Jakarta, CSW – Demokratisasi dalam dunia media online memang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, sekarang ini semakin mudah mendirikan media. Di sisi lain, semakin sulit membedakan mana media professional mana yang abal-abal.
Ini yang sekarang terjadi dengan media bernama PoliceWatch.news Dilihat dari namanya sih terkesan keren. Bayangkan, Policewatch kan artinya pengawas polisi? Jadi wajarlah kalau khalayak menaruh harapan tinggi.
Bayangannya kan media yang memberitakan kinerja polisi. Ternyata, sama sekali tidak. Silahkan buka saja situs dengan alamat policewatch.news Ternyata isinya seperti portal media berita biasa.
Memang ada satu rubric namanya Seputar POLRI-TNI. Tapi yang lainnya sih seperti media biasa. Ada olahraga, hiburan, kriminalitas, politik, dan bahkan sejarah. Jadi tidak ada hubungannya dengan polisi.
Tapi yang lebih parah lagi, sekarang terungkap bahwa media ini mencatut nama eks jenderal TNI yang diduga digunakan antara lain untuk memeras. Ini terungkap gara-gara salah seorang purnawirawan yang dicatut namanya itu membuat konferensi pers.
Pemilik media cetak dan online media itu, Muh. Rodhi Irfanto, bakal dilaporkan ke polisi. Rodhi dituduh mencatut nama beberapa jenderal purnawirawan. Nama jenderal-jenderal itu dipasang di boks redaksi PoliceWatch.news,
Dan dengan cara itu, Rodhi diduga menakut-nakuti nara sumber dan memeras. Nama purnawirawan yang dicatut adalah Mayjen TNI Purnawirawan Tatang Zaenudin. Jenderal berbintang dua dan mantan pejabat Kopassus ini marah ketika tahu namanya tercantum di boks redaksi PoliceWatch.news.
Tatang di sana disebut sebagai Pelindung dan Penasehat di media milik Rodhi. Dalam keterangan persnya, pertengahan September ini, Tatang mengklaim dirinya tidak pernah diberitahu. Menurut Tatang, pencantuman namanya di media Rodhi itu tidak lewat prosedur resmi.
Juga, tidak ada SK atau permohonan tertulis, untuk menjadikan dirinya pelindung atau penasihat di PoliceWatch.news. Tatang mengaku sangat geram, karena namanya dicantumkan begitu saja.
Selain itu, kata Tatang, ternyata ada beberapa jenderal purnawirawan lain yang namanya dicatut oleh Rodhi. Tatang menganggap Rodhi mencatut namanya dan beberapa jenderal lainnya hanya untuk kepentingan diri Rodhi semata.
Tatang mengakui, Rodhi dulu pernah meminta dirinya untuk menjadi pelindung dan penasehat di PoliceWatch.news. Namun Tatang belum memberi kata setuju. Tatang juga membeberkan beberapa temuan dan informasi dari sejumlah daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Ternyata di daerah-daerah itu Rodhi dilaporkan banyak melakukan tindakan di luar ranah jurnalistik, Dia bahkan diduga kerap melakukan pemerasan. Orang seperti itu jahat, tegas Tatang. Menurut informasi yang diperoleh Tatang, Rodhi kerap menakut-nakuti para narasumber, baik di tingkat desa hingga pusat,
Bisa dibilang, Rodhi terindikasi melakukan ancaman personal, intimidasi, hingga pemerasan. Coba buka jejak digitalnya di Google, memalukan sekali, ungkap Tatang. Rodhi sudah dikonfirmasi oleh wartawan, tentang tuduhan pencatutan nama tersebut.
Rodhi mengklaim, ia sudah meminta izin secara lisan, baik ke Tatang maupun ke beberapa jenderal lainnya. Namun Rodhi mengakui, memang tidak ada SK tertulisnya. Rodhi juga berkilah bahwa kalau Tatang keberatan namanya dicantumkan di PoliceWatch.news, sebaiknya Tatang tidak menyampaikannya melalui orang lain.
Kenapa tidak hubungi saya, kata Rodhi. Rodhi mengaku, ia sering berkomunikasi dengan Tatang. Terakhir, 2 bulan lalu, katanya. Rodhi juga membantah ia melakukan pemerasan. Tapi omongan Rodhi ini dibantah oleh Tatang.
Tatang menegaskan, dirinya sudah lama sekali tak pernah berkomunikasi dengan Rodhi, Bukan baru 2 bulan seperti dikatakan Rodhi. Bahkan Tatang menyebut Rodhi itu pembohong besar dan perusak. Berdasarkan pantauan, PoliceWatch.news kini telah mencopot nama Mayjen TNI (Purn) Tatang Zaenudin dari boks redaksinya.
Meski demikian, kerusakan sudah terlanjur terjadi. Rodhi dianggap Tatang tak punya kemampuan di bidang jurnalistik, dan tidak memiliki etika yang baik. Tatang memberi peringatan:
Dia bilang dia akan menindak tegas siapa pun yang mencatut namanya untuk kepentingan pribadi, serta mencoreng nama baiknya. “Tak akan ada ampun, orangnya akan disikat,” katanya. Kasus semacam ini kembali menunjukkan besarnya masalah di dunia media online di Indonesia.
Kita percaya pers yang bebas adalah bagian dari civil society. Bersama komponen-komponen lain, pers harus ikut mendukung sistem demokrasi. Namun menjadi masalah, ketika pers diisalahgunakan, bahkan sengaja diperalat, untuk mengejar kepentingan-kepentingan sempit pribadi.
Dan hal itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, serta mengabaikan prinsip dan etika jurnalistik. Dalam kasus PoliceWatch.news versus Tatang Zaenudin, media dituduh menakuti-nakuti nara sumber dan memeras.
Jika terbukti, itu bukan lagi sekadar pelanggaran etika jurnalistik biasa, tetapi sudah masuk ranah criminal. Kita harapkan masalah ini bisa diselesaikan melalui proses hukum secara tuntas.