Jakarta, CSW – Pemilik media cetak dan online PoliceWatch.news, Muh. Rodhi Irfanto, bakal dilaporkan ke polisi. Pasalnya, Rodhi dituduh mencatut nama beberapa jenderal purnawirawan.
Nama jenderal-jenderal itu dipasang di boks redaksi PoliceWatch.news, dan dengan cara itu, Rodhi bisa menakut-nakuti nara sumber dan memeras. Salah satu yang namanya dicatut adalah Mayjen TNI Purnawirawan Tatang Zaenudin.
Kemarahan jenderal bintang dua dan mantan pejabat Kopaassus ini memuncak, ketika tahu namanya tercantum di boks redaksi media PoliceWatch.news. Tatang disebut sebagai Pelindung dan Penasehat di media milik Rodhi.
Dalam keterangan persnya, pertengahan September ini, Tatang mengklaim dirinya tidak pernah diberitahu. Menurut Tatang, pencantuman namanya di media Rodhi itu tidak lewat prosedur resmi.
Juga, tidak ada SK atau permohonan tertulis, untuk menjadikan dirinya pelindung atau penasihat di PoliceWatch.news. Tatang mengaku sangat geram, karena namanya dicantumkan begitu saja.
Selain itu, kata Tatang, ternyata ada beberapa jenderal purnawirawan lain. yang namanya dicatut oleh Rodhi. Tatang beranggapan, Rodhi mencatut namanya dan beberapa jenderal lainnya
hanya untuk kepentingan diri Rodhi semata. Tatang mengakui, Rodhi dulu pernah meminta dirinya untuk menjadi pelindung dan penasehat di PoliceWatch.news. Namun Tatang belum memberi kata setuju.
Lebih lanjut, Tatang membeberkan beberapa temuan dan informasi yang didapatnya dari Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah, juga Bandung, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Intinya, Rodhi dilaporkan banyak melakukan tindakan di luar ranah jurnalistik, bahkan kerap melakukan pemerasan.
Orang seperti itu jahat, tegas Tatang. Menurut Tatang, Rodhi terkesan menakut-nakuti para narasumber baik di tingkat desa hingga pusat, sehingga muncul indikasi ancaman personal, intimidasi, hingga pemerasan. Coba buka jejak digitalnya di Google, memalukan sekali, ungkap Tatang.
Rodhi pun dikonfirmasi oleh wartawan, tentang tuduhan pencatutan nama tersebut. Rodhi mengklaim, ia sudah meminta izin secara lisan, baik ke Tatang maupun ke beberapa jenderal lainnya.
Namun Rodhi mengakui, memang tidak ada SK tertulisnya. Rodhi juga berkilah, jika Tatang keberatan namanya dicantumkan di PoliceWatch.news, bukan berarti Tatang harus menyampaikannya melalui orang lain. Kenapa tidak hubungi saya, kata Rodhi.
Rodhi mengaku, ia sering berkomunikasi ke Tatang, dan terakhir 2 bulan lalu. Tapi omongan Rodhi ini dibantah oleh Tatang. Tatang menegaskan, dirinya sudah lama sekali tak pernah berkomunikasi dengan Rodhi,
bukan baru 2 bulan seperti dikatakan Rodhi. Bahkan Tatang menyebut Rodhi itu pembohong besar dan perusak. Berdasarkan pantauan, PoliceWatch.news kini telah mencopot nama Mayjen TNI (Purn) Tatang Zaenudin dari boks redaksinya.
Meski demikian, kerusakan sudah terlanjur terjadi. Rodhi dianggap Tatang tak punya kemampuan di bidang jurnalistik, dan tidak memiliki etika yang baik. Tatang pun memberi peringatan: Siapa pun yang mencatut namanya untuk kepentingan pribadi
serta mencoreng nama baiknya, tak akan ada ampun, orangnya akan disikat. Kasus pencatutan nama oleh pemilik media ini menunjukkan, masih banyak problem serius di ranah pers Indonesia. Banyak media tidak menjalankan fungsi yang seharusnya.
Padahal pers yang bebas adalah bagian dari civil society. Bersama komponen-komponen lain, pers harus ikut mendukung sistem demokrasi. Namun menjadi masalah, ketika pers disalahgunakan, bahkan sengaja diperalat,
untuk mengejar kepentingan-kepentingan sempit pribadi. Dan hal itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, serta mengabaikan prinsip dan etika jurnalistik. Dalam kasus PoliceWatch.news versus Tatang Zaenudin,
media dituduh menakuti-nakuti nara sumber dan memeras. Jika terbukti, itu bukan lagi sekadar pelanggaran etika jurnalistik biasa, tetapi sudah masuk ranah kriminalitas. Maka kita mendukung sepenuhnya,
dilakukannya proses hukum kepada PoliceWatch.news, sebagai pembelajaran untuk pengelola media dan edukasi publik. Yakni, agar media tidak bisa diperalat dan dieksploitasi untuk maksud-maksud tercela.