Jakarta, CSW – Banyak yang marah pada Tempo. Tempo dituduh sengaja menyebarkan disinformasi tentang acara balap MotoGP di Mandalika yang berakhir 20 Maret lalu. Tempo dianggap sengaja memberitakan acara ini gagal. Tempo dituduh menyebarkan disinfomasi bahwa MotoGP tidak berhasil menarik wisatawan. Padahal publik justru memperoleh informasi sebaliknya. Di media sosial menyebar berita tentang betapa sulitnya masyarakat pecinta MotoGP mendapat penginapan. Hotel-hotel penuh, dengan tariff hotel berlipat ganda.
Sebagian memilih tinggal di tenda-tenda dekat sirkuit. Paket-paket wisata laku keras. Penonton berduyun-duyun datang ke stadion. Jadi, di mana letak kegagalan yang digambarkan Tempo? Tempo dituduh dengan sengaja memutarbalikkan fakta karena Tempo pada dasarnya memang anti Jokowi. Jadi kesimpulan para pengeritik, Tempo sengaja berusaha menunjukkan MotoGP gagal karena Tempo benci Jokowi.
Benarkah dugaan itu? Kami di CSW berusaha mempelajari tuduhan itu dengan menganalisa isi Tempo. Untuk itu CSW mempelajari bagaimana Mandalika di beritakan di Koran Tempo, di Tempo.co dan Majalah Tempo. Dari yang kami pelajari, yang jadi masalah tampaknya adalah Koran Tempo 19 Maret. Dalam edisi itu, Koran Tempo memang menyajikan gambaran suram tentang MotoGP Mandalika. Di halaman depan, termuat sebuah karikatur yang menggambarkan seorang pelayan hotel yang duduk tanpa kerja sambil mendorong motor mainan di lantai.
Judul tulisannya: Menanti Tuah Arena Balap. Tempo menulis, menjelang MotoGP dimulai, hotel dan destinasi wisata masih harus berjuang menarik pengunjung. Berbeda dengan tiket GP yang diklaim laku keras, hotel di beberapa lokasi belum terisi penuh. Upaya mengungkit sektor pariwisata menjadi tanda tanya, tulis Tempo. Pengusaha sektor pariwiasata masih harus berakrobat untuk menarik wisatawan. Paket-paket wisata yang ditawarkan kepada penonton MotoGP dari mancanagara tidak cukup laku Tingkat pemesanannya hanya 50 persen
Penukaran tiket MotoGP juga ruwet Para pembalap mempersoalkan jalur lintasan, dari soal aspal hingga suhu yang panas Jadi laporan Koran Tempo memang memberikan pelaporan yang suram tentang MotoGP. Khususnya soal daya tarijk MotoGP meningkatkan kedatangan wisatawan. Pertanyaanya, kenapa Tempo menulis seperti itu padahal fakta sesungguhnya terjadi ledakan wisatawan? Jawabannya ada pada Koran Tempo 21 Maret.
Pada edisi tersebut, Koran Tempo menampilkan berita tentang kesuksesan MotoGP. Mereka juga memberitakan MotoGP membawa berkah ekonomi. Namun dengan catatan bahwa dampak ekonomi hanya terasa di Mandalika, Mataram dan Senggigi. Sementara Lombok Timur dan Lombok Utara, hanya memperoleh manfaat minimal Tingkat okupansi penginapan dan hotel di luar tiga wilayah utama hanya mencapai 50-60 persen Karena itu, para pelaku industri pariwisata mengingatkan pemerintah untuk memikirkan bagaimana membawa dampak positif bagi daerah-daerah lain kalau tahun depan MotoGP akan kembali dilaksanakan.
Jadi kesalahan Tempo adalah pada edisi 19 Maret, mereka gagal menyajikan pemberitaan lengkap. Ketika mereka bilang okupnasi rendah, itu sebenarnya terjadi di luar Mandalika, Mataram dan Senggigi. Tapi karena Tempo hanya memusatkan perhatian pada Lombok Tumur dan Utara, ya kesannya Tempo memang menyebarkan kebohongan tentang MotoGp. Apakah Tempo sengaja membangun imej negative itu?
Kita semua tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, keinginan untuk membangun imej negative itu tidak terlihat di tempo.co dan Majalah Tempo. Tempo.co adalah Tempo versi online Ada cukup banyak berita tentang Mandalika yang ditampilkan di Tempo.co Dan isinya tidak cenderung negatif Hasil-hasil pertandingan diberitakan di halaman pertama. Namun yang menarik, ada cukup banyak berita dengan judul Anies Baswedan yang ditampilkan di deretan teratas berita2 Mandlika Ada paling tidak empat berita tentang Anies.
Ada Anies memuji perhelatan Mandalika, Anies bertemu Korps Alumni HMI Nusa tneggara Barat, Anies meluncurkan aplikasi Pulo, dan Anies diajak salaman salaman dan selfie oleh penonton Berita-berita tentang Anies tersebut sebenarnya tidak memiliki nilai berita tinggi. Sebagai contoh: apa pentingnya Anies bertemu dengan Korps Alumni HMI di Nusa Tanggara Barat? Karena itu, kami menduga berita dengan judul Anies ini adalah berita berbayar.
Seperti pernah dibahas di Shelter CSW, saat ini dalam media online dikenal berita yang masuk dalam kategori native advertising, atau native-ad. Ini adalah berita-berita yang tidak sepenuhya ditulis oleh wartawan, melainkan berita yang dibayar oleh klien. Karena itu isinya akan cenderung positif mengenai klien yang membayar. Dan di dalam media online, native ad yang mahal akan ditonjolkan di atas.
Karena itu sangat mungkin berita-berita positif tentang Anies itu adalah berita berbayar. Majalah Tempo juga tidak nyinyir. Bahkan berita MotoGP hampir-hampir tidak dimuat di Majalah Tempo. Pada edisi 19 Maret, hanya ada satu berita foto tentang acara itu. Yang dimuat hanyalah foto pembalap yang sedang berlari di kawasan sirkuit Mandalika Di luar itu, majalah Tempo sama sekali tidak memberitakan MotoGP Mandalika.
Pada edisi satu pekan sebelumnya, 12 Maret, ada sejumlah artikel tentang Mandalika. Tapi semua artikel itu adalah tulisan berbayar. Hanya saja, berbeda dengan tulisan tentang Anies di Tempo.co yang tidak eksplisit menunjukkan bahwa itu sebenarnya iklan, di majalah Tempo jelas-jelas tulisan-tulisan itu dinyatakan sebagai iklan. Ada tulisan tentang Vaksinasi BIN, dukungan BUMN, keamanan berlapis, dan kesiapan Bandara Lombok. Empat tulisan itu adalah dalam Rubrik Info Tempo.
Di rubric itu jelas-jelas ada kata IKLAN. Selain itu, kami menemukan bahwa iklan-iklan tersebut ternyata juga dimuat di koren Tempo dati tiga edisi berbeda. Jadi begitulah Tempo. Mereka tidak anti MotoGP. Tapi cara pemberitaannya saja yang tidak lengkap.