Jakarta, CSW – Senin, 24 Oktober kemarin Laman Konde.co ngalamin serangan siber. Jam 16.31 Konde.co mendadak tidak bisa diakses. Serangan terjadi setelah Konde memberitakan tentang kekerasan seksual yang serius.
Kasus perkosaan yang dilakukan pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau UKM. Berita Konde ini kemudian ramai di Twitter dan media sosial lainnya. Kayaknya serangan ini bertujuan untuk membungkam situs Konde.
Tim IT Konde.co kemudian menelusuri. Ternyata serangan siber ke Konde menggunakan metode DDoS. DDoS adalah singkatan dari Distributed Denial of Service. Atau dalam bahasa Indonesia: Penolakan Layanan secara Terdistribusi.
Ini jenis serangan yang populer dilakukan para hacker hitam. Caranya, dengan membanjiri lalu lintas jaringan internet pada server, sistem, atau jaringan. Serangan ini dilakukan menggunakan beberapa komputer host.
Penyerang membombardir bertubi-tubi, sampai komputer target tidak bisa diakses. Berhasil tidaknya teknik DDoS dipengaruhi oleh kemampuan server. Server menampung seluruh request yang diterima.
Selain itu, faktor kinerja firewall saat ada request yang mencurigakan. Inilah yang terjadi pada laman Konde.co. lalu lintas ke laman Konde tiba-tiba naik drastis. Karena tak kuat menahan beban serangan, situs Konde pun down.
Serangan ke Konde memicu respons dari organisasi jurnalis. AJI Jakarta mengecam keras serangan terhadap situs Konde. Ketua AJI Jakarta, Afwan Purwanto menganggap, itu adalah upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers.
Serangan ke konde ini diduga terkait pemberitaan kasus pemerkosaan. Korbannya adalah seorang perempuan berinisial N. N bekerja di Kementerian Koperasi dan UKM. Terduga pelaku pemerkosa adalah 4 pegawai di kementerian itu.
Parahnya, kasus ini tidak diselesaikan secara hukum. Korban malah dipaksa menikah dengan salah satu pemerkosa. Pernikahan itu pun terbukti hanya berlangsung sesaat. Korban yang dinikahi itu lalu ditinggalkan begitu saja.
Ternyata pernikahan itu cuma taktik keji para pelaku. Pernikahan dilakukan untuk membebaskan para pemerkosa dari penjara. Berjuang membela korban kekerasan seksual memang penuh cobaan. Konde bukan baru sekali ini diserang secara siber.
Hal itu diungkapkan Pemimpin Redaksi Konde.co, Luviana. Luviana bilang, ini serangan kedua kalinya. Kasus pertama Konde, bulan Mei 2020. Twitter Konde saat itu diretas pasca-diskusi daring tentang kasus kekerasan seksual.
Karena serangan itu, Konde tidak lagi bisa mengakses akun Twitter-nya. Konde terpaksa harus membuat akun baru. Menurut Luviana, kekerasan seksual merupakan tragedi. Tragedi ini menyerang para perempuan di Indonesia.
Media yang menulis kekerasan seksual ini juga mendapat persoalan. Konde adalah salah satu media yang berdiri di garis depan dalam isu kekerasan seksual. Konde.co lahir 8 Maret 2016. Konde ingin mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas.
Ini adalah bagian dari kesadaran dan daya kritisnya. Konde pun menghadirkan artikel, video, film, dan informasi publik. Tentunya dengan konten yang terkait kasus-kasus kekerasan seksual. Sekarang Konde dikelola oleh mereka yang memiliki aspirasi progresif.
Serta kesamaan dalam memandang isu perempuan dan minoritas. Untuk garis perjuangan ini, Luviana tetap tegar meski Konde diserang. Ia menyerukan pada media di Indonesia, untuk tidak surut dalam memberitakan kekerasan seksual.
Katanya, media juga harus menolak segala bentuk kekerasan. Ini termasuk kekerasan digital yang menyerang media. Seruan Luviana didukung oleh AJI Jakarta. Menurut AJI, kerja jurnalistik Konde.co dilindungi oleh undang-undang pers.
Bagi pihak yang keberatan terhadap pemberitaan media, bisa mengajukan hak jawab. Atau hak koreksi langsung ke redaksi. Bukannya main serang secara siber. Yuk, kita dukung terus media dalam mengangkat kasus-kasus kekerasan seksual!