Jakarta, CSW – Kali ini saya akan bicara soal peliputan Narasi TV. Tentang konflik di lokasi smelter industri nikel di Morowali bulan lalu. Menurut saya, laporan Narasi TV kali ini sangat bermasalah.
Bahkan bisa dibilang, Narasi TV seperti dengan sengaja memprovokasi penonton untuk membenci para TKA asal Cina yang di smelter itu. Kalau saja, Narasi TV punya cukup informasi bahwa para TKA adalah sumber masalah tentu nggak apa apa.
Masalahnya, Narasi TV mengambil kesimpulan itu tanpa data yang cukup. Narasi sebenarnya adalah sebuah kanal Youtube yang menarik. Kanal ini didirikan oleh Najwa Shihab, mantan penyiar Metro TV yang terkenal kritis.
Didirikan pada 2018, Narasi dengan segera menarik perhatian penonton Indonesia. Hanya dalam waktu beberapa tahun, Narasi menjadi salah satu kanal berita yang sangat diperhitungkan.
Apalagi Najwa memang dikenal sebagai host yang pintar dan mampu melontarkan pernyataan yang cerdas dan menggelitik. Narasi tidak hanya menonjolkan Najwa.
Isi Narasi sangat beragam. Di dalamnya ada reportase mendalam, dokumenter, dialog, profil sosok penting, tips psikologis, muatan edukatif, dan bahkan ada test wawasan kebangsaan.
Tapi dari begitu banyak kontennya, yang nampaknya jadi salah satu daya tarik utama Narasi adalah program yang mereka sebut sebagai laporan investigatif, berjudul Buka Mata.
Di program ini, Narasi seolah membongkar hal-hal yang selama ini tertutup. Jadi sebenarnya Narasi sangat bisa berkembang menjadi media alternative dengan isi yang mencerahkan.
Tapi nampaknya Narasi memiliki keterbatasan sumber daya manusia. Dan ini yang sayangnya, terlihat sekali dalam laporan yang akan saya bahas hari ini. Laporan itu ditayangkan pada 3 Februari.
Judulnya di thumbnail terkesan sebagai click-bait tapi juga provokatif.
Judulnya adalah “Rusuh di Pabrik Nikel Morowali: Mengapa TKA China dibekali Pipa Besi?”.
Jadi laporan yang disajikan Narasi ini terkait dengan sebuah kerusuhan di smelter nikel PT GNI di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada 14 Januari lalu.
Kerusuhan dimulai oleh unjuk rasa serikat pekerja yang tidak puas dengan beberapa kondisi di smelter.
Namun aksi unjuk rasa yang semula berlangsung damai ternyata berkembang menjadi aksi kekerasan yang merusak pabrik, menghancurkan kendaraan, fasilitas kerja, dan mess pekerja.
Bahkan ada pekerja yang tewas. Konflik juga berubah dari unjuk rasa hak pekerja menjadi konflik antara pekerja asing asal Cina dan pekerja lokal. Untunglah aparat keamanan segara diturunkan sehingga mencegah kerusuhan berkembang lebih luas.
Narasi TV menyatakan mereka melakukan investigasi terhadap apa yang terjadi. Mereka mengaku merangkai kronologi peristiwa dengan mengumpulkan video dan mewawancarai saksi mata.
Tapi sayangnya laporan itu malah terkesan jadi usaha memprovokasi penonton untuk menyalahkan tenaga kerja asing asal Cina sebagai sumber masalah. Judulnya saja sudah menunjukkan sikap Narasi TV.
Di judul, Narasi TV mengajukan pertanyaan: mengapa TKA Cina dibekali pipa besi? Padahal wartawan yang meliput tidak bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan itu. Narasi pada awalnya memang semula menjelaskan bahwa aksi massa ini sebenarnya berfokus pada soal tuntutan hak pekerja.
Tapi tiba-tiba Narasi menampilkan cuplikan video yang menunjukkan seolah ada TKA Cina yang memukuli tenaga kerja lokal dengan pipa besi. Cuplikan video itu berdurasi hanya beberapa detik dan diambil dari kejauhan.
Jadi nggak jelas sebenarnya apa yang terjadi. Tidak ada penjelasan mengapa terjadi pemukulan. Lantas dilanjutkan dengan kronologi ke arah kerusuhan. Laporan ini menunjukkan bahwa belakangan terjadi bentrok antara TKA Cina dan tenaga kerja lokal.
Tapi lagi-lagi tidak ada penjelasan mengapa bentrok terjadi. Tapi tiba-tiba saja di akhir program ditunjukkan bahwa para TKA dari Cina memang biasa membawa pipa besi kalau sedang bekerja.
Di situlah kemudian diajukan pertanyaan, “Mengapa para TKA membawa pipa besi?”. Bahkan ada cuplikan suara seorang pekerja lokal yang menyatakan, jangan-jangan para TKA memang sudah mempersiapkan diri untuk kejadian kerusuhan itu.
Narasi TV kesannya benar-benar ingin menunjukkan bahwa sebenarnya penyebab dari kerusuhan adalah kaum TKA Cina. Narasi seperti ingin menggambarkan pekerja Cina sudah siap menggunakan besi untuk menyerang tenaga kerja lokal.
Padahal ada banyak hal yang mungkin menyebabkan TKA itu membawa besi. Mereka belum tentu mempersiapkan diri untuk menyerang. Mereka mungkin sekali berjaga-jaga untuk melindungi diri.
Kalau ini benar, pertanyaan yang seharusnya diajukan si jurnalis adalah, “Mereka sedang berusaha melindungi diri dari ancaman siapa?”. Narasi sebenarnya sempat mewawancara seorang TKA.
Tapi narasumber itu tidak ditanya soal perlengkapan pipa besi itu. Tuduhan bahwa TKA yang mulai menyerang juga cuma datang dari satu sumber. Narasi tidak mencari tahu mengapa misalnya terjadi bentrok antara pekerja lokal dan pekerja asing.
Dari unjuk rasa yang semula terfokus pada soal hak-hak pekerja, kok berkembang menjadi bentrok antar pekerja? Tapi Narasi tidak menampilkan alasan terjadinya bentrok versi TKA. Ujung-ujungnya Narasi TV seperti sekadar berusaha mengompori penonton untuk bersama-sama menolak kehadiran TKA asal Cina di smelter industri nikel.
Dan kelihatannya Narasi TV berhasil membakar kemarahan penonton. Ini misalnya terbaca dalam celetukan penonton di kolom komentar yang terkesan ‘anti CIna’. Jadi bisa dibilang upaya Narasi membangkitkan kebencian terhadap TKA Cina berhasil.
Dan ini sangat disayangkan. Indonesia memerlukan media massa yang kritis dan objektif. Untuk membongkar apa yang berada di belakang sebuah peristiwa, diperlukan kemampuan jurnalistik yang tinggi.
Narasi TV seharusnya bersikap adil, tidak sembarang menuduh, apalagi membangkitkan kebencian. Isu kehadiran TKA Cina memang biasa dijadikan gorengan politik oleh kalangan tertentu.
Tapi media sekualitas Narasi TV seharusnya tidak menyebarkan isu-isu gorengan semacam ini. Mudah-mudahan ke depan, Narasi TV akan lebih baik.