Jakarta, CSW – Mengejutkan yaa. Cara majalah Tempo menggambarkan KTT G20 ini menurut saya. Apalagi kalau dibandingkan dengan pemberitaan media internasional seperti The Economist atau Bloomberg.
di satu sisi, Tempo menggambarkan KTT G20 gagal. Tapi, di sisi lain, media asing mengatakan Indonesia sukses menyelenggarakan KTT G20. Nah Saya mulai dari Tempo dulu. Dalam Tempo edisi 20 November, Tempo menyajikan podcast wawancara dengan redaktur Tempo.
Judulnya saya rasa sudah nyinyir. Judulnya ‘TERBUAI GENGSI SEBAGAI PRESIDENSI KTT G20’. Dan isinya memang sangat sinis. Si redaktur bilang dia kurang happy. KTT G20 nggak bisa dibilang sukses.
Yang ada cuma euphoria, katanya. Redaktur Tempo bilang, Indonesia tidak usah bangga-bangga amat jadi tuan rumah KTT G20. Itu kan biasa-biasa saja, katanya. Indonesia memang dapat jatah menjadi tuan rumah berdasarkan urutan nama.
Jadi Indonesia terpilih jadi tuan rumah bukan karena prestasi. Seperti kocok arisan. katanya. Nggak wah wah banget. Menurut Tempo, KTT G20 ini hanya hajatan yang lebih banyak unsur pencitraaannya
Tempo bahkan menyayangkan Indonesia keluar uang sangat besar sementara ekonomi Indonesia sedang tidak baik2 aja. Ini bukan prestasi, ini acara seremonial, cuma foto-foto. Tempo juga bilang acara ini cuma berlangsung dua malam, tapi persiapannya bertahun-tahun.
Tidak ada komunike. Tempo juga bilang Indonesia tidak dapat apa-apa. Kalau enggak dapat investasi, apa gunanya? Menurut Tempo, pemerintah seharusnya memprioritaskan hal-hal yang lebih penting.
Dana yang dipakai buat KTT G20 bisa dipakai untuk membangun ratusan sekolah. Jadi dari ujung ke ujung, Tempo menggambarkan KTT G20 sebagai sesuatu yang nggak berguna. Nah ini kontras banget waktu kita baca dua majalah internasional bereputasi tinggi, misalnya Bloomberg dan The Economist.
Saya kutip saja Bloomberg. Bloomberg.com adalah media online yang fokus ke bisnis dan analisis keuangan. Di edisi 17 Novembernya, media ini justru memuji kepemimpinan Jokowi dalam G20.
Media ini bilang, Jokowi rendah hati, bersuara lembut, tapi berhasil menjadi jembatan negara-negara besar. Menurut Bloomberg, salah satu kehebatan Jokowi adalah kemampuan diplomasi dan humor.
Dengan kelebihan itu, Jokowi berhasil membangun kekompakan negara-negara G20 yang sebetulnya sedang mengalami konflik dan krisis. Salah satu keberhasilan Jokowi adalah di akhir KTT, G20 berhasil mengeluarkan deklarasi bersama.
Padahal sebelumnya, banyak yang sekali tidak yakin bahwa KTT G20 kali ini bisa mengeluarkan deklarasi. Ada banyak kesepakatan penting terjadi, termasuk antara Joe Biden dan Presiden Cina Xi Jinping
Dan itu terjadi karena kemampuan Jokowi membangun suasana harmonis. Indonesia sendiri memperoleh bantuan 20 miliar dolar untuk pembiayaan transisi energy dari batu bara.
Bloomberg mengggambarkan kesuksesan G20 adalah hasil kerja keras pemerintah Indonesia. Selama berbulan-bulan, usaha dilakukan. Misalnya saja, Presiden Jokowi sampai harus terbang ke Rusia dan Ukraina agar kedua negara itu mendukung G20.
Putin memang tidak datang tapi dia mengirim Menteri Luar negerinya. Sementara PM Ukraina hadir secara online. Bloomberg juga mengutip pernyataan Greg Poling, pimpinan program Asia Tenggara di CSIS Washington.
Poling mengatakan, Indonesia hars dipuji karena bisa menjalankan KTT tanpa gangguan berarti. Negara-negara yang hadir bisa membicarakan sejumlah isu besar seperti keamanan pangan, perubahan iklim dan jaminan energy.
Menurut Bloomberg, Jokowi berhasil membawa Indonesia lebih tampil di dunia internasional. Bloomberg bahkan mengutip seorang analis asing yang menyatakan, Jokowi pantas disebut sebagai pemimpin dunia.
Kontras sekali kan? Tempo kelihatan menganggap rendah sekali G20 dan peran Indonesia. Buat Tempo, KTT G20 adalah peristiwa biasa-biasa saja yang sama sekali tidak usah dirayakan.
Tapi kalo kita baca Bloomberg kesannya jadi beda. Tempo sendiri kelihatan bicara tanpa data akurat. Sebagai contoh, Tempo bilang KTT G20 tidak melahirkan komunike. Padahal di hari akhir KTT, ke 20 negara berhasil melahirkan Deklarasi bersama.
Kok Tempo bisa nggak tahu itu? Begitu juga Tempo bilang Indonesia tidak memperoleh investasi apa-apa. Padahal Bloomberg mengabarkan Indonesia memperoleh bantuan 20 miliar dolar untuk transisi energy dari batu bara.
Lagi-lagi, kok Tempo nggak tahu? Tapi lucunya, Tempo sendiri sebenarnya membuat laporan khusus tentang G20 yang bernada positif. Judulnya: “Outlook Ekonomi 2023: Kilau Pembiayaan Hijau”
Di laporan itu, digambarkan bagaimana Indoensia mendapat berbagai komitmen bantuan green financing alias pendanaan hijau sejak tahun depan. Dikatakan, Bank pembangunan Asia sepakat membantu program transisi energy di Indonesia.
Dengan bantuan ADB itu, PLN akan bisa mengakhiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap batu bara dalam 15 tahun ke depan. Juga ada bantuan dari International Partners Group Rp 311 triliun rupiah untuk pengembangan energy terbarukan di Indonesia.
IPG terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Jerman, Prancis dan beberapa negara Eropa lainnya. Jadi kesannya, sebenarnya Tempo sendiri sebenarnya tahu kesuksesan KTT G 20.
Tapi anehnya, redaktur Tempo mengabaikan begitu saja pencapaian itu. Kita tentu berharap Tempo bisa bersikap lebih objektif. Kritis boleh, tapi media tetap harus jujur dan adil.