Jakarta, CSW – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) tampak menonjol belakangan ini. Mereka selalu hadir di setiap aksi menentang kebijakan pemerintah yang mereka nilai negatif. Aksi-aksi protes mereka pun tidak pernah luput dari pemberitaan media.
Sebagai contoh, peringatan satu tahun ditetapkannya UU Cipta Kerja, 6 Oktober 2021. BEM SI melakukan aksi demonstrasi sambil menyuarakan 4 tuntutan di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, tidak jauh dari Istana Negara.
Aksi yang semula direncanakan satu jam itu berlangsung hanya 5 menit. Aparat kepolisian meminta mereka membubarkan diri dengan alasan Jakarta masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3. Aparat juga menghadirkan beberapa orang yang mengenakan APD lengkap, berbaris menghadap peserta aksi yang berjumlah 15 orang.
Meski begitu, rencana membacakan isi tuntutan itu tetap dilakukan perwakilan BEM SI, Teza Kusuma. Salah satu isi tuntutan mereka adalah mendesak majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk menerima dan mengabulkan segala permohonan, yang berkaitan dengan cacat formil dan cacat materiil dalam UU tersebut.
Begitu juga ketikaBEM SI menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung KPK, Jakarta, pada 27 September lalu. Aksi tersebut digelar untuk menolak keputusan pemecatan 57 pegawai KPK, yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
BEM SI melakukan aksi ini lantaran ultimatum yang mereka layangkan ke Presiden Jokowi, agar mengangkat pegawai KPK itu sebagai ASN, tidak direspons. Dalam aksi yang diperkirakan diikuti ratusan mahasiswa itu, perwakilan BEM SI menyampaikan 5 tuntutan.
Tahun lalu, BEM SI diberitakan terlibat dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, mulai sejak pembahasan hingga disahkan. Selain di Jakarta, aksi penolakan itu juga dilakukan aktivis BEM SI di sejumlah daerah dan mendapat liputan media.
Saking seringnya berhadap-hadapan dengan pemerintah, BEM SI sempat disebut terlibat dalam upaya pemakzulan Presiden Jokowi. Ini gara-gara pesan yang berisi ajakan untuk melakukan aksi turun ke jalan, yang beredar di sosial media pada pertengahan Februari 2021.
“Mari kita semua bersatu menyuarakan hak-hak rakyat dan turunkan Presiden Jokowi dari kursi istana,” bunyi salah satu tuntutan dalam ajakan itu. Di akhir ajakan tertulis: Humas BEM Indonesia.
Tudingan itu dibantah Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian. Ia menyatakan, keterlibatan BEM SI dalam ajakan upaya pemakzulan Presiden Jokowi itu tidak benar. BEM Indonesia, kata Remy, bukanlah bagian dari aliansi strategis BEM SI.
Media Tidak Tertarik
Ini agak mengherankan. Meski aksi turun ke jalan BEM SI sering kali mendapat liputan media, tapi informasi yang cukup tentang BEM SI tidak banyak ditemukan.
Media-media online terkemuka seperti Tempo, Detik, Liputan 6, dan lainnya, tampaknya tidak tertarik menggali hal ihwal BEM SI dan hal-hal terkait lainnya untuk diketahui publik. Bahkan Tirto, media, yang dikenal dengan jurnalisme in depth-nya, tidak punya satu pun laporan mendalam tentang BEM SI.
Walhasil, sumber informasi tentang BEM SI sangat terbatas. Sejauh yang bisa diakses, sumber informasi BEM SI berasal dari sumber resmi BEM SI dan sejumlah artikel yang dimuat sejumlah media di luar radar publik.
Sumber resmi yang dimaksud adalah media sosial dan website milik BEM SI. Media social yang diketahui milik BEM SI adalah Facebook (https://www.facebook.com/aliansibemseluruhindonesia/), Instagram (https://www.instagram.com/bem_si/), dan Twitter (https://twitter.com/aliansibem_si). Dari tiga media itu, yang masih aktif hanya Instagram.
Sedangkan website yang diketahui milik BEM SI dari informasi di media sosial beralamat http://www.bemindonesia.org/. Namun ketika diklik, yang terbuka malah website lain. Sumber informasi resmi lain tentang BEM SI berasal dari blogspot beralamat http://bemsi.blogspot.com/.
Deklarasi Bogor
BEM SI didirikan pada akhir Desember 2007. Sejumlah pengurus BEM dari berbagai kampus sepakat untuk bertemu dan merancang arah perjuangan mahasiswa.
Total ada 30 pengurus BEM mewakili berbagai kampus. Mereka tidak hanya datang dari kampus-kampus negeri terkenal –seperti UI, UGM, Unsri, UNJ– tapi juga dari kampus swasta tidak terkenal.
Dalam apa yang mereka sebut Deklarasi Bogor, dikatakan, pengurus BEM tersebut “sepakat terhadap seluruh hasil Temu BEM SI di Bogor, 22-24 Desember 2007, serta merapatkan barisan dan menyelaraskan pergerakan ke dalam aliansi strategis BEM SI.”
Adapun tujuan didirikannya aliansi ini adalah untuk “berperan aktif dalam proses perubahan Indonesia, menjadi suatu bangsa yang berdaulat dengan karakteristik intelektualitas dan moralitas.”
Kepengurusan pusat BEM SI dipimpin oleh koordinator pusat dan 11 koordinator teritorial. Mereka berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat informasi dan administrasi, serta pusat evaluasi di tingkat pusat dan teritorial.
Masa jabatan mereka hanya setahun dan diganti pengurus berikutnya dalam forum musyarawah nasional (munas). Posisi koordinator pusat dan 11 koordinator teritorial tidak terkonsentrasi hanya pada pengurus BEM dari kampus terkemuka, tapi digilir.
Pada awal berdiri, misalnya, posisi Koordinator Pusat BEM SI dipegang Presiden Mahasiswa UGM. Periode selanjutnya posisi itu dipegang Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sekarang posisi Koordinator Pusat BEM SI dipegang Presiden Mahasiswa Universitas Riau. Sementara versi munas tandingan dipegang Presiden Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Belakangan ada perkembangan menarik di internal BEM SI. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka mulai mendistribusikan kewenangan untuk membuat kajian ilmiah, tentang sejumlah isu yang sudah ditentukan. Pendistribusian kewenangan ini diberikan kepada pengurus BEM dari sejumlah kampus yang menjadi anggota, sebagai koordinator.
Sejumlah isu itu adalah: hukum dan HAM, pendidikan, energi dan minerba, lingkungan, kesehatan, pertanian dan agraria, serta ekonomi dan ketenagakerjaan. Sama seperti koordinator pusat dan 11 koordinator teritorial, koordinator isu juga digilir. (irwan/rio)