Jakarta, CSW – Hidup kok jadi makin ribet, ya? Sekarang ini, mau berzakat atau menyumbang buat amal saja harus berhati-hati. Kalau tidak, bisa-bisa uang kita justru dipakai buat terorisme.
Awal November ini, Densus 88 kembali menggerebek kantor sebuah Yayasan Amil Zakat Baitul Maal di Lampung.Yayasan ini diketahui terafiliasi dengan jaringan teroris Jemaah Islamiyah.
Dan di kantor itu ditemukan ratusan kotak amal untuk menjaring dana masyarakat.
Ini kan sangat mengkhawatirkan, ya?
Bahkan ketika kita hendak beramal, kita terpaksa berhati-hati. Selama ini kita kan beramal dengan rasa saling percaya. Pokoknya menyumbang dengan lillahi ta’ala. Dan berharap agar amal kita sampai ke tangan yang berhak menerimanya.
Kalau sumbangan kita itu diberikan ke masjid atau pengajian, lebih mudah kontrolnya. Biasanya masjid secara rutin mengumumkan berapa uang masuk, dan dikeluarkan untuk apa saja. Tapi kalau uang itu kita berikan ke kotak amal di jalan-jalan.
Atau di warung, di supermarket. Atau bahkan di aksi-aksi penggalangan dana. Itu kan biasanya kita tidak tahu uang itu akan digunakan untuk apa. Ya, kita ikhlas saja.
Nah, ternyata sekarang terbukti kebaikan hati kita itu bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Uang yang kita zakatkan atau sedekahkan bisa saja dipakai bukan untuk kaum miskin. Bukan juga untuk memperkaya diri. Tapi untuk membiayai terorisme.
Saya tidak bilang sebagian besar kotak amal seperti itu ya. Saya masih yakin bahwa yang jujur lebih banyak. Tapi apa yang ditemukan di Lampung itu merupakan peringatan.
Para pengamat teroris memang mengingatkan, semakin banyak organisasi-organisasi teroris yang menghidupi diri dengan menggalang dana masyarakat lewat uang zakat dan sedekah.
Susahnya lagi, kelompok-kelompok ini menganggap mereka memang berhak menggunakan uang zakat untuk membiayai terorisme.
Ini kita bicara soal Islam saja ya. Dalam Islam, ada aturan yang mengatakan bahwa pihak yang boleh menerima zakat itu ada delapan golongan. Yang biasa kita kenal berhak menerima zakat adalah kaum miskin atau mereka yang terjerat utang.
Zakat juga bisa digunakan untuk memerdekakan budak. Tapi ada satu lagi kelompok yang penting, yaitu fi sabilillah. Artinya mereka yang berjuang di jalan Allah. Tentu saja fi sabilillah itu tidak berarti teroris.
Berjuang di jalan Allah bisa saja dengan melakukan gerakan sosial, mendirikan sekolah, rumah sakit, berdakwah, dan lain-lain. Atau juga berjuang membela negara.
Masalahnya, kaum teroris ini memelintir istilah itu. Mereka menganggap mereka bukanlah teroris melainkan pejuang Islam. Mereka menganggap teror yang mereka lakukan adalah bagian dari kewajiban membela Islam.
Karena itu jadi sah kalau zakat digunakan untuk membiayai terorisme. Ini terjadi bukan cuma di Indonesia. Pola serupa bisa ditemukan di banyak negara. Ini terjadi karena salah satu masalah utama gerakan teror adalah pendanaan. Ada beragam cara bagi mereka untuk menggalang dana.
Pertama, dengan mengandalkan aliran uang dari donatur atau dari pemerintah yang mendukung aksi teror. Kedua, uang iuran sukarela dari anggota dan simpatisan. Ketiga, melalui bisnis yang sah, misalnya uang donasi digunakan untuk mengembangkan perkebunan kurma. Keempat, kadang diperoleh dengan cara merampok.
Tapi belakangan ini metode untuk mengendalikan aliran uang semakin canggih. Aliran uang yang dicurigai bisa dengan segera dilacak dan distop.
Cara cari duit dengan merampok juga tidak bisa sering dilakukan. Karena itu yang paling banyak dilakukan adalah dengan menyerap dana masyarakat.
Di Indonesia, modus kaum teroris cari duit lewat kotak amal itu terbongkar oleh Densus 88. Lembaga yang digerebek di Lampung itu adalah Yayasan Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).
Nama di belakang Yayasan itu adalah nama sahabat nabi yang terkenal sangat kaya. Selama bertahun-tahun Yayasan ini mengambil dana masyarakat lewat kotak amal.
Padahal, menurut penelusuran Densus 88, Yayasan ini berafiliasi dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Sejumlah pimpinan dan pengurus Yayasan ini sekarang sudah dalam tahanan polisi. Hebatnya lagi, Yayasan ini sebenarnya terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Mereka juga sudah punya SK Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), SK Kementerian. Untuk meyakinkan masyarakat mereka menerbitkan majalah yang menggambarkan program-program Yayasan. Dengan cara itu mereka bisa mengumpulkan miliaran rupiah per tahun.
Untuk menipu masyarakat, Yayasan ini mengumumkan bahwa mereka memiliki program dakwah, kesehatan, santunan sosial, solidaritas dunia Islam, pemberdayaan ekonomi umat, dan tanggap bencana.
Kotak amal yang jadi sumber dana itu tersebar di 7 provinsi di 12 wilayah yang berbeda. Kotak amal itu ditempatkan di warung-warung makan, minimarket, tempat ibadah, dan restoran.
Mereka tidak menggunakan satu nama yayasan. Mereka cerdik. Mereka menggunakan beberapa nama, agar masyarakat tidak curiga. Densus 88 sudah berulangkali berusaha membersihkan operasi kotak amal ini.
Penggerebekan di awal November ini bukan yang pertama. Akhir tahun lalu Densus 88 sudah menyita 20 ribu lebih kotak amal mereka. Ternyata masih ada yang tersisa.
Ketika kantor Yayasan digerebek, ditemukan 791 kotak amal, puluhan bundel berkas dan bukti-bukti lain.
Beberapa hari kemudian dilakukan juga penggerebekan di kantor Yayasan Ishlahul Umat Lampung. Yayasan ini semula adalah bagian dari LAZ BM ABA, tapi kini sudah berganti nama.
Di sana diamankan lebih dari 100 kotak amal. Mengerikan, ya?
Dengan mengatakan begini, saya berharap kita semua tidak berhenti berzakat, beramal, bersedekah.
Namun kita terpaksa harus berhati-hati. Untuk sementara, kita sebaiknya menyalurkan dana pada pihak yang kita percaya.
Mungkin hanya kepada orang-orang atau lembaga yang kita kenal langsung. Mudah-mudahan pemerintah bisa membersihkan modus-modus semacam ini. Supaya uang yang kita salurkan bisa mencapai sasaran. Dan kita semua bisa beramal dengan tenang.