Ketika Amoi Singkawang Difitnah Pekerja Seks Komersial

784

Jakarta, CSW – Kali ini saya akan bicara tentang Singkawang dan bagaimana media memberitakannya secara tidak akurat sampai merugikan masyarakat di sana. Mungkin banyak di antara penonton yang kurang mengenal Singkawang.

Singkawang adalah sebuah kota yang terletak di pedalaman Provinsi Kalimantan Barat. Kota ini berbatasan dengan Kuching Malaysia, dan sekitar 145 km sebelah Utara dari Kota Pontianak, ibu kota provinsi Kalimantan Barat

Singkawang ini menarik karena keragaman budayanya. Jumlah penduduknya sekitar 240 ribu jiwa. Mereka sangat multietnis dan multiagama. Umat Islam sekitar 53%, diikuti pemeluk Budha sekitar 34%, Kristen 13%, dan lain-lain.

Tahun ini, oleh Yayasan setara, Singkawang berada di urutan pertama Kota Toleran di Indonesia. Sejak tahun 2017, Singkawang dipimpin walikota perempuan Tjhai Chui Mie Kota Singkawang merupakan salah satu pecinan terbesar di Indonesia.

Warna Tionghoa sangat terasa di Singkawang. Yang dominan di kota itu adalah kaum Tionghoa Hakka, dan sebagian sebagian kecil Tionghoa Tio Ciu. Singkawang bahkan dijuluki kota Seribu Kelenteng, karena di setiap sudut kota ini dapat ditemui banyak bangunan vihara atau lebih dikenal sebagai kelenteng atau pekong

Setiap tahun, di Singkawang juga ada perayaan Cap Go Meh, yaitu tahun baru Imlek yang ramai dan meriah sebagai salah satu ciri khas kota tersebut. Kota ini juga memiliki pemandangan indah

Ada banyak objek wisata dan rekreasi di sana. Misalnya saja Fantasi Wisata Panjang, Sinka Island Park, Sinka zoo yang di dalamnya terdapat hewan langka lokal, Taman Bukit Bougenville, Taman Chidayu, Taman Teratai Indah, dan sebagainya

Masalahnya Singkawang yang indah ini digambarkan dengan cara yang sangat berbeda oleh media massa. Ini sebenarnya dimulai delapan tahun yang lalu. Pada 20 September 2014, media online merdeka.com menurunkan berita berjudul: “4 Daerah di Indonesia ini Jadi Tujuan Wisata Seks Warga Asing”.

Singkawang ditulis sebagai satu di antara empat lokasi wisata itu. Merdeka.com sebenarnya tidak menggambarkan Singkawang sepenuhnya negatif. Mereka menulis bahwa di Kalimantan Barat ada wilayah yang cukup tenar dengan kecantikan wanitanya, namanya Singkawang.

Kemudian dijelaskan nama Singkawang sendiri berasal dari bahasa China. Kata merdeka, perempuan cantik di sana juga banyak keturunan Tionghoa, yang biasa disebut Amoi. Kecantikan para Amoi Singkawang ini bahkan tersohor di negeri jiran, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei.

Tapi kemudian, tiba-tiba saja tulisan merdeka mulai menjadi miring. Ditulis di sana, tak sedikit turis asing menjajal kecantikan para perempuan Singkawang ini. Menurut merdeka, untuk mencari Amoi yang bisa diajak kencan memang perlu usaha, sebab di kota ini belum ada lokalisasi resmi.

Tulisan merdeka delapan tahun lalu itu belum menimbulkan keramaian. Mungkin masyarakat Singkawang sendiri tidak sadar bahwa tulisan itu beredar di dunia maya. Masalahnya, tahun ini, tulisan yang sama muncul di media online, Viva.co.

Judul tulisan tanggal 22 April 2022 ini adalah: “Ini Dia 4 Lokasi Wisata Seks Favorit Turis Asing di Indonesia”. Penulisnya berbeda, tapi isinya kurang lebih sama. Viva juga menggambarkan Singkawang terkenal dengan kecantikan perempuannya yang biasa disebut amoi, tapi belum memiliki lokalisasi resmi.

Tapi yang lebih parah, tulisan itu disertai sebuah ilustrasi foto tiga wanita Tionghoa cantik. Dan di captionnya, tertulis: “Amoi singkawang, wanita penyedia jasa seks”. Padahal dua amoi yang terpampang fotonya berpakaian budaya Tionghoa yang lazim digunakan dalam perayaan Imlek.

Kali ini tulisan tersebut mengundang reaksi. Protes datang dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI). Wakil Ketua Umum organisasi itu Hasan Karman, yang adalah mantan walikota Singkawang mengirimkan keberatannya, pada 1 November.

Dia menyatakan penggambaran wanita Singkawang di sana telah menyinggung, melecehkan, dan menghina amoy-amoy Singkawang dan menyakiti keluarganya.

Dia meminta pembuat tulisan meminta maaf kepada warga kota Singkawang dan menghapus tulisan itu. Apakah viva melakukan koreksi dan permintaan maaf? Hmmmm ini yang menarik.

Viva memang mengubah tulisannya. 1 November 2022, Viva kembali memuat tulisan itu tapi dengan menghilangkan bagian yang terkait Singkawang. Judulnya berubah menjadi : “Daerah-daerah di Indonesia yang Ramai Prostitusi Warga Asing”.

Jadi yang tersisa tinggal Puncak, Batam dan Cikarang; sementara nama Singkawang sama sekali tidak disebut. Redaksi Viva juga menyatakan tulisan baru ini merupakan perubahan dari tulisan semula karena adanya keberatan dari PSMTI.

Namun Viva sama sekali tidak minta maaf soal isi tulisan. Dan Viva juga tidak minta maaf soal foto tiga amoi itu. Apa yang dilakukan Viva ini sama sekali nggak pantas. Dalam kerja jurnalistik, kesalahan pemberitaan memang sering terjadi.

Sebenarnya, etika jurnalistik sudah memberi jalan keluar. Pertama adalah memberi hak jawab. Kedua, mengoreksi tulisan atau kalau perlu mentakedown tulisannya. Ketiga, minta maaf dengan cara yang sungguh-sungguh.

Ini yang tidak dilakukan Viva. Viva seharusnya lebih bertanggungjawab, terutama soal pemuatan foto yang menampilkan tiga amoi yang seolah digambarkan sebagai Pekerja Seks Komersial.

Ini nggak susah kok. Viva hanya wajib menyatakan bahwa mereka melakukan kesalahan pemberitaan, melakukan koreksi, meminta maaf, dan menyatakan foto tersebut sama sekali tidak akurat. Kita berharap media massa di Indonesia lebih bertanggungjawab.