Jakarta, CSW – Kali ini kami akan bicara soal kampanye sebuah LSM tentang galon ulang air minum. Nama LSMnya Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan alias JPKL JPKL dibentuk pada 10 November 2019.
Kami menerima laporan bahwa sejak November 2020, JPKL melakukan kampanye tentang bahaya air minum dalam kemasan galon guna ulang. Mereka menyatakan air mimum dalam kemasan galon ulang itu mengandung zat BPA yang berbahaya bagi bayi, balita dan ibu hamil.
Kata mereka, BPA atau Bisphenol A yang merupakan unsur pembuatan galon bisa membahayakan kesehatan mereka yang minum air dari galon tersebut. Kalau informasi itu benar, masyarakat memang perlu was-was. Tapi, ternyata kampanye JPKL ini sangat mungkin diragukan kebenarannya.
Di Indonesia, ketentuan penggunaan BPA dalam produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ternyata, menurut BPOM, tingkat BPA yang ada dalam galon ulang di Indonesia berada dalam tahap yang SANGAT AMAN .
Menurut BPOM, semua air kemasan yang beredar dalam kemasan guna ulang, AMAN UNTUK DIKONSUMSI. Menurut BPOM, kajian otoritas keamanan pangan Eropa juga mengatakan TIDAK ADA RISIKO KESEHATAN terkait BPA.
Pakar teknologi pangan IPB, DR Eko Hari Purnomo, menyatakan bahwa ditinjau secara ilmiah, BPA dalam kemasan galon guna ulang MUSTAHIL menimbulkan bahaya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyatakan, air minum galon guna ulang tidak membahayakan Kesehatan konsumen. Staf Peneliti YLKI, Nataliya Kurniati, justru menyayangkan adanya UPAYA MENJELK-JELEKKAN GALON GUNA ULANG, karena menurutnya galon guna ulang justru bisa mengurangi sampah plastik.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim pun menegaskan galon guna ulang aman bagi konsumen. Menurutnya, galon guna ulang telah melalui proses pengujian parameter Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Anehnya, JPKL tampak tidak puas penjelasan ini. Mereka ngotot bahwa galon guna ulang itu berbahaya dan seharusnya dilarang. Untuk itu mereka bahkan terkesan bersedia memelintir informasi dari nama-nama tokoh terkenal
Misalnya saja, JPKL mengutip pernyataan Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, yang seolah-olah mengeritik penggunaan galon guna ulang. Tetapi Arist kemudian membantah keras pencatutan namanya itu.
Kepada media, Arist menyatakan yang dia kritik bukanlah galon guna ulang melainkan penggunaan plastic secara keseluruhan. Arist juga menyatakan pernyataannya itu ia sampaikan tahun 2017.
Korban pencatutan nama dan “pemlintiran informasi” lainnya adalah psikolog anak ternama Seto Mulyadi. Nama Kak Seto yang adalah Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu juga dicatut seolah-olah bicara soal bahaya BPA dalam galon guna ulang.
Kak Seto pun membantah. Di hadapan media dia menyatakan bahwa dia tidak pernah bicara soal bahaya BPA karena itu bukanlah bidang keahliannya.
Kak Seto mengakui pernah menyatakan bahwa kalau memang benar galon ulang itu diduga berbahaya bagi anak dan ibu hamil, sebaiknya ditanyakan lansgung ke BPOM dan Kementerian Kesehatan. Jadi Kak Seto sama sekali tidak menyatakan bahwa gallon guna ulang itu berbahaya. Kak Seto menduga ada persaingan dagang di belakang pencatutan namanya itu.
Tapi Langkah JPKL tidak berhenti di situ. Mereka juga menggalang petisi di situs Change.org. pada Februari 2021. JPKL membuat petisi berjudul “BPOM: Selamatkan Bayi Kita dari Racun Bisphenol A (BPA).” JPKL mengumumkan, hanya dalam tempo 1 bulan, mereka sudah mampu menggalang lebih dari 50 ribu warganet untuk menandatangani petisi tersebut
Menurut JPKL, petisi itu diperlukan untuk melindungi konsumen agar air di dalam galon guna ulang tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Namun penggalangan tandatangan ini akhirnya terhenti karena pengelola change.org di Indonesia memutuskan untuk menurunkan petisi tersebut.
Mereka menemukan bahwa informasi yang disebarkan JPKL mengandung kebohongan dan data tidak akurat. Direktur Komunikasi Change.org, Arief Aziz, pada 3 April 2021, mengatakan bahwa mereka memang memiliki mekanisme untuk mempelajari konten petisi.
Akibatnya, ketika mereka memperoleh informasi dari Kominfo bahwa petisi JPKL ini memuat disinformasi, petisi tersebut langsung diturunkan.
Apa yang terjadi dalam kasus ini memang membingungkan. Mengapa JPKL tidak mau menerima penjelasan dari berbagai pihak yang memiliki otoritas di Indonesia?
Kak Seto menyatakan bahwa mungkin ada persaingan dagang di belakang kampanye JPKL. Tapi, siapa yang memiliki kepentingan untuk menghancurkan bisnis galon ulang?
Kalangan aktivis lingkungan selama ini justru memuji galon guna ulang, karena lebih ramah lingkungan dibandingkan kemasan galon plastik sekali pakai. Ini sejalan dengan target pemerintah, untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025.
Kita tentu memerlukan LSM yang kritis. Tapi kita tidak membutuhkan LSM yang justru melakukan kampanye yang memuat kebohongan dan penyesatan informasi (RPA/AA).