Jakarta, CSW –
Jakarta, CSW – Indonesia Corruption Watch rasanya harus mawas diri. Lama-lama ICW akan dianggap tidak netral. ICW terlihat sangat kritis terhadap Jokowi. Tapi ICW terkesan bungkam ketika menyangkut Anies Baswedan.Jadi kritis ke Jokowi, tapi apatis ke Anies. Wajar kalau banyak orang bertanya-tanya apakah ICW termasuk organisasi yang menerima aliran dana dari Anies?
Misalnya sikap ICW ini terlihat dalam dua kasus besar yang ramai dibicarakan. Pertama adalah dilaporkannya Kaesang dan Gibran, putra Jokowi, ke KPK. Kedua adalah soal kekacauan Formula E. Dalam kasus Kaesang, ICW bersuara lantang. ICW meminta agar KPK bertindak cepat membuktikan dugaan tindak pidana dua anak presiden, seperti yang dilaporkan dosen UNJ, Ubedilah.
ICW menyatakan bahwa di Indonesia ada prinsip kesamaan setiap warga negara di depan hukum. Karena itu, menurut ICW, KPK harus segera menindaklanjuti dugaan tersebut, walaupun yang terduga korupsi adalah anak presiden. Tapi dalam kasus Formula E, ICW terkesan pelit bicara. Kasus terakhir adalah soal ditunjuknya secara tiba-tiba PT Konstruksi Jaya Pratama sebagai pemenang tender pembangunan sirkuit Formula E.
Padahal kan seharusnya ada tender terbuka dulu, diumumkan kepada publik, dan pemenangnya diputuskan secara objektif dan transparan. Ini kok tiba-tiba ada keputusan?Pertanyaannya: kenapa ICW sama sekali tidak berkomentar? Dan soal tender ini baru satu dari rangkaian persoalan terkait dugaan korupsi di Pemprov DKI selama bertahun-tahun.
Dan ICW diam saja. Ini kontras dengan sikap ICW dalam kasus Kaesang dan Gibran. Dalam kasus putra presiden ini, ICW tentu saja boleh mengatakan bahwa KPK harus menindaklanjuti setiap laporan. Tapi ICW juga wajib menunjukkan sikap.
Laporan Ubedillah itu jelas mengada-ada. Nggak ada bau-bau korupsinya. Ubedillah melaporkan Kaesang dan Gibran karena kedua putra presiden itu memiliki kerjasama usaha dengan Anthony Pradiptya. Apakah Anthony koruptor? BUkan. Anthony adalah putra dari Gandi Sulistiyanto.
Apakah Gandi koruptor? BUkan. Gandi adalah mantan petinggi di Grup Sinar Mas.Ubedilah menuduh Kaesang dan Gibran korupsi dalam kaitannya dengan Sinar Mas ini. Salah satu anak perusahaan Sinar Mas, bernama Bumi Mekar Hijau (BMH) sudah dinyatakan bersalah karena pembakaran hutan pada 2014. BMH dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebesar 7,8 triliun rupiah. Pada 2016, Pengadilan Tinggi memutuskan BMH bersalah dan harus membayar ganti rugi 78,5 miliar rupiah.
KLHK naik banding. Tapi pada 2019, Mahkamah Agung memperkuat keputusan pengadilan dan menyatakan BMH harus membayar 78,5 miliar rupiah. Lalu, kenapa nama putra presiden dibawa-bawa? Kalau menurut teori Ubedillah, Kaesang dan Gibran diduga korupsi karena mempengaruhi keputusan Mahkamah Agung sehingga menetapkan ganti rugi jauh di bawah 7,8 triliun rupiah. Menurut Ubedillah, Kaesang dan Gibran melakukan itu setelah perusahaan mereka mendapat suntikan dana 90 miliar rupiah dari Sinar Mas.
Ubedillah menganggap tidak mungkinlah ada perusahaan raksasa menanamkan uang 90 miliar pada perusahaan yang dikelola anak muda, kalau tidak ada kepentingan apa-apa. Ini yang tadi saya katakan mengada-ada. Pertama-tama keputusan Pengadilan Tinggi bahwa BHM membayar 78,5 miliar rupiah itu kan dikeluarkan pada 2016. Sementara kerjasama Kaesang-Gibran dengan Anthony baru berlangsung dua tahun terakhir ini
Kedua, gimana juga cara Kaesang-Gibran mempengaruhi keputusan Mahkamah Agung. Lewat Jokowi? Memang Ubedillah punya bukti yang mengindikasikan bahwa Jokowi mempengaruhi MA? Ketiga, kalau suntikan dana 90 miliar ke perusahaan Kaesang-Gibran, wajarlah. Kedua putra presiden itu memang terbukti sukses mengembangkan bisnis mereka selama ini.
Jadi wajar dong kalau investor mempercayakan uang mereka pada dua anak muda ini. Lucunya, ICW seperti begitu saja menyetujui tuduhan korupsi yang mengada-ada itu. Dan malah mendesak KPK segera membongkar kasus ini. Di sisi lain, sikap ICW ini berbeda 180 derajat dengan sikap mereka terhadap kasus Formula E. Yang terbaru adalah ketika tiba-tiba sudah diputuskan bahwa yang memenangkan projek pembangunan sirkuit Formula E adalah PT Konstruksi Jaya Pratama.
NIlai projeknya 50 miliar rupiah. Ini mengejutkan karena seminggu sebelumnya baru saja dinyatakan bahwa tender pembangunan sirkuit Formula E gagal. Kalau gagal, proses tender seharusnya diulang. Jadi, diumumkan dulu, kemudian tawaran masuk dari para calon kontraktor, dipelajari, kemudian baru diputuskan. Butuh beberapa minggu biasanya
Jadi mengherankan kalau sekarang, tiba-tiba saja sudah diumumkan pemenangnya. Kok ICW tidak berkomentar apa-apa? Apalagi Konstruksi Jaya Pratama adalah anak perusahaan PT Pembangunan Jaya, yang adalah BUMD Pemprov DKI. Ini semua tentu nampak janggal dan sangat mungkin berindikasi korupsi.
Tapi sebenarnya diamnya ICW ini tidak terlalu mengejutkan juga sih. Selama ini ICW memang apatis dengan segala keanehan Pemprov di bawah Anies. Yang paling jelas adalah ketika tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan mengumumkan berbagai kejanggalan di Pemprov DKI pada tahun anggaran 2019-2020.
Pemprov DKI berulangkali melakukan apa yang disebut kelebihan bayar. Kelebihan bayar ini sangat berpotensi korupsi dalam bentuk markup harga barang dan jasa. Saya share ya, daftar kelebihan bayar oleh Pemprov DKI yang diumumkan BPK: Pengadaan pemadam kebakaran 6,52 miliar rupiah Proyek PLTS Sekolah 1,12 miliar rupiah Transjakarta 415 miliar rupiah Proyek limbah 1,59 miliar rupiah Pengadaan alat rapidtest 1,1 miliar rupiah Pengadaan masker 5,85 miliar rupiah
KJP Plus 2,3 miliar rupiah Biaya jaringan internet 1,79 miliar rupiah Biaya escalator RSUD Pasar Rebo 1,32 miliar rupiah Totalnya di atas Rp 430 miliar rupiah. Luar biasa bukan? Begitu juga dengan proses tender. BPK menemukan di banyak kasus perusahaan pemenang seharusnya tidak lulus syarat kualifikasi dan perusahaan pemenang hanya sebagai perusahaan perantara. Kalau ICW memang peduli dengan korupsi, kok ICW bisa-bisanya diam saja dalam kasus-kasus seperti ini?
Apakah karena ini menyangkut Anies, atau apa? ICW rasanya harus berbenah diri. Indonesia butuh gerakan masyarakat yang bersikap kritis terhadap korupsi. Tapi ICW harus membuktikan diri sebagai lembaga yang objektif dan independen. Kalau ICW sampai terlihat sebagai pelindung Anies Baswedan, perang kita melawan korupsi akan mengalami kemunduran.