Jakarta, CSW – AKSI CEPAT TANGGAP memang luar biasa jahat. Dana yang dikelola ACT begitu besar, sudah sekitar Rp 500 miliar tiap tahun. Tapi uang amal dari umat Islam ini ternyata banyak disalahgunakan. Saat ini yang ramai dibicarakan adalah gaya hidup para petingginya yang mewah.
Namun yang juga bisa membuat marah adalah bagaimana sumbangan para donatur itu sering tidak sampai ke tangan mereka yang membutuhkan. Cara pengelolaan yang seenaknya itu terlihat dalam kasus santunan korban Boeing.
Ini bermula dari jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, rute Jakarta-Pangkalpinang, pada 29 Oktober 2018. Pesawat buatan Boeing, Amerika itu hancur di perairan Karawang, Jawa Barat. Selain 5 kru Lion Air, korban yang tewas adalah 179 penumpang dewasa, satu anak, dan dua bayi.
Pihak Boeing pun membayar kompensasi untuk keluarga korban yang tewas. Entah bagaimana prosesnya, ACT berhasil menjalin kerja sama dengan Boeing. ACT mendapat dana sekitar Rp 135 miliar dari Boeing untuk membangun 91 sekolah.
Pembangunan sekolah itu merupakan bagian dari kompensasi Boeing kepada keluarga korban Lion Air. Namun ACT ceroboh dan seenaknya dalam mengelola uang kompensasi dari Boeing. Sebagian duit Boeing itu diduga digunakan ACT, untuk menutup pembiayaan program yang lainnya.
Dua mantan petinggi ACT mengatakan, praktik seperti itu biasa dilakukan di ACT. Maka pembangunan Madrasah Tsanawiyah Persis Tanjungsari di Desa Sukaresik, Tasikmalaya, Jawa Barat, pun bermasalah.
Madrasah itu dibangun sebagai kompensasi untuk keluarga Vivian Hasna Afifa, salah satu korban jatuhnya Lion Air. Keluarga meminta ACT, agar duit Boeing digunakan untuk membangun perpustakaan dan laboratorium.
Mereka juga meminta, agar di lokasi pesantren milik keluarga itu dibuat lapangan basket. Proyek ACT itu rampung pada Desember 2021. Namun, pembangunan itu dilakukan ACT asal-asalan dan menggunakan bahan bangunan berkualitas rendah. Misalnya, sungguh aneh, ruang komputer yang dibangun ACT tidak ada colokan listriknya.
Selain itu, bukan lapangan basket yang dibangun ACT, melainkan lapangan voli. Keluarga Vivian pun marah dan menegur ACT untuk memperbaiki. Pihak keluarga sempat mengancam akan melaporkan kasus ini ke Boeing. Sesudah ditekan, Maret 2022, barulah para tukang suruhan ACT memperbaiki bangunan kelas dan membangun lapangan basket.
Selain itu, dana Boeing juga digunakan ACT merenovasi TK Aisyiyah Bumirejo II di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Pihak keluarga Citra Novita Anggelia Putri ingin menyumbangkan dana kompensasi Boeing untuk pembangunan TK itu.
Namun, baru berjalan beberapa pekan sejak Januari 2022, tiba-tiba proyek dihentikan. Proyek itu mandeg tanpa kejelasan selama dua bulan. Penduduk di sekitar sekolah pun sempat resah. Pasalnya, selama bangunan TK direnovasi, para murid harus menumpang belajar di rumah penduduk.
Warga Bumirejo lalu mempertanyakan hal itu ke pengurus ACT Cabang Magelang. Pengurus ACT Magelang juga bingung oleh macetnya pembangunan sekolah itu. Branch Manager ACT Magelang, Maruf Setiawan, mengaku tak tahu-menahu. Ia mengatakan, pembangunan sekolah itu sepenuhnya urusan ACT pusat dengan Boeing.
Ketika ACT Pusat dihubungi, Presiden ACT Ibnu Khajar berkilah, realisasi program Boeing yang dilaksanakan ACT molor karena kendala pandemi. Kata Ibnu, ada kendala teknis, dan ACT sudah minta waktu tambahan ke Boeing. Namun, Ahyudin, mantan Ketua Dewan Pembina ACT, menyebut alasan yang berbeda.
Ahyudin membenarkan, September 2021 ACT mengalami kesulitan keuangan. Masalah terjadi karena dana dari Boeing sudah digunakan untuk program ACT yang lain. Kata Ahyudin, nilai utang ACT ke Boeing mencapai Rp 56 miliar. Ini yang menyebabkan adanya pemotongan gaji pegawai ACT tahun lalu sekitar 50 persen.
Pemotongan gaji ini dilakukan untuk membayar utang program ke Boeing. Ahyudin cuci tangan. Ia berkilah, ada fakta yang sengaja tak disampaikan petinggi ACT lain ke dirinya. Ahyudin mengaku soal utang Rp 56 miliar itu baru diketahuinya pada. September 2021.
Dana kompensasi Boeing itu kini malah menjadi utang ACT pada Boeing. Kata Ahyudin, hal ini karena penerimaan dana oleh ACT fluktuatif. Tatkala ada program prioritas, ACT mengalokasikan uang dari dana tersebut pada program itu. Maka donasi dan sumbangan di ACT itu diputar dengan sangat intensif.
Jadi bayangkan, donasi yang sebenarnya dihibahkan untuk kepentingan masyarakat luas semacam itu, bisa dipakai dengan cara semana-mena oleh ACT. Bermain-main dengan dana yang dihimpun dari publik adalah cacat utama ACT. Ini praktik yang oleh ACT dianggap wajar, dan sudah berlangsung bertahun-tahun.
Menurut kabar terakhir, Kementerian Sosial RI juga telah mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang oleh ACT. Kemensos menduga adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan ACT. Pencabutan izin itu dinyatakan dalam Keputusan 5 Juli 2022.
Kemensos masih menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal. Keputusan tegas ini muncul sesudah heboh investigasi majalah Tempo terhadap kiprah ACT. ACT dilaporkan telah mengelola dana umat secara ceroboh, tidak profesional, dan boros. Para petinggi ACT menikmati gaji yang sangat tinggi dan fasilitas mobil mewah.
Bahkan petinggi ACT terindikasi menyelewengkan dana yang dihimpun dari umat. Yang lebih runyam, ada dugaan uang yang digalang ACT masuk ke kelompok teroris di luar negeri. Semua ini terjadi karena cara pengelolaan keuangan ACT yang seperti tanpa kontrol.
Selama ini banyak pihak tidak ingin mengawasi ACT karena lembaga ini dianggap punya peran besar bagi muslim di Indonesia dan di luar negeri. Nama ACT juga selama ini dikenal luas oleh umat Islam dianggap kerap membantu komunitas Islam yang menjadi korban bencana alam dan korban peperangan ataupun penindasan di luar negeri.
ACT juga menjalin hubungan baik dengan banyak pemangku kepentingan di dalam negeri. Misalnya saja sekarang teringkap ACT punya hubungan baik dengan Pemerintah Provinsi DKI, dan dengan Anies Baswedan. Anies sejauh ini memilih diam ketika ditanya soal ACT.
Namun Wakil Gubernur DKI Achmad Riza Patri sudah menyatakan bahwa Pemprov DKI akan mengevaluasi Kerjasama dengan ACT. Ayo kita dukung, agar ACT dan lembaga-lembaga sejenis diperiksa tuntas. Jangan biarkan publik jadi korban lagi.