Jakarta, CSW – Program biaya sertifikasi halal gratis untuk UMK sebenarnya bukan yang pertama. Pada September 2021, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan program Sertifikat Halal Gratis (Sehati). Tapi tanpa ada alasan yang jelas, program tersebut dihentikan.
Dari pengaduan yang Civil Society Watch (CSW) terima, penghentian program Sehati dikarenakan program tersebut tidak efektif dan tidak efisien. Dikatakan bahwa Kemenag sudah mengeluarkan dana banyak, tetapi dari sekian banyak pelaku UMK yang telah mendaftar dan diproses, banyak yang tidak lolos dan gagal mendapatkan sertifikasi halal.
Beberapa kalangan juga mendukung penghentian program Sehati, karena dianggap terlalu dimonopoli MUI. Sehingga hanya pelaku UMK yang punya akses ke MUI yang bisa ikut program itu. Padahal ada beberapa lembaga yang menyatakan kesediaan dan mengajukan untuk memfasilitasi program tersebut.
Terkait self declare, CSW juga menerima pengaduan. Disampaikan bahwa bagaimana skema self declare dijalankan, juga belum ada mekanismenya. Ketika mereka bertanya ke BPJPH dan MUI, mereka mendapat jawaban yang simpang siur.
Menurut pengadu, dikatakan bahwa menurut BPJPH, self declare bisa dilakukan dengan syarat ada lembaga penjamin. Dan jumlah UMK yang dijamin juga dibatasi hanya lima UMK.
Sementara informasi dari MUI, self declare dijalankan tetap dengan melalui proses pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan fatwa MUI. Ini membingungkan pengadu, karena kalau tetap ada mekanisme pemeriksaan dan fatwa, apa gunanya ketentuan self declare.
Setelah menerima beberapa pengaduan tersebut, CSW mengajukan permohonan wawancara kepada BPJPH melalui pesan Whatsapp dan email. CSW ingin mengkonfirmasi pengaduan-pengaduan tersebut dan beberapa isu lainnya. Tapi sudah dua kali CSW mengajukan permohonan wawancara, dan BPJPH tidak juga meresponnya.
Menurut CSW, masih banyak masalah terkait sertifikasi halal ini. Baik pada undang-undang, peraturan yang ada, lembaga penyelenggara, maupun pada tataran pelaksanaannya.
Karena itu CSW mengajak berbagai pihak untuk mengawal berlakunya ketentuan sertifikasi halal tersebut. Apabila diperlukan, kita bisa mengajukan judicial review terhadap Undang-undang Jaminan Produk Halal tersebut.
Mari kita bersuara untuk Indonesia yang lebih baik. (MWT/Rio)