Langkah UIN Yogyakarta Mencegah dan Melawan Kekerasan Seksual

710
PLT UIN Sunan Kalijaga

Dosen Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Moch Nur Ichwan, memposting flyer digital melalui akun Facebook-nya. Flyer itu berisi nomor telepon pengaduan bagi yang mengalami atau mengetahui kekerasan seksual di lingkungan UIN Sunan Kalijaga.

“Hubungi kami Pusat Layanan Terpadu 0821-3768-3535,” bunyi flyer yang diposting Nur Ichwan pada 6 Januari lalu. Di bagian bawah flyer itu tertulis, “Ayo cegah dan lawan kekerasan seksual untuk ciptakan lingkungan aman bagi semua.”

Semula kami di CSW mengira, flyer ini dibuat untuk mengikuti langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim. Nadiem mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) lingkungan kampus non-keagamaan pada Agustus 2021.

Apalagi Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas menyatakan dukungan terhadap Permen PPKS. Menag berjanji akan segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan permen itu di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

Setelah dicari tahu, ternyata kami keliru.

Flyer ini dirilis oleh Pusat Layanan Terpadu (PLT) UIN Sunan Kalijaga. PLT sendiri sudah bekerja sejak Oktober 2020, berdasarkan Surat Keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tentang Pengangkatan Pengelola Pusat Layanan Terpadu Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

PLT didirikan karena prihatin atas maraknya kasus kekerasan seksual. Di sisi lain, salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menciptakan payung hukum, yang bisa memberi perlindungan pada korban sekaligus memberi efek jera bagi para pelaku. Tapi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) mengadapi jalan buntu untuk disahkan di parlemen.

Untuk mengisi kekosongan hukum itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melakukan terobosan. Direktur Jenderal mengesahkan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam pada Oktober 2019.

Salah satu rujukan yang menjadi dasar pedoman ini adalah data yang dikumpulkan dari 16 perguruan tinggi di Indonesia. Data ini dipresentasikan pada workshop tanggal 20-21 Agustus 2019. Dari data yang masuk dan dikompilasi, tercatat ada 1.011 kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

“UIN Sunan Kalijaga sebagai unit di bawah Kementerian Agama menyambut baik adanya aturan ini dengan mengeluarkan Surat Keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tentang Pengangkatan Pengelola Pusat Layanan Terpadu….,” tulis satu laporan berita di website UIN Sunan Kalijaga.

Ada empat tugas yang diemban PLT. Tiga yang utama adalah, pertama, melakukan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang melibatkan civitas akademica, baik yang terjadi di dalam maupun di luar kampus.

Kedua, menerima pengaduan kasus kekerasan seksual dan menyelesaikan penanganan kasusnya. Ketiga, melakukan koordinasi dengan para pihak dalam rangka penyelesaian kasus kekerasan seksual di lingkungan UIN Sunan Kalijaga.

Pada 10 Maret 2021, bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, PLT diluncurkan disertai seminar tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Perguruan Tinggi. Ketua PLT, Witriani, selain menjadi salah satu narasumber yang mengangkat perihal urgensi layanan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi, juga menjelaskan struktur PLT.

Menurut Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya itu, PLT dikelola oleh dosen-dosen perwakilan lembaga lintas fakultas. Meski, jika dibaca SK-nya, terdapat 1 nama mahasiswa yang menjadi bagian anggota pengelola PLT.

Ini agak berbeda dengan Satuan Tugas (satgas) Penanganan Kekerasan Seksual yang menjadi amanat Permen PPKS. Dalam Permen PPKS, anggota satgas terdiri dari unsur pendidik dan mahasiswa. Dengan kata lain, porsi keterlibatan unsur pendidik dan mahasiswa relatif setara.

Di dalam PLT ada 3 divisi: Divisi Pencegahan, Divisi Penanganan dan Pemulihan Korban, dan Divisi Penindakan Pelaku. Witriani juga menyatakan, PLT sudah membuat berbagai langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Dalam kesempatan itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, ikut memberikan sambutan. Pelindung PLT itu menyatakan, PLT adalah salah satu upaya pimpinan kampus untuk membuat UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus yang aman, nyaman, inklusif, dan nir-kekerasan, terutama kekerasan seksual, untuk semua civitas akademicanya.

Ada 9 bentuk kekerasan seksual, menurut PLT. Yaitu, pelecehan seksual, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pemerkosaan dan pencabulan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, dan kekerasan seksual via digital.

Sepintas, jumlah dan bentuk kekerasan menurut PLT mirip dengan jumlah dan bentuk kekerasan menurut RUU PKS. Namun, ada sedikit perbedaan.

Di PLT, pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan perkawinan tidak masuk dalam bentuk kekerasan seksual. Sementara di RUU PKS tidak dikenal kekerasan seksual via digital.

Ada 4 langkah pencegahan yang dilakukan PLT. Pertama, kajian dan pemetaan. Kedua, integrasi nilai HAM dan gender. Ketiga, edukasi anti kekerasan seksual. Dan terakhir, diskusi, workshop, dan konferensi.

Dalam satu video yang diposting akun Instagram PLT, @pltuinsuka, dipaparkan hak-hak yang akan diberikan kepada korban/pelapor dan saksi. Kepada korban/pelapor, hak yang diberikan adalah kerahasiaan identitas, pendampingan, perlindungan, penanganan, dan pemulihan. Sementara hak saksi adalah kerahasiaan identitas, pendampingan, perlindungan, keamanan, dan hak tidak dituntut.

Selain itu, PLT juga memberikan hak kepada terlapor/terduga pelaku berupa kerahasiaan identitas dan pendampingan. “Laporkan setiap tindakan kekerasan. Jadilah agen pembawa keadilan dan kedamaian,” tutup video itu.

Sejauh ini, memang belum ditemukan informasi kasus yang sedang ditangani PLT, maupun kisah sukses pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Namun, langkah yang dilakukan PLT ini jelas penting. Terlebih, kasus kekerasan seksual dikabarkan juga terjadi di lingkungan kampus keislaman negeri.

Sebagai contoh, seorang dosen Fakultas Adab dan Humaniora di UIN Malik Maulana Ibrahim Malang, disebut-sebut sebagai predator seksual. Sampai-sampai muncul 2 petisi online yang bertujuan mengusut kasus kekerasan seksual yang dilakukan si dosen dan desakan untuk menangkapnya.

Kasus kekerasan seksual yang lain juga dikabarkan terjadi di IAIN Sultan Amai Gorontalo dan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mudah-mudahan apa yang sudah dirintis PLT UIN Sunan Kalijaga ini diikuti dan diduplikasi kampus-kampus keislaman negeri lainnya. []