Jakarta, CSW – Wakil Presiden Ma’ruf Amin, menjelang akhir Juli 2022, memperingatkan Majelis Ulama Indonesia. MUI diminta tidak ribut-ribut urusan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024. Ma’ruf menekankan, capres dan cawapres adalah urusan partai politik.
Hal itu ditegaskan Ma’ruf saat menghadiri Milad ke-47 MUI di Jakarta. Ma’ruf awalnya berbicara mengenai perlunya menjaga persatuan dalam menghadapi pemilu. Kata Ma’ruf, sebagai mitra pemerintah, MUI harus ikut menjaga keutuhan bangsa.
Terutama dalam menghadapi pemilu yang akan datang. Jangan sampai terjadi, pilihan yang berbeda menimbulkan konflik di kalangan bangsa. Juga di kalangan umat Islam, kata Ma’ruf Amin.
Ma’ruf mengingatkan, urusan capres dan cawapres adalah pilihan masing-masing pihak. Ma’ruf Amin tak ingin ada benturan karena berbeda pilihan. Oleh karena itu, Ma’ruf tegas meminta MUI tidak terlibat dalam urusan pencapresan. Ma’ruf, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI, mengatakan, urusan pencapresan adalah ranah parpol.
MUI dan ormas-ormas ulama seharusnya tidak terlibat dalam menentukan calon presiden dan wakil presiden. Karena yang menentukan adalah partai politik atau gabungan partai politik. Jadi MUI tidak perlu ribut-ribut urusan capres.
Mengapa Ma’ruf Amin sampai mengeluarkan peringatan seperti itu? Sebagai mantan Ketua Umum MUI, Ma’ruf tentu sangat paham isi jeroan MUI. MUI adalah lembaga nonpemerintah, namun operasionalnya selalu dibantu pemerintah.
MUI adalah wadah silaturahmi dan musyawarah ulama. Berdiri sejak 1975, di dalam MUI terdapat perwakilan ulama dari berbagai ormas Islam. Dari ormas yang sangat besar, seperti NU dan Muhammadiyah, sampai ormas-ormas kecil.
Namun, MUI bukanlah organisasi supra-struktur, yang membawahi ormas-ormas Islam. MUI juga tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur seperti itu. Meski demikian, di mata umat Islam yang awam, MUI seolah-olah adalah representasi umat Islam.
Apalagi MUI bisa mengeluarkan fatwa. MUI juga terlibat dalam proses penerbitan sertifikasi halal untuk berbagai produk. Maka, mereka yang jadi pengurus MUI seolah-olah punya posisi istimewa.
Mereka seolah mewakili otoritas moral, yang bisa menghakimi semua urusan. Termasuk urusan-urusan yang di luar cakupan ranah agama. Posisi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Seorang pengurus MUI bisa bicara apa saja di publik, dengan klaim mewakili kepentingan umat. Padahal itu sebenarnya cuma pendapat pribadinya. Bahkan pendapatnya itu sama sekali tidak mewakili pendapat kolektivitas di MUI.
Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI 2020-2025, adalah salah satunya. Anwar Abbas, misalnya, tercatat beberapa kali nyinyir mengomentari kebijakan pemerintah. Padahal kebijakan yang dikomentari itu tidak terkait dengan urusan agama.
Ketika suhu politik semakin menghangat, mendekati pemilu dan pilpres 2024, tentunya posisi ini rawan. Ada potensi dukung-mendukung yang nyata untuk kepentingan pemilu dan pilpres. Sudah terbukti, pengurus MUI tidak imun dari kepentingan politik.
Bahkan pengurus MUI ada yang ditangkap akibat keterlibatan dengan terorisme. Anggota Komisi Fatwa MUI Ahmad Zain An Najah ditangkap Densus 88 pada November 2021. Ini mendapat respons serius dari Ketua Setara Institute, Hendardi.
Hendardi menilai, penangkapan Ahmad Zain An Najah mengonfirmasi satu hal. Yakni, intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah menyusup secara sistemik ke berbagai institusi keagamaan.
Maka tindakan Wapres Ma’ruf Amin memberi peringatan pada MUI sudah benar. Lebih baik mendahului, sebelum kecolongan. Ma’ruf menjelaskan peran MUI dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Peran itu, kata Ma’ruf, adalah mengarahkan umat untuk memilih pemimpin yang afdal atau terbaik.
Yang terbaik tentu yang mempunyai kapasitas, kapabilitas, integritas, dan akhlak yang mulia. Jadi, hanya arahan umum yang sifatnya moral dan normatif. Untuk lebih melengkapi, rangkaian acara Milad Ke-47 MUI juga diwarnai pembacaan deklarasi.
Yakni, deklarasi Al Mitsaq Al-Ukhuwah atau Kesepakatan Persaudaraan oleh 63 ormas Islam. Deklarasi itu terdiri atas 10 poin komitmen. Termasuk, yang berkenaan dengan sikap dalam menyambut tahun politik.
Deklarasi itu dibacakan oleh Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiah MUI Saiful Bahri. Isinya antara lain: seluruh umat Islam berkomitmen merawat ukhuwah islamiah atau persaudaraan Islam.
Juga, ukhuwah insaniah atau persaudaraan sesama umat manusia, dan ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama anak bangsa. Setiap politisi muslim hendaknya menghindari politisasi ormas dan lembaga keagamaan Islam.
Agar tetap terjaga ukhuwah islamiah serta keutuhan ormas dan lembaga keagamaan Islam. Perwakilan NU, yakni Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU, K.H. Nurul Huda berharap banyak. Ia ingin deklarasi ini memunculkan kesadaran para pengurus MUI dan seluruh ormas Islam.
Yakni, mengenai pentingnya memperjuangkan persatuan dan menjaga ikatan persaudaraan, yang menghargai perbedaan. Persaudaraan itu harus menghargai perbedaan, kata Nurul Huda.
Deklarasi itu juga menyerukan politisi muslim, mengedepankan politik ide, gagasan, dan program yang solutif bagi masalah umat. Serta menghindari politisasi identitas SARA dan politik uang dalam praktik politiknya. Ayo, kita dorong agar MUI menjaga peran moralnya, dan tidak terlibat politik dukung-mendukung capres 2024!