang yang menyusut terutama berfokus pada meningkatnya jajaran rezim hibrida dan otoriter di seluruh dunia, khususnya dampak undang-undang baru-baru ini, dan upaya untuk memperketat kontrol pendanaan asing yang dapat diterima oleh CSO lokal.

Langkah-langkah ini sering disertai dengan persyaratan pendaftaran dan pengawasan administratif yang lebih tinggi, termasuk pengamatan yang sering dilakukan oleh pihak keamanan. Langkah-langkah ini terutama menyasar ke CSO advokasi di bidang hak asasi manusia, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan.

Pengabaian Kebijakan

Hanya beberapa negara G20 yang secara proaktif berusaha mengecilkan ruang sipil. Pada saat yang sama, temuan erosi bertahap yang lebih umum menunjukkan, sebagian besar negara G20 setidaknya tidak secara aktif berupaya memperluas ruang civil society dan mengembangkan kapasitas CSO. Sebaliknya, mereka kurang lebih secara pasif membiarkan ruang civil society perlahan terkikis, baik melalui dampak kebijakan lain, atau membiarkan kapasitas memburuk karena kurangnya reformasi.

Kasus paling jelas dari yang pertama adalah upaya Gugus Tugas Aksi Keuangan untuk mengekang pencucian uang dan pendanaan terorisme. Gugus Tugas ini secara efektif telah menghambat atau bahkan memutus akses LSM ke perbankan dan layanan keuangan lainnya, dengan konsekuensi signifikan bagi organisasi nirlaba yang aktif secara internasional.

Kekosongan Regulasi

Institusi-institusi adalah tulang punggung tempat masyarakat modern dengan segala kompleksitas dan kecanggihannya berfungsi. Institusi-intitusi itu adalah “aturan main,” dan bekerja dengan melindungi, mengawasi, dan menegakkan hak dan kewajiban, untuk memungkinkan terjadinya kerja sama.

Namun, cara globalisasi berkembang dalam beberapa dekade terakhir menantang kapasitas kelembagaan, untuk menyediakan aturan dan bertindak berdasarkan aturan tersebut. Pemerintah nasional dan organisasi internasional semakin kekurangan kapasitas kelembagaan yang diperlukan, untuk membuat undang-undang, mengendalikan, dan menegakkan peraturan.

Kekosongan regulasi terbuka. Kekosongan tersebut menunjukkan kurang terinstitusionalisasinya domain-domain kebijakan secara sistemik, di mana lembaga tidak memiliki kapasitas untuk menangani secara memadai tantangan yang dihadapi.

Keuangan global, migrasi, ruang siber, atau perubahan iklim adalah contoh domain yang tidak memiliki daya tangkap kelembagaan yang tepat untuk mengisi kekosongan peraturan, seperti halnya rezim perpajakan internasional.

Peran CSO menjadi penting: mereka dapat memobilisasi opini, membawa pemerintah untuk memberlakukan aturan yang lebih baik. CSO memainkan peran penting dalam memastikan kepatuhan dan implementasi, dengan memantau perilaku negara dan pelaku ekonomi

Namun di beberapa bidang kebijakan, CSO menghadapi dilema yang perlu diatasi, sebelum kekosongan peraturan dapat dikelola. Contohnya antara lain meliputi:

  • Migrasi dan operasi penyelamatan pengungsi, misalnya. Ada konflik antara tuntutan kemanusiaan dan kebijakan Uni Eropa, yang memblokir pelabuhan Italia untuk kapal penyelamat LSM di Mediterania, dan mengalihkan tanggung jawab penyelamatan laut ke satuan penjaga pantai Libya.

CSO khawatir akan berlanjutnya pelanggaran hak asasi manusia melalui pengaturan dengan Libya. Tapi pembuat kebijakan Eropa menuduh, operasi penyelamatan CSO telah membantu dan bersekongkol dengan pedagang manusia. Ini mengarah pada seruan kode etik bagi CSO, untuk membendung aliran migrasi ilegal ke Uni Eropa.

  • Ruang siber. Misalnya, penyebaran berita palsu dan pencarian pengaruh politik melalui bot dan manipulasi media sosial. Serta upaya CSO untuk mempromosikan ekspresi online gratis, dan memastikan keamanan, keterbukaan, dan kepercayaan dari dunia maya.

Di bidang-bidang ini dan lainnya, para aktor beroperasi tanpa kapasitas regulasi yang memadai. Oleh karena itu, bimbingan –yang meninggalkan pengaruh kepentingan-kepentingan yang mendominasi regulasi nasional dan internasional dalam suatu domain kebijakan– sebagian besar tidak terbantahkan.

Akibatnya, kekosongan institusional (misalnya moral hazard, pencakupan peraturan, pengambilan untung berlebihan, pencarian rente) terus berlanjut. Terlebih lagi, kekosongan institusional dapat melebar melalui efek penularan atau memperdalam, dengan melemahkan institusi dan organisasi apa pun yang mungkin ada di lapangan itu sendiri.

Intinya, pemerintah, lembaga internasional, dan CSO harus menemukan cara keterlibatan yang lebih optimal di tingkat nasional dan internasional. Selanjutnya, sebagai langkah awal untuk mengeksplorasi cara dan sarana, untuk meningkatkan hubungan antara masyarakat sipil dan pemerintah G20, diusulkan pembentukan satuan tugas internasional yang terdiri dari pakar independen.

Gugus tugas ini akan ditugaskan untuk mencari jawaban atas pertanyaan kebijakan utama, dan dengan fokus pada kegiatan masyarakat sipil internasional. ***