Jakarta, CSW – Kali ini saya akan berbagi cerita bahagia dari perguruan tinggi. Di sejumlah universitas besar di Indonesia, kini hadir rumah-rumah ibadah enam agama di Indonesia. Selama ini kan biasanya yang dibangun hanyalah masjid besar di kampus.
Ke depan itu nampaknya akan berubah. Mulai sekarang, kita akan melihat bukan saja masjid, tapi juga gereja, pura, vihara, dan klenteng di kampus-kampus Indonesia.
Dan ini terjadi bukan karena instruksi pemerintah. Rumah-rumah ibadah ini dibangun atas inisiatif dari masyarakat sipil. Yang baru saja terjadi adalah rencana pembangunan rumah-rumah ibadah di Universitas Indonesia.
Ikatan Alumni UI baru saja menghadap Menteri Agama untuk menyampaikan rencana pembangunan rumah ibadah semua agama di kampus mereka.
Pak Yaqut Cholil tentu saja gembira. Menurutnya, Kementerian Agama sepenuhnya mendukung rencana tersebut. Jajaran pengurus ILUNI yang beraudiensi dengan Menag itu merupakan perwakilan dari lima agama.
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Mereka berasal dari alumni berbagai fakultas di UI.
Menurut Ketua Umum Iluni UI, Andre Rahadian, mereka sudah menyiapkan desain rumah ibadah semua agama di UI dengan konsep ramah lingkungan dan kearifan budaya lokal. Misalnya ada desain rumah ibadah dengan konsep rumah adat Batak Karo dan rumah adat Jawa.
Pembangunan akan dimulai tahun depan. Tapi sebenarnya sebelum UI sudah ada beberapa kampus lain yang mulai lebih dulu.
Salah satunya Universitas Pancasila, Jakarta. Pada awal September lalu, mereka bahkan meresmikan kelenteng tempat ibadah Konghucu.
Pembangunan ini terwujud atas kerja sama Yayasan Universitas Pancasila dengan Majelis Tinggi Agama Konghucu. Sebelum membangun kelenteng, Universitas Pancasila juga telah mendirikan masjid, Gereja Kristen Protestan, Gereja Kristen Katolik, Pura Hindu, dan Vihara Budha.
Semua bangunan itu berdiri saling berdampingan di lingkungan kampus. Yang juga sudah membangun banyak rumah ibadah adalah UNS Surakarta. Di kampus ini sudah berdiri masjid, gereja, vihara, dan pura.
Sejak tahun lalu sebenarnya dikabarkan sudah ada pembangunan klenteng di UNS, tapi sampai saat ini realisasinya belum terlihat.
Yang kabarnya juga akan segera memulai projek pembangunan tempat ibadah semua agama adalah Universitas Gadjah Mada.
Yang menarik, di berbagai kampus ini, pembangunan rumah ibadah akan dilakukan dengan melibatkan komunitas agama.
Jadi pembangunan gereja akan melibatkan komunitas Kristen, pembangunan pura melibatkan komunitas Hindu, pembangunan vihara melibatkan komunitas Budha, dan pembangunan klenteng melibatkan komunitas Konghucu.
Ini adalah gerakan masyarakat sipil yang sesungguhnya.
Memang jumlah perguruan tinggi yang membangun rumah ibadah semua agama ini masih bisa dihitung dengan jari tangan.
Namun marilah kita berharap apa yang dimulai oleh sedikit universitas ini akan terus diikuti oleh perguruan tinggi lain.
Pembangunan rumah ibadah adalah simbol pengakuan atas keberagaman. Selama ini yang lazim didirikan dan dikembangkan adalah hanya masjid. Bahkan seringkali selain masjid, di setiap fakultas lazim ditemukan juga musala-musala besar.
Tentu saja salah satu alasannya adalah karena jumlah mahasiswa muslim jauh lebih banyak. Jumlah mahasiswa muslim yang salat setiap hari dan yang salat Jumat setiap minggu bisa berlimpah.
Karena itu ada kebutuhan nyata akan kehadiran masjid.
Namun demikian, ini tentunya tidak berarti bahwa umat agama lain tidak perlu memiliki rumah ibadah sendiri.
Hak menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing adalah hak yang harus dihormati.
Kalaupun di sebuah kampus hanya ada sedikit mahasiswa dan dosen beragama Hindu, itu tidak berarti kebutuhan mahasiswa Hindu boleh diabaikan.
Begitu juga agama-agama lain. Pembangunan rumah ibadah semua agama adalah bukti penghormatan atas semua agama yang ada di Indonesia.
Apalagi, rumah ibadat tidak berfungsi sebagai sekadar tempat ibadat ritual. Rumah ibadat bisa juga menjadi tempat pelayanan terhadap kebutuhan mahasiswa akan bimbingan rohani.
Atau juga tempat mempelajari kitab suci, berdiskusi, bertukar pikiran. Atau juga tempat untuk bertemu teman saudara seiman.
Masjid, gereja, vihara, pura, dan klenteng bisa menjadi pusat aktivitas sosial. Bagi pemeluknya, rumah ibadah bisa menjadi tempat istirahat ketika mereka lelah belajar, meneliti, membaca, dan melakukan kegiatan akademik.
Tapi juga bisa untuk mengembangkan gerakan-gerakan sosial yang dipandu oleh nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.
Kehadiran rumah ibadah semua agama ini dapat pula menetralisir kecurigaan yang berkembang tentang kegiatan keagamaan di kampus.
Selama ini ada kondisi yang tidak terlalu sehat. Banyak kampus di universitas negeri dicurigai menjadi tempat pembinaan kaum radikal.
Di kampus-kampus itu memang ditemukan kaderisasi kelompok radikal secara sistematis. Kampus menjadi tempat bagi kekuatan-kekuatan politik merekrut dan membina kader mereka.
Ini yang disebut sebagai politisasi kampus. Atau bahkan disebut sebagai radikalisasi kampus.
Kelompok-kelompok ini lazimnya bersifat eksklusif. Mereka berusaha bukan saja menguasai gerakan kemahasiswaan tapi juga menguasai staf pengajar, pimpinan fakultas, dan pimpinan unversitas.
Diskriminasi terhadap nonmuslim terjadi di dunia akademik. Ini bahkan terjadi di awal mahasiswa masuk kuliah.
Banyak mahasiswa baru diracuni dengan peringatan bahwa umat Islam harus bersatu melawan nonmuslim.
Ini sudah berlaku lebih dari dua dekade. Karena itu kehadiran rumah ibadah banyak agama diharapkan bisa menetralisir ini.
Para mahasiswa sejak tahun pertama sudah bisa menyaksikan hadirnya banyak rumah ibadah yang berdiri berdampingan. Mahasiswa dan dosen akan belajar bahwa Indonesia bukan hanya untuk satu agama, tapi semua agama.
Apalagi bila masing-masing aktivis kelompok agama menunjukkan solidaritas dan kerjasama. Apalagi bila setiap rumah ibadah itu membuka diri bagi kehadiran umat beragama lain untuk ikut dalam acara-acara mereka atau untuk mengenal lebih jauh diri mereka.
Ini menjadi lebih penting lagi mengingat para lulusan perguruan tinggi ini akan menempati posisi posisi-posisi kunci di masyarakat. Kalau di dunia kampus, mereka belajar tentang keberagaman secara nyata, itu pasti mempengaruhi perilakunya di dunia kerja.
Saya percaya perdamaian di Indonesia akan tercapai kalau masing-masing umat beragama menghargai agama lain. Saat ini rumah ibadah banyak agama sudah ada hanya di beberapa perguruan tinggi besar di Indonesia. Tapi mudah-mudahan ini akan terus berkembang.