Nasib Guru Honorer Memprihatinkan, PSI Desak Pemerintah Berikan Solusi Secepatnya

158

Jakarta, CSW – Dari dulu, kisah miris guru honorer di Indonesia belum juga terselesaikan. Guru-guru yang memiliki pekerjaan mulia ini banyak yang menerima gaji tidak layak. Padahal kualitas pekerjaan mereka sama dengan para guru yang telah diangkat menjadi ASN. Tapi nasib mereka berbeda jauh.

Contohnya pasangan guru honorer di Jawa Timur yang gajinya hanya Rp400 ribu sebulan. Padahal keduanya sudah mengabdi selama bertahun-tahun. Kalau di pabrik saja ada kenaikan gaji, guru honorer nggak ada. Mereka masih juga dibebani potongan-potongan dari sekolah, seperti arisan atau iuran. Kondisi guru honorer diungkapkan oleh Ketua DPP PSI Furqan AMC yang mengupload dua foto slip gaji guru honorer di Instagram.

Dalam slip gaji itu terlihat nominal Rp400 ribu. Yang lebih miris, nominal slip gaji satunya lagi hanya Rp173 ribu. Dan yang membuat masalah ini mengkhawatirkan, ada ratusan ribu guru honorer yang mengalami nasib serupa di Indonesia. Ini nggak sesuai dengan prediksi kelangkaan guru pada 2024 yang mencapai 1,3 juta orang guru. Dengan gaji yang kecil, para guru honorer terpaksa berhutang ke sana-sini. Banyak dari mereka yang kemudian terjerat Pinjaman Online.

Data OJK itu menunjukkan, dari semua korban pinjol, ada 42% guru yang termasuk jadi korbannya. Jumlah ini tentu besar sekali dan menunjukkan kondisi guru sangat memprihatinkan. Terutama guru honorer yang penghasilannya bahkan tidak cukup untuk makan. Ini adalah kondisi yang sangat mendesak. Nasib guru honorer telah diabaikan dan dianaktirikan sejak lama. Padahal mereka adalah tonggak penting dalam mencerdaskan anak bangsa.

Ini adalah salah satu contoh hal yang menyebabkan kualitas pendidikan Indonesia rendah. Karena banyak guru yang masih direpotkan dengan penghidupan. Mereka jadi nggak fokus dalam mendidik murid-muridnya. Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan solusi. Yaitu mengangkat guru honorer itu menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Dengan status ini, guru yang belum diangkat jadi ASN akan mendapatkan gaji sesuai UMR. Nah, jika itu terlaksana, nantinya para guru tidak lagi terbebani kewajiban mencari nafkah lain, karena kebutuhannya telah tercukupi. Meskipun memang, gaji setara UMR itu juga belum menyelesaikan persoalan. Idealnya seperti di luar negeri, profesi guru itu dihargai mahal sekali. Nah, orang yang menjadi guru adalah mereka yang benar-benar profesional.

Dengan begitu kualitas pendidikan akan juga meningkat. Tapi sayangnya, jangankan membayar mahal guru, menjadikan mereka Pegawai Pemerintah saja belum terlaksana. Memang sih, untuk mengangkat semua guru menjadi Pegawai Pemerintah itu memerlukan persiapan yang matang. Dananya harus tersedia, mekanisme distribusi dan pengawasannya juga harus jelas. Dan yang paling penting adalah payung hukumnya.

Jangan sampai kebijakan yang tujuannya untuk menyejahterakan pegawai honorer itu justru dimanfaatkan oleh oknum. Tapi kebijakan untuk mengangkat guru honorer jadi ASN atau pegawai pemerintah terganjal revisi UU ASN yang belum juga mengalami kejelasan. Hal ini terjadi karena pendataan tenaga honorer bermasalah. Ada ketidak-sinkronan antara pemerintah pusat dan daerah.

Misalnya, awalnya jumlah tenaga honorer itu diperkirakan berjumlah 500 ribu orang. Kemudian setelah didalami ternyata diperkirakan ada 800 ribu orang. Tapi jumlah itu juga ternyata belum final. Setelah didata lagi, jumlahnya membengkak jadi lebih dari 2 juta 400 ribu orang. Ironisnya, meskipun jumlahnya sudah naik berkali-kali lipat, masih ada tenaga honorer yang belum terdata. Artinya, masih banyak yang luput dari pendataan. Dan entah berapa jumlah tenaga honorer yang sebenarnya.

Dari sini sudah terbaca betapa kacaunya proses verifikasi antara pemerintah daerah dan pusat. Dan ini tentu saja tidak bisa dipaksakan kalau datanya masih simpang-siur. Untuk itu harus ada desakan agar pemerintah dan DPR serius mengawal masalah ini. Karena bukan hanya soal menghargai profesi seseorang, tapi juga berkaitan dengan masa depan bangsa.

Contohnya untuk kasus guru honorer yang gajinya Rp400 itu, bagaimana mungkin mereka bisa memberikan pendidikan berkualitas kalau dalam pikiran mereka selalu diliputi kecemasan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Nah, kemudian berdampak pada kondisi sang guru harus menyambi kerja dan mengganggu proses mengajarnya. Belum lagi kalau sang guru terjerat pinjol ilegal dan diteror sampai ke sekolahnya. Ini akan berdampak secara psikologis ke guru itu dan lingkungan sekolahnya.

Semoga saja persoalan tenaga honorer, khususnya guru ini, segera dapat teratasi. Kita tentu mendambakan pendidikan Indonesia yang berkualitas, dengan guru-guru yang dihargai jasanya dengan pantas.