SELAMA BERTAHUN-TAHUN MUI MEMERAS

586

Jakarta, CSW – Majalah Tempo terbaru melaporkan bahwa Majelis Ulama Indonesia selama bertahun-tahun memeras mereka yang membutuhkan sertifikat halal. Kalau dugaan ini benar, MUI harus secara sungguh-sungguh berbenah diri. Kementerian Agama juga harus turun tangan membongkarnya. Saat ini pemberian sertifikat halal sudah tidak lagi berada di MUI.

Yang memberi sertifikat halal adalah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Namun BPJPH tetap memerlukan adanya fatwa MUI. Jadi MUI masih terlibat dalam pemberian sertifikat halal. Tapi justru karena itulah Kementerian Agama harus secara aktif membongkar dugaan tersebut. Kalau laporan Tempo benar, MUI selama bertahun-tahun telah menyalahgunakan otoritas mereka. Laporan Majalah Tempo ini hanya memfokuskan perhatian pada pemerasan terhadap lembaga sertifikat halal luar negeri.

Agar produk-produk pangan asing bisa masuk ke Indonesia, mereka membutuhkan sertifikat halal dari MUI. MUI tidak berurusan dengan masing-masing perusahaan. MUI memberi sertifikat halal bagi lembaga yang menangani sertifikat halal di negara masing-masing. Terdapat tiga negara yang dijadikan objek tulisan Tempo: Australia, Spanyol, dan Jerman. Pertama-tama, Australia.

Majalah Tempo menggambarkan bagaimana salah satu lembaga sertifikat halal negara tersebut, Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV), mengalirkan dana ke petinggi MUI. Angka persisnya tidak disebut berapa. Namun dilaporkan, petinggi ICCV, Esad Alagic, beberapa kali mengirimkan uang kepada petinggi MUI, Amidhan Saberah dan Lukmanul Hakim. Amidhan adalah mantan Ketua MUI yang menangani sertifikat halal, sementara Lukmanul Hakim adalah Ketua Badan LPPOM MUI. Tempo menyebut ada 400 ribu dolar mengalir ke Amidhan, dan 200 ribu dolar AS ke Lukmanul Hakim.

Kalau dikurskan itu berarti Rp 5,6 miliar ke Amidhan dan Rp 2,8 miliar ke Lukmanul Sekadar catatan Lukmanul sekarang adalah anggota staf khusus Wapres Maruf Amin Tempo sempat menghubungi Esad. Namun Esad membantah pernah menyuap Amidhan dan Lukmanul Dia mengakui memberi bantuan dari kantongnya dan ICCV bagi pembangunan masjid milik Amidhan. Tapi itu tak ada hubungannya dengan sertifikasi halal Baik Maruf, Amidhan dan Lukmanul tidak menjawab permintaan Tempo untuk wawancara

Benarkah cerita itu? Tentu perlu dikonfirmasi. Tapi Tempo juga memperoleh informasi dari Muhammad El Mouelhy. Presiden Halal Certification Authority (HCA), Australia Jadi rupanya di Australia, ada lebih dari satu lembaga sertifikat halal. Ada ICCV, ada HCA, dan ada yang lainnya, Nah menurut Mouelhy, sudah jadi rahasia umum di Australia, untuk mendapatkan sertifikat halal di Indonesia, perusahaan asing harus menyuap MUI Ia menceritakan pengalaman 2006. Australia adalah salah satu importir terbesar daging sapi ke Indonesia. Ketika itu 40 persen dari kebutuhan 400 ribu ton daging impor kita datang dari Australia. Tentu ini menjadi bisnis yang memiliki nilai ekonomi luar biasa.

Bersama enam perusahaan daging lainnya, HCA menghubungi MUI. MUI menyatakan mereka harus meninjau kelayakan perusahaan di Australia. Selama 1 minggu di awal April, tim MUI datang ke Australia. Yang datang antara lain Maruf Amin, Amidhan dan sekjen saat itu, Ichwan Sam. MUI meminta masing-masing orang memperoleh uang saku 300 dolar Australia per hari. Kalau dikurskan ke rupiah, masing-masing petinggi MUI memperoleh uang saku Rp 2,1 juta rupiah per hari. HCA juga memberikan 26 ribu dolar Australia kepada tim MUI, alias Rp 182 juta

Amidhan dikabarkan mendapat jatah paling banyak. Ternyata walau sudah keluar uang begitu banyak, mereka tetap tidak mendapat izin sertifikasi halal ke Indonesia. Diduga gara-garanya Esad dan ICCV sudah menjamu MUI dan meminta MUI hanya memberikan izin kepada ICCV. Selain Australia, Tempo juga melaporkan kasus sertifikat halal Spanyol. Lembaga yang menangani sertifikat halal di negara itu adalah Spain Halal. Menurut Abu Khaled dari Spain Halal, permohonannnya untuk mendapat sertifikat halal kepada MUI tidak pernah dikabulkan MUI. Mereka sudah menghubungi MUI sejak 2015.

Kedutaan Spanyol sudah berusaha membantu tapi tidak kunjung ada jawaban. Lucunya, Khaled mengakui dihubungi pihak-pihak yang menjanjikan bahwa MUI akan mengeluarkan sertifikat halal, bila Khaled bersedia mengucurkan sejumlah dana. Selain itu Tempo juga membahas dugaan pemerasan terhadap lembaga sertifikat halal Jerman. Kasus ini sudah kami angkat di CSW.

Dan kasus ini sebenarnya jauh lebih meyakinkan karena sudah sampai melibatkan POLRI. Ini terkait dengan dugaan pemerasan terhadap lembaga sertifikat halal di negara tersebut, Halal Control GmbH. Pada 2016 itu mereka dipaksa membayar 50 ribu euro kepada MUI atau setara dengan sekitar 775 juta rupiah untuk memperoleh perpanjangan akreditasi halal. Mereka bersedia membayar karena saat ke Indonesia, mereka ditemui langsung oleh Lukmanul Hakim. Tapi ketika di tahun depannya, lembaga Jerman itu kembali diperas untuk membayar dengan jumlah yang sama, mereka tidak terima.

Pimpinan mereka datang ke Jakarta dan bertemu dengan petinggi MUI lain. MUI ternyata membantah ada kewajiban membayar itu. Halal Control GMBH pun segera menjalani proses hukum. Mereka mengadu ke pihak kepolisian. Saat ini kasus sudah berada di tangan Bareskrim POLRI. Tapi yang mengkhawatirkan, ternyata MUI nampaknya tidak terima dugaan kasus pemerasan ini dibongkar. Mereka sampai saat ini masih belum bersedia memperpanjang akreditasi GMBH itu untuk membawa produk-produk Jerman ke Indonesia.

Sebenarnya sejak 2019, MUI sudah tidak lagi menjadi lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal. Mereka hanya mengeluarkan fatwa halal. Namun tanpa fatwa halal ini, BJPH tetap tidak bisa mengeluarkan sertifikat halal bagi Halal Control Jerman. Nampaknya, pengurus MUI baru dan Kementerian Agama harus bersama-sama membongkar dugaan korupsi ini. Bila benar, ini jelas merugikan reputasi Indonesia dan juga menghancurkan kepercayaan kepada ulama.