Beranda Featured Di Mana Keberpihakan Komisi Penyiaran Indonesia pada Korban Kejahatan Seks?

Di Mana Keberpihakan Komisi Penyiaran Indonesia pada Korban Kejahatan Seks?

0
Di Mana Keberpihakan Komisi Penyiaran Indonesia pada Korban Kejahatan Seks?

Jakarta, CSW – Terus terang, sedih sekali melihat Komisi Penyiaran Indonesia. KPI itu adalah sebuah lembaga negara yang para komisionernya dipilih oleh DPR. Mereka itu seharusnya menjadi lembaga yang berwibawa, mewakilili masyarakat sipil untuk menjaga agar penyiaran Indonesia ini bersih dan sehat.

Tapi apa yang terjadi dalam kasus kekerasan seks di KPI dan juga soal Saipul Jamil membuat kita pantas khawatir dengan kualitas orang-orang di dalamnya.

Kita mulai dengan kasus kekerasan seks yang pasti Anda sudah dengar. Ada staf KPI yang selama bertahun-tahun dibully oleh sekelompok staf lainnya sehingga depresi dan mengalami gangguan jiwa.

Memang sih mungkin saja kasus pembullyan tersebut bisa rapat-rapat
dirahasiakan oleh para staf itu.

Jadi bisa saja selama bertahun-tahun komisioner dan Ketua KPI tak tahu itu terjadi.

Tapi ketika sekarang akhirnya si korban berani bicara, sikap para pimpinan KPI terlihat sangat mengecewakan. Sekarang justru si korban, berinisial MS, yang mendapat tekanan. Dia diintimidasi untuk menandatangani surat damai dan tidak melanjutkan
proses hukum kasus pelecehan seksual yang tengah bergulir.

Di dalam surat damai itu, MS diminta menyatakan tidak pernah ada pelecehan seksual di Kantor KPI.

Menurut kuasa hukum MS, surat damai itu disodorkan kepada MS dalam pertemuan yang dilakukan di Kantor KPI, Rabu 8 September 2021.

Pada hari itu, MS tiba-tiba mendapat telepon dari salah satu komisioner KPI agar datang ke kantor KPI tanpa didampingi pengacara.

Jadi pertemuan itu justru difasilitasi oleh pihak KPI. Ini menunjukkan bahwa komisioner KPI pun berupaya membela para terduga pelaku kekerasan.

Dan ini semakin menyedihkan karena sebelumnya pengacara terduga pelaku kekerasan sudah menyatakan akan menuntut balik MS dengan tuduhan pencemaran nama baik. Dengan kata lain, si korbanlah sekarang yang menjadi sasaran untuk
dibungkam.

Penampilan Ketua KPI Agung Suprio juga terkesan menganggap enteng
masalah.

Ia terlihat lebih sibuk membersihkan citra lembaganya yang tercoreng
daripada mengurus persoalan internal di dalam lembaganya.

Ia tampil di beberapa acara kanal YouTube terkenal. Dia tampil di kanal YouTube Uya Kuya TV pada Rabu, 8 September 2021. Host Uya Kuya memang adalah kawan lama Agung sebagai sesama lulusan jurusan ilmu politik FISIP UI.

Tapi tentu saja itu bukan alasan yang bisa membenarkan Agung yang nampak
bercanda membicarakan kasus dugaan kekerasan seks itu.

Dalam salah satu bagian dia berpura-pura menangis untuk menyatakan bahwa
masalah ini sangat berat bagi KPI. Masalahnya, dia tidak benar-benar menangis, melainkan cuma berpura-pura menangis.

Ia berpura-pura mengusap matanya. Dan drama itu nyata terlihat oleh penonton, dan tidak ditanggapi oleh Uya. Di acara itu, Agung juga pura-pura bersedia dihipnotis oleh Uya.

Ini jelas bermasalah karena aturan isi penyiaran yang dibuat KPI menyatakan
hipnotis tidak boleh ditampilkan di layar televisi Indonesia. Tapi lebih jauh dari itu, dengan berpura-pura dihipnotis, Agung seperti menganggap enteng pembicaraan dengan Uya mengenai kekerasan seks tersebut.

Hal menggelikan lainnya adalah ketika Agung akan muncul di acara Najwa
Shihab.

Seperti diceritakan Najwa di akun media sosial pribadinya, Agung diundang
untuk tampil di acaranya pada Kamis 9 September.

Agung sudah datang ke studio. “Ketua KPI tadi malam sudah hadir di studio Mata Najwa, bahkan sudah siap naik panggung,” tulis Najwa.

Namun yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan. Tiba-tiba saja, Agung memutuskan untuk tidak jadi tampil dalam acara dialog yang sudah disiapkan.

Dia ‘kabur’ pada saat pengacara MS, sang korban kekerasan, sedang dialog
dengan Najwa. Kenapa dia tiba-tiba saja berubah pikiran? Tidak ada jawaban.

Yang jelas, tindakannya ini menyebabkan Ketua KPI dianggap pengecut dan
ingin menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi di lembaga negara yang
dipimpinnya.

Tapi yang membuat Agung jadi bahan pembicaraan bukan saja soal kekerasan
seks di KPI.

Sikapnya tentang Saipul Jamil pun menimbulkan masalah. Ini terlihat ketika dia hadir di YouTube Deddy Corbuzier pada Kamis, 9 September 2021. Topik yang dibicarakan di acara itu tentang glorifikasi Saipul Jamil ketika bebas dari penjara.

Agung menyatakan, Saipul Jamil masih boleh tampil di layar televisi, bila
tujuannya adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya predator. Agung juga menyatakan bahwa dia tidak setuju dengan pendapat para pegiat HAM yang menganggap Saipul seharusnya tidak bisa muncul lagi di televisi.

“Kita singkirkan HAM sementara,” kata Agung.

Agung juga mengatakan bahwa KPI tidak bermaksud untuk mengusik mata
pencaharian Saipul Jamil. Perilaku dan pernyataan Agung dengan segera memperoleh kritik keras.

Salah seorang petinggi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra
menilai ucapan Agung soal Saipul Jamil tidak pantas. Jasra menolak ide menjadikan Saipul sebagai tokoh yang memberikan edukasi soal predator.

Menurutnya masih banyak yang lebih layak untuk memberikan informasi kepada anak soal kejahatan seksual ketimbang seorang mantan napi kejahatan itu sendiri.

Begitu juga aktivis media sosial, dr. Tirta Mandira Hudhi menganggap gagasan menjadikan Saipul sebagai edukator tentang predator adalah ide sangat luar biasa ngawur.

Tirta bahkan menyatakan Ketua KPI harus mundur. Salah satu kecaman lain yang sangat keras datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui juru bicaranya Dara Nasution. Dara terutama mengomentari soal kekerasan seks di dalam KPI.

Kata Dara, “Kalau mengawal kasus di internal saja tidak mampu, berarti KPI
sudah kehilangan legitimasi untuk mengurusi moral bangsa.”

“Sudah tidak ada gunanya, sebaiknya KPI bubar saja,” katanya lagi.

Apa yang terjadi di KPI ini memang sangat memprihatinkan. Yang dilakukan oleh Ketua maupun anggota KPI dalam kasus kekerasan seks di dalam KPI maupun soal Saipul Jamil mencerminkan rendahnya kepedulian KPI terhadap kejahatan seks yang terus tumbuh di Indonesia.

Apa yang terjadi akan menyebabkan semakin rendahnya kepercayaan publik
terhadap KPI. Masyarakat sebetulnya masih menaruh harapan agar KPI bisa menjadi penjaga lembaga penyiaran di Indonesia.

Namun kalau komitmen moral KPI nampak sedemikian rendah, kami khawatir
KPI akan semakin kehilangan legitimasi. PSI sudah menyatakan KPI sebaiknya bubar saja. Publik sudah menyatakan Ketua KPI mundur saja.

Ada baiknya DPR, sebagai pihak yang memilih KPI, meminta KPI mempertanggungjawabkan amanat yang diberikan kepada mereka